Laporan wartawan Tribun Deodatus Pradipto dari Nizhny Novgorod
Pencinta sepak bola yang ingin menyaksikan pertandingan-pertandingan Piala Dunia 2018 harus merogoh kocek dalam-dalam. Harga tiket pertandingan kategori termurah saja bisa mencapai jutaan rupiah.
Namun demikian, tidak demikian dengan Philemon Yegon, seorang mahasiswa asal Kenya yang kuliah di Moskow, Rusia. Yegon tergolong orang beruntung karena bisa menyaksikan pertandingan-pertandingan Piala Dunia 2018 tanpa perlu mengeluarkan uang alias gratis.
Saya bertemu dengan Philemon Yegon di Stadion Nizhny Novgorod, Nizhny Novgorod saat menyaksikan pertandingan babak perempat final antara tim nasional Uruguay dan Prancis, Jumat (6/7).
Dia duduk di barisan belakang saya. Saat itu kami duduk di tribun yang memang diperuntukkan untuk masyarakat Rusia.
Philemon terlihat sangat berbeda dibandingkan dengan penonton di tribun kami. Sejauh pengamatan saya, hanya dia orang asal Benua Afrika di barisannya.
"Saya bisa menonton pertandingan ini karena saya sedang menemani orang-orang dari pemerintahan Kenya yang datang ke Rusia untuk menonton Piala Dunia," tutur Philemon yang mengenakan seragam Stoke City, klub Inggris.
Philemon mendapatkan kesempatan ini karena dia fasih berbahasa Rusia. Dia sudah dua tahun tinggal di Moskow karena mengambil studi S2 bidang teknik elektro.
"Saya dapat beasiswa belajar di sini dari pemerintah saya," kata Philemon yang baru kali ini bisa menyaksikan secara langsung pertandingan-pertandingan Piala Dunia.
Dia bisa mengikuti program beasiswa ini karena tergolong mahasiwa berprestasi saat menempuh pendidikan S1. Philemon mengklaim dirinya sebagai mahasiswa terbaik di antara teman-teman seangkatannya kala itu.
Selama tinggal di Rusia, Philemon tidak pernah mengalami perlakuan buruk dari masyarakat Rusia. Philemon justru memuji sikap masyarakat Rusia yang secara umum dia gambarkan sebagai orang yang tidak ingin mencampuri urusan orang lain.
"Mereka semua orang yang sangat baik. Dulu sebelum berangkat ke sini saya juga memiliki persepektif yang buruk soal orang-orang Rusia, ternyata itu salah," ujar Philemon.
Menurut rencana Philemon akan menyelesaikan studinya di Rusia selama tiga tahun. Setelah masa studinya di Rusia berakhir, Philemon ingin kembali ke Kenya.
"Saya ingin mengajar di universitas sekaligus mengejar program PhD," kata Philemon.