Sehatkan Pilkada, Penyelenggara Pemilu Perlu Kunci Uang Masuk ke Calon Kepala Daerah
saat ini tidak perlu lagi meributkan uang yang dikeluarkan calon kepala daerah untuk membeli suara pemilih, dengan harga Rp 20 ribu sampai Rp 50 ribu
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menyebut perlu adanya pembatasan uang masuk kepada calon kepala daerah untuk menyehatkan kontestasi Pilkada serentak 2020.
Ray mengatakan, saat ini tidak perlu lagi meributkan uang yang dikeluarkan calon kepala daerah untuk membeli suara pemilih, dengan harga Rp 20 ribu sampai Rp 50 ribu per orang.
"Sekarang yang perlu dipelototin bukan uang keluar, tapi yang masuk. Seberapa besar calon menerima uang, dari siapa saja, keperluannya apa saja," kata Ray dalam diskusi secara virtual, Jakarta, Senin (20/7/2020).
Baca: Kapolri Janjikan Reward bagi Anggotanya yang Bekerja Baik di Gakkumdu Pilkada
"Kalau berani distop atau dikunci uang masuknya, tentu dia akan kesulitan mengeluarkan uang," sambung Ray.
Menurutnya, politik uang menang kerap terjadi saat akan berlangsung Pilkada, bahkan ada calon kepala daerah yang berani mengeluatkan uang Rp 1 miliar untuk membeli perahu untuk menggaet suara.
"Ini menurut saya perlu diperhatikan penyelenggara pemilu," ucap Ray.
Oleh sebab itu, kata Ray, uang yang dikeluarkan calon kepala daerah perlu dicek secara seksama, apalagi berdasarkan catatan terdapat peningkatan pengeluran izin eksplorasi sumber daya alam dari calon petahana jelang Pilkada.
"Apa maksudnya, kenapa setiap momen Pilmada izin-izin itu banyak dikeluarkan kepala daerah, khususnya petahana. Jadi ini perlu diperkuat lagi, kalau dikunci uang masuknha, uang keluarnya akan seret," papar Ray.