Sederet Alasan Pilkada 2020 Tak Ditunda, Pakar Nilai Ada Kepentingan Petahana hingga Mahar Politik
Pakar otonomi daerah Djohermansyah Djohan memberi sederet alasan mengapa Pilkada 2020 tetap diselenggarakan di tengah pandemi.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Pakar otonomi daerah Djohermansyah Djohan membeberkan sederet alasan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 tetap digelar.
Ia berpendapat, ada lima alasan Pilkada 2020 tetap diselenggarakan meski menghadapi pandemi Covid-19.
Hal itu ia sampaikan dalam acara Sarasehan Kebangsaan ke-33 yang digelar Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju secara daring, Kamis (24/9/2020).
Pertama, adanya kepentingan kepala daerah yang sedang mencalonkan diri kembali di pilkada tahun ini.
"Ada kepentingan dari petahana. Petahana dalam praktiknya berusaha supaya saat dia masih menjabat, digelar pilkada," ujar Djohermansyah, dikutip dari Kompas.com.
Baca: PSI: Harus Ada Sanksi Tegas Bagi Pelanggar Protokol Kesehatan Saat Pilkada
Adapun dari 270 daerah yang menggelar pilkada, lebih dari 200 daerah diikuti oleh petahana.
Djohermansyah menambahkan, boleh jadi para petahana tersebut yakin lebih mudah memenangkan pilkada di masa seperti sekarang ini.
Oleh sebab itu, petahana melaksanakan lobi-lobi ke pemangku kebijakan.
Termasuk partai politik, agar pilkada tidak ditunda lebih lama lagi.
"Saya memperkirakan memang petahana melakukan lobi-lobi, berbagai macam upaya kepada para pembuat kebijakan."
"Termasuk parpol agar jangan tunda lama-lama supaya mereka masih dalam jabatan," kata Djohermansyah.
Baca: Pentingkan Keselamatan Rakyat, DPD RI Minta Pilkada Serentak 2020 Ditunda hingga Tahun Depan
Kedua, kepentingan partai politik diyakini jadi penyebab Pilkada 2020 akhirnya tetap dilaksanakan.
Djohermansyah menyebut, praktik mahar politik sudah menjadi rahasia umum dalam pelaksanaan pesta demokrasi.
Hal inilah yang membuat partai politik akhirnya tetap ngotot Pilkada 2020 tetap dilaksanakan.
"Saya menduga parpol sebetulnya yang ribut di publik. Itu dugaan menerima uang mahar dari para calon supaya dapat kendaraan dari parpol pengusung."
"Kemungkinan itu ada kaitan dengan uang mahar yang diterima. Jadi, jangan tunda lama-lama, kita (parpol) sudah komitmen," tambahnya.
Baca: KPU Larang Konser Musik, Perlombaan dan Kegiatan Olahraga Saat Kampanye Pilkada
Ketiga, Djohermansyah menduga kuat pengambil kebijakan tentang pilkada mempunyai jagoan.
Sehingga pada akhirnya pilkada tetap berlanjut meskipun di tengah wabah Covid-19.
Sebab, bila pilkada ditunda, maka kemenangan jagoan pemangku kebijakan itu akan semakin kecil.
Keempat, Djohermansyah mengatakan, tidak menutup kemungkinan peran pengusaha di dalam keputusan dilanjutkannya pilkada.
"Ada political economy, pebisnis yang ekonominya tidak bergerak, ada ruang-ruang untuk mencari duit pilkada yang bisa dimainkan."
Baca: Pilkada 2020 Harus Tetap Digelar Demi Stabilitas Pemerintahan Daerah
"Ada APBN, APBD yang dikucurkan dalam penyelenggaraan pilkada dan ada dana-dana pasangan calon sendiri," kata dia.
Terakhir, Djohermansyah menyebut, banyak pula masyarakat yang mendorong supaya pilkada tetap dilangsungkan.
Masyarakat yang masuk ke kategori ini, kerap kali menjadikan arena pilkada sebagai ajang untuk mendapatkan sembako dan uang tunai.
"Inilah faktor-faktor yang menurut hemat kami menjadi penyebab tidak ditundanya Pilkada ke 2021," tuturnya.
Baca: Muhammadiyah Bakal Gugat Pemerintah Jika Pilkada Jadi Klaster Covid-19
Sebelumnya, gelaran Pilkada 2020 menuai polemik lantaran tetap diselenggarakan di masa pandemi.
Pilkada 2020 rencananya akan digelar pada 23 September 2020.
Namun penyelenggaraannya ditunda akibat adanya pandemi Covid-19 dan akhirnya diputuskan kembali untuk digelar pada 9 Desember 2020.
Setelah jumlah kasus Covid-19 di Tanah Air tidak kunjung reda, desakan ditundanya Pilkada 2020 pun kembali muncul.
Berbagai organisasi dan lembaga beramai-ramai meminta Pilkada 2020 sebaiknya ditunda untuk menekan angka penyebaran Covid-19.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Deti Mega Purnamasari)