Kans Jokowi Gandeng Maruf Amin di Pilpres 2019
pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai sosok cawapres menjadi faktor kunci penentu kemenangan pada kontestasi pilpres 2019 nanti
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasangan bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden telah ditentukan oleh dua kubu dan telah didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum.
Baik di kubu Jokowi maupun di Kubu Prabowo, keduanya sama-sama memiliki dinamika yang menarik untuk disimak, terutama pemilihan sosok bakal calon wakil presiden.
Baca: Tim Pemenangan Jokowi-Maruf Amin Berjumlah 112 Orang
Melihat dinamika yang terjadi, pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai sosok cawapres menjadi faktor kunci penentu kemenangan pada kontestasi pilpres 2019 nanti.
Mengenai sosok Maruf Amin menurut Pangi.
"Ma’ruf Amin sebetulnya bukan lah nama baru dipentas politik nasional, beliau adalah tokoh sentral MUI dan NU dan sangat berpengaruh," ujar Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu dalam keterangannya, Sabtu (18/8/2018).
Setidaknya, kata Pangi, ada beberapa kelebihan beliau yang membuat Jokowi jatuh hati pada nama ini.
Pertama; non partisan, beliau bukan lah kader salah satu partai koalisi pengusung Jokowi, tingkat penerimaan (akseptabel) anggota koalisi cukup tinggi dan solid, sementara itu resistensi partai koalisi rendah.
Kedua; menjawab isu SARA. Menurut Pangi, tidak diragukan lagi sosok Ma’ruf Amin adalah Ulama kharismatik yang disegani dikalangan NU dan saat ini beliau masih menjabat sebagai Ketua MUI, sebuah lembaga tempat bernaungnya para ulama dari pelbagai macam organisasi dari seluruh pelosok Indonesia.
"Selain itu, beliau juga menjadi salah satu aktor sentral di balik keluarnya fatwa MUI tentang penistaan agama yang dilakukan Ahok yang berujung pada gelombang aksi 212 umat Islam," kata Pangi.
Dengan demikian, Pangi menilai Ma'ruf memainkan peran meng-counter isu politik entitas agama yang di-alamatkan ke Jokowi terkait ketidakberpihakan pada umat Islam, kriminalisasi terhadap ulama dan berbagai macam isu SARA lainnya.
Ketiga; ulama ahli ekonomi. Pangi menilai selain ulama Ma’ruf Amin juga punya kapasitas yang mumpuni dalam bidang ekonomi, terutama ekonomi syariah.
Kemampuan dan kapasitas beliau dalam bidang ekonomi kerakyatan, tentu menjadi salah satu poin penting untuk menjawab persoalan terkini bangsa Indonesia yang sedang bergelut dengan persoalan ekonomi liberal.
Keempat; dukungan basis massa NU. Menurut Pangi, sebagai tokoh senior NU, dicalonkannya Ma’ruf tentu sangat mempertimbangkan peran sentralnya diorganisasi terbesar umat Islam ini.
"Dukungan dari basis massa grassroot NU, akan berdampak signifikan terhadap insentif elektoral mendongkrak elektabilitas Jokowi," ucap Pangi.
"Bukan hanya dukungan elektoral namun juga berdampak pada posisi sentimen dan citra politik yang selama ini terkesan negatif terhadap Jokowi, terutama bersentuhan dengan isu sintimen umat Islam dan ulama," kata Pangi menambahkan.
Kelima; Ma'ruf Amin digandeng Jokowi bagian strategi mengunci PKB agar tidak banting stir meninggalkan koalisi Jokowi.
"Ketika Mahfud MD yang dipilih Jokowi, kita hakul yakin PKB bakal hengkang dan berpotensi menghidupkan poros ketiga, hal tersebut tentu ditakuti Jokowi," kata Pangi.
Baca: Perampok Bersenjata Api Nekat Beraksi di Siang Hari, Satroni Rumah di Matraman
Pangi menilai Ma'ruf Amin adalah pilihan parpol koalisi, sementara Mafud MD adalah pilihan Jokowi.
Parpol koalisi tak setuju dengan Mahfud karena punya potensi menjadi matahari terang di pilpres 2024. Namun tetap rumusnya parpol punya bergaining position tinggi menentukan cawapres ketimbang Jokowi.
Untuk pasangan Jokowi-Ma'ruf ada beberapa kelemahan. Pertama; resistensi cukup tinggi baik dari pendukung Mahfud MD maupun Ahok.
Namun, Pangi menilai ada kelemahan juga dari pemilihan Maruf Amin sebagai bakal calon wakil presiden.
Pangi menilai, dicoretnya nama Mahfud tentu menyisakan “luka dalam” di kalangan pendukung yang berujung pada kekecewaan dan menurunnya loyalitas dalam memperjuangkan pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin
Hal yang sama juga terjadi pada elemen pendukung Ahok. Pangi mengatakan nama Ma’ruf Amin tentu bukan nama baru dalam pergulatan politik Ahok di DKI Jakarta yang berujung pada “jeruji besi” dalam pusaran kasus Al-Maidah, fatwa fenomenal MUI yang mem-vonis Ahok sebagai penista Agama.
"Kekecewaan ini harus dikelola dengan baik untuk memantapkan kembali sehingga tetap memilih Jokowi (strong voter) dan tidak mengalihkan dukungan pada kandidat lain serta tidak golput," kata Pangi.
Kedua; memainkan politik identitas. Pangi mengatakan isu politik identidas sebelumnya selalu dialamatkan kepada koalisi PKS dan Gerindra.
"Namun, keputusan Jokowi memilih Ma’ruf Amin untuk membendung (counter) gelombang politik identitas ini justru Jokowi sedikit terjebak pada posisi yang kurang menguntungkan," tuturnya.
Poros Jokowi, ucap Pangi, akan mendapat tuduhan baru, menjadikan politik identitas sebagai tameng dan memanfaatkan ghirah populisme Islam dalam tanda petik hanya sebagai upaya mendulang suara pemilih kanan sehingga Jokowi berpotensi kembali dilirik suara umat.
Argumen dan narasi yang sebelumnya dibagun terkait Agama, Ulama yang harus dijauhkan dari politik.
Pangi menjelaskan, pernyataan Presiden Jokowi bahwa agama dan politik harus dipisahkan, justru kini menjadi strategi jualan politik bakal calon petahana.
Ketiga, keterbatasan fisik (usia). Pangi menilai di usianya yang sudah mulai sepuh, Ma’ruf Amin tentu punya keterbatasan ruang gerak mobilisasi dan adaptasi terhadap tantangan politik.
"Jadwal kampanye yang padat dan luasnya wilayah akan dikunjungi (blusukan) menyulitkan beliau dalam melalui masa kampanye yang panjang dan melelahkan," tutur Pangi.
Di sisi lain, kata Pangi, beliau juga akan kesulitan menyesuaikan diri dengan pemilih melenial. Jokowi harus habis-habisan mengantikan posisi dan peran tersebut dalam rangka merebut dan memenangkan hati kaum melenial.
Keempat; dukungan yang tidak sepenuhnya dari NU. Pangi mengatakan sebagai ormas terbesar di Indonesia pada hakikatnya bukan lah sesuatu yang tunggal, di dalamnya terdapat banyak elemen dan kepentingan.
Di kalangan NU sendiri dikenal sebutan NU Struktural dan NU Kultural, kedua segmen ini butuh pendekatan dan sentuhan berbeda (finishing touch).
Baca: Meski Sakit Perut, Joni Mengaku Nekat Panjat Tiang Bendera Usai Dengar Suara Pria Ini Saat Tidur
Fakta politik, menurut Pangi, menunjukkan NU Kultural dan NU Struktural bukanlah entitas politik yang dengan mudah dimobilisasi untuk mendukung atau tidak terhadap kandidat tertentu.
NU, kata Pangi, juga tidak mudah dikapitalisasi rumah atau milik satu partai tertentu, namun kader NU milik dan ada di semua partai politik.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.