Kubu Prabowo-Sandiaga Bentuk Satgas untuk Antisipasi Terjadinya Kecurangan Pemilu 2019
Guna mengantisipasi terjadi kecurangan selama tahapan Pemilu 2019, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno membentuk satgas.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guna mengantisipasi terjadi kecurangan selama tahapan Pemilu 2019, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno membentuk satuan tugas (satgas).
Ketua Satgas Jakarta Raya, Chandra Negara, mengatakan pesta demokrasi rakyat berpotensi terjadi kecurangan yang massif, terorganisir, dan terstruktur.
Potensi kecurangan, kata dia, dimulai dari penyusunan daftar pemilih tetap (DPT).
Baca: Jokowi-Maruf Diingatkan Jangan Terninabobokan Hasil Survei
Menurut dia, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) tak membuka data pemilih dengan alasan yang tidak jelas dan menabrak Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Lalu indikasi selanjutnya, memasukan penderita gangguan kejiwaan masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT), penggelembungan KTP-el dan blanko KTP-el, dan sistem informasi dan teknologi (IT) yang memiliki kecenderungan memanipulasi suara yang masuk.
Baca: Ditjen PAS Tegaskan Robert Tantular Dipidana Kasus Perbankan dan Pencucian Uang Bukan Korupsi
"Antisipasi kecurangan Pemilu 2019 adalah, memeriksa DPT dan mengenali pemilih di TPS masing-masing," kata dia, Jumat (21/12/2018).
Dia menjelaskan, upaya mengantisipasi kecurangan dilakukan mulai dari pengawasan dari tempat pemungutan suara (TPS) sampai ke KPU RI.
Adapun langkah-langkahnya, kata dia, memastikan DPT sesuai nama dan tempat tinggal serta mengenali DPT tak berdomisili di lingkungan, tetapi mencoblos di TPS lingkungan masing-masing.
Baca: Ketika Istri Sejumlah Pimpinan BUMN Jadi Model Fashion Show Saat Perayaan Hari Ibu
Serta melaporkan kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD)/Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu)/Kelurahan/RW/RT di lingkungan tempat tinggal.
Selain itu, menurut dia, selama pengawasan diperlukan peralatan mumpuni.
Dia mencontohkan, di daerah yang tak terjangkau oleh signal internet harus dilengkapi dengan telepon satelit.
"Setelah proses penghitungan suara di TPS para saksi langsung foto kertas Plano dan form C-1. Melakukan pengawasan penghitungan ulang di kelurahan dan atau di kecamatan," kata dia.
Terakhir, dia mendesak, KPU RI mengeluarkan peraturan bagi lembaga survey membuat Quick Count atau metode menghitung cepat dan Exit Poll. Rencananya, Quick Count dan Exit Poll akan dilaksanakan di Pilpres 2019.
"Kami menduga sebagai penggiringan opini publik yang mempengaruhi hasil Real Count dan kami meragukan independensi lembaga survey yang melakukan Quick Count dan Exit Poll," katanya.