Kisah Agum Gumelar Dapat Tugas dari Beny Moerdani Selidiki Mayjen Polisi yang Dicurigai Terlibat PKI
Ia menceritakan pengalamannya saat ditugasi atasannya waktu itu, Komandan Satgas Intel Kopkamtib Brigjen TNI Beny Moerdani.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Danjen Kopassus Jenderal (purn) TNI Agum Gumelar menceritakan kisahnya saat masih berpangkat kapten dan bertugas di satuan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) pada tahun 1974.
Ia menceritakan pengalamannya saat ditugasi atasannya waktu itu, Komandan Satgas Intel Kopkamtib Brigjen TNI Beny Moerdani untuk menyelidiki seorang Mayor Jenderal Polisi yang dicurigai terlibat G 30 S PKI dan seorang komunis.
Ia menceritakan hal tersebut di depan ratusan warga Kompleks Cijantung, Jakarta Timur yang mengatasnamakan dirinya Putra Putri Cijantung di Restoran Rumpun Bambu, Jakarta Timur, Selasa (5/2/2019).
Ratusan warga kompleks Cijantung tersebut berkumpul untuk mendeklarasikan dukungannya kepada paslon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin
Agum menuturkan ketika itu dirinya yang masih berpangkat kapten dipanggil Beny Moerdani ke rumahnya sekira pukul 22.00 WIB.
Baca: Bangkai Lumba-Lumba Terdampar di Pantai Kuta, Penyebab Kematiannya MIsterius
"Gum sini, Gum. Gum aku kasih misi sama kau. Coba kau dalami. Ada seorang Mayor Jenderal Polisi. Saya tidak usah sebut namanya. Coba kau selidiki dia. Dalami dia. Apa dia terlibat G 30 S PKI atau tidak. Apakah dia PKI atau bukan," kata Agum menirukan perkataan Beny malam itu.
Ia pun menerima apa yang ditugaskan atasannya tersebut.
Setelah menerima tugas tersebut, Beny Moerdani kemudian bertanya kepadanya.
"Gum, apa yang di benak kamu setelah kamu dapat perintah seperti itu?" kata Agum menirukan pertanyaan Beny.
Ia pun menjawab akan menganlisa tugasnya terlebih dulu.
Namun, Beny tampak kurang puas dengan jawavan Agum dan menanyakan jawaban lainnya.
Baca: Ramalan Zodiak Rabu 6 Februari 2019: Libra Dapat Tambahan Penghasilan, Pengeluaran Pisces Membengkak
"Waktu itu saya bilang begini. Dalam menjalankan tugas ini, misi ini, kriteria keberhasilan saya adalah apabila saya bisa membuktikan apakah dia terlibat, apakah dia PKI apa bukan? Jadi dibenak saya tidak ada arahan supaya dia merah. Keberhasilan tugas saya adalah jika saya bisa membuktikan apabila merah dengan segala buktinya atau dia putih. Pak Benny tepuk bahu saya," kata Agum menirukan ucapannya pada malam itu.
Benny pun puas dengan jawaban Agum ketika itu.
Singkat cerita ia pun telah menyelesaikan tugasnya dan membuat laporan khusus.
Ia menghadap Beny Moerdani di rumahnya kemudian secara lisan ia menyampaikan bahwa ia tidak mendapat bukti sama sekali yang menyatakan Mayjen Polisi tersebut seorang PKI dan terlibat G 30 S PKI.
"Selama tiga bulan saya selidiki mendalam. Saya dalami betul. Saya tidak mendapatkan bukti dia terlibat G 30 S PKI. Saya tidak mendapat bukti bahwa dia anggota Komunis. Yang saya dapatkan adalah dia pendukung Soekarno," kata Agum mengulang perkataannya kepada Beny.
Beny pun berterimakasih kepada Agum.
Baca: Foto Pilu Anjing Pesepakbola Emiliano Sala, Tetap Menunggu Meski Tuannya Tewas Kecelakaan Pesawat
Namun, Agum merasa kurang puas dan melaporkan perkembangan situasi di lapangan ketika itu.
"Tapi begini Pak, saya terpaksa harus lapor sama Pak Beny. Ini di lapangan ada persepsi keliru pada pejabat kita yang mengidentikan bahwa Soekarnois identik dengan PKI. Itu bahaya, Pak. Itu keliru besar," kata Agum mengulangi perkataannya kepada Beny.
Beny kemudian tertawa dan berseloroh Agum harus menangkapnya jika memang seperti itu keadannya.
"Iya Pak, saya harus tangkap Bapak. Tapi ini bahaya kalau ini terus jadi pedoman kita," jawab Agum.
Ia pun mengatakan, saat itu Beny mengatakan akan meluruskan hal tersebut dengan memanggil semua jajarannya.
Dia akhir cerita, Agum pun memberi makna terhadap cerita itu.
Baca: Agum Gumelar: Kalau Tidak Suka Pemerintah Jangan Dukung Gerakan Radikal
"Jadi artinya apa saudara-saudara sekalian. Detik ini jangan ada dipikiran rakyat Indonesia, Soekarnois identik dengan PKI. Tidak. Soekarnois adalah Soekarnois, PKI adalah PKI," kata Agum disambut tepuk tangan hadirin.
Ia mengatakan, jika persepsi itu terus ada maka akan timbul perpecahan.
"Sekarang sudah terjadi rekonsilisasi secara alami. Sudah tidak ada lagi anak komunis, cucu komunis. Mereka sudah bebas dan bisa bekerja di mana saja," kata Agum.
Ia pun mewanti-wanti para hadirin.
"Yang kita inginkan adalah jangan dengan payung rekonsiliasi kemudian ada keinginan untuk bangkit kembali. Itu yang harus kita cegah. Itu yang harus kita waspadai," kata Agum.
Menurutnya, tugasnya dan para hadirin yang ada di tempat itu adalah untuk terus mengingatkan.
"Tugas kita adalah mengingatkan mereka. Sadarlah. Mungkin bukan pahamnya yang tidak bagus, tapi dua kali dicoba di Indonesia gagal. Ini membuktikan bahwa bumi kita ini (Indonesia) nggak cocok," kata Agum.
Ia pun menegaskan jika persepsi tersebut terus ada, maka ia dan para hadirin akan mewariskan sesuatu yang tidak sehat kepada anak cucu.
"Jadi kalau kita terus, (mengatakan) mereka ingin bangkit kembali, yang satunya juga terus menantang. Kalau begini terus, maka kita mewariskan sesuatu yang tidak sehat buat anak cucu kita. Mari kita bersatu menyongsong masa depan bangsa dengan pedoman tentunya Pancasila dan NKRI," kata Agum disambut tepuk tangan hadirin.