PDIP: Diplomasi 'Hard-Power' Ala Prabowo Sudah Ketinggalan Zaman
Charles honoris: capres nomor urut 02 Prabowo Subianto mengedepankan hard power dan militerisme
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan, Charles Honoris menyebut dari debat capres keempat, publik menangkap dua calon pemimpin memiliki dua pendekatan yang berbeda soal hubungan internasional.
Ia menilai, capres nomor urut 01 Joko Widodo mengedepankan diplomasi dan multilateralisme, sedangkan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto mengedepankan hard power dan militerisme.
"Pendekatan diplomasi hard power ini sudah ketinggalan zaman," ujar Charles, dalam keterangannya, Minggu (31/3/2019).
Charles mengaku sedih dan kecewa lantaran Prabowo tidak percaya pada kemampuan bangsa Indonesia sendiri. Pernyataan itu merujuk pada ucapan Prabowo yang menyebut Indonesia dianggap 'nice guy' dalam diplomasi.
"Padahal faktanya kita sangat dihormati dalam pergaulan internasional, karena seperti kata Presiden Jokowi bahwa RI memainkan peran sebagai negara mayoritas muslim terbesar di dunia. Misalnya, peran RI yang terus konsisten memperjuangkan kemerdekaan dan membantu rakyat Palestina, dan juga peran RI dalam meredakan konflik di Rakhine State, Myanmar, sebagaimana diminta oleh PBB," kata dia.
Baca: Detik-detik Percakapan Terakhir Pilot Ethiopian Airlines, Pesawat itu Jatuh Enam Menit Mengangkasa
Selain itu, anggota Komisi I DPR RI itu juga menyoroti pencapaian mengagumkan Jokowi dalam diplomasi ekonomi. Ia menilai mantan Gubernur DKI Jakarta itu mampu memberi kontribusi bagi perekonomian negara.
"Misalnya ekspor 250 kereta api oleh PT INKA ke Bangladesh dengan nilai kontrak sekitar 100,9 juta dolar AS dan berikutnya Filipina yang sudah meneken kontrak sebesar 52,8 juta dolar AS. Belum lagi ekspor bus yang juga mulai dilakukan ke negara tetangga," jelasnya.
Keberhasilan lain dari Jokowi dalam diplomasi internasional, lanjutnya, juga dibuktikan dengan kembali terpilihnya RI menjadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB.
"Ini merupakan salah satu bentuk pengakuan internasional terhadap peran dan kontribusi diplomasi Indonesia di era Presiden Jokowi," tutur Charles.