Hashim: Kalau Ada DPT Palsu dan Tidak Dihapus KPU, Konsekuensinya Pidana
"Jangan sampai hasil Pemilu atau Pilpres sampai di tingkat kabupaten, nanti dipersoalkan. Saya kira cukup hangat dan memanas," ujar Hashim.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengingatkan bahwa Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat dijerat pidana penjara jika tidak menindaklanjuti temuan pihaknya mengenai 17,5 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) janggal.
"Kalau ada data yang jelas palsu dan tidak dihapus KPU, konsekuensi bagi pejabat KPU dan terkait cukup keras, bisa pidana," ujar Direktur Komunikasi dan Media BPN Hashim Djojohadikusumo di konferensi pers yang digelar di Grand Ballroom Ayana Hotel, Jakarta Pusat, Senin (1/4/2019).
Diketahui, tim IT BPN menemukan sejumlah 17,5 juta DPT Pemilu 2019 janggal.
Beberapa temuan antara lain ada 9,8 juta nama yang memiliki tanggal lahir sama, ada nama dalam DPT yang terbukti tidak memiliki KTP elektronik, bahkan ada nama dalam DPT yang memiliki NIK sama.
Hashim menyarankan, lebih baik KPU merevisi DPT janggal tersebut pada sisa masa waktu sebelum pencoblosan 17 April 2019. Sebab, jika pencoblosan masih menggunakan DPT bermasalah, maka itu akan menimbulkan potensi protes pada saat rekapitulasi.
"Jangan sampai hasil Pemilu atau Pilpres sampai di tingkat kabupaten, nanti dipersoalkan. Saya kira cukup hangat dan memanas," ujar Hashim.
Tim IT BPN Agus Maksun menambahkan, ancaman jerat hukum bagi pejabat KPU yang membiarkan DPT bermasalah termaktub dalam Pasal 512 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Bunyi pasal itu, yakni "Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/ Kota, PPK, PPS, dan atau PPLN yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/ Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/ Desa dan atau Panwaslu LN di dalam melakukan pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara hasil perbaikan, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, daftar pemilih tambahan, daftar pemilih khusus dan atau rekapitulasi daftar pemilih tetap yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta".
Baca: Hashim Sebut Pembagian Kursi Menteri Jika Prabowo Menang Telah Dibahas
Agus mengatakan, temuan pihaknya itu sudah dilaporkan ke Bawaslu sehingga temuannya termasuk dalam kategori temuan Bawaslu yang harus ditindaklanjuti KPU.
"Karena ini sudah kami terlanjur melaporkan ke Bawaslu, maka ini menjadi sebuah temuan Bawaslu juga. Jika nanti, misalnya (DPT) harus dicoret, tapi tetap ada, itu bisa menjadi persoalan hukum terhadap KPU," ujar Agus.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hashim: Kalau Ada DPT Palsu dan Tidak Dihapus KPU, Konsekuensinya Pidana..."
Penulis : Fabian Januarius Kuwado