Hasil Survei Pilpres Terbaru: 7 Lembaga Survei Menangkan Jokowi, 4 Lembaga Unggulkan Prabowo
Hari pencoblosan tinggal 7 hari. Sejumlah lembaga survei kembali merilis temuan mereka tentang elektabilitas kedua capres: Jokowi dan Prabowo.
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari pencoblosan tinggal 7 hari. Sejumlah lembaga survei kembali merilis temuan mereka tentang elektabilitas kedua capres: Jokowi dan Prabowo.
Jika Voxpol Center Research and Consulting merilis hasil survei elektabilitas pada H-8 pelaksanaan Pilpres 2019 dengan hasil pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin unggul tipis 5,5% dibanding Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, hari ini, Rabu (10/4/2019) giliran Lembaga survei Indomatrik.
Jika ditotal, setidaknya ada 11 Lembaga Survei yang mengeluarkan temuan mereka terkait elektabilitas masing-masing capres-cawapres. Tujuh di antaranya (Voxpol, Lembaga Indikator Politik, LSI Denny JA, Indobarometer, Polmatrix, Survei Indodata, dan Roy Morgan) mengunggulkan Jokowi-Maruf, dan 4 sisanya (Puskaptis, Indomatrik, Internal BPN, dan Survei Precision Public Policy Polling atau PPPP) memenangkan Prabowo-Sandiaga.
Baca: Indodata dan Puskaptis Keluarkan Survei Terbaru Jokowi Vs Prabowo, Hasilnya Bertolak Belakang
Indomatrik
Hasil survei Indomatrik menunjukkan elektabilitas pasangan calon (paslon) nomor 02, Prabowo-Sandi justru unggul dari pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.
"Berdasarkan data hasil survei, pasangan Prabowo-Sandi mendapatkan simpati publik sebesar 51,07 persen, sedangkan pasangan Joko W-Ma'ruf A 43,92 persen," kata Direktur Riset Lembaga Survei Indomatrik, Syahruddin Ys di Hotel Ibis Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (10/4/2019).
"Sementara mereka yang belum menentukan atau swing voter tapi akan berpartisipasi dalam pilpres sekitar 5,01 persen. Dengan demikian perbedaan tingkat elektabilitas sekitar 7,15 persen," imbuhnya.
Syahruddin memaparkan alasan masyarakat memilih kedua pasang capres-cawapres.
Mereka yang memilih Prabowo-Sandi, beralasan karena paslon 02 itu terlihat lebih tegas dan berwibawa.
Selain itu, masyarakat menginginkan adanya perubahan dan memiliki pemimpin yang inovatif untuk memperbaiki kondisi ekonomi.
Sementara, Jokowi dinilai tidak menepati janji kampanye pilpres 2014.
"Elektabilitas Prabowo-Sandi bertengger di angka 51,07 persen ini disebabkan dari beberapa alasan yang diungkap masyarakat Indonesia, di antaranya alasan menginginkan perubahan, menginginkan presiden baru, mampu memperbaiki ekonomi, mampu membawa Indonesia lebih baik ke depan, dan figur Prabowo-Sandi yang dipandang berkarakter tegas dan berwibawa," paparnya.
Baca: Di Acara ILC TVOne, Effendi Gazali: Siapa Yang Percaya Lembaga Survei? Enggak Ada?
"Kurun 4,5 tahun banyak yang anggap rendahnya kinerja Jokowi dan janji-janjinya dan banyaknya koalisi yang tertangkap tangan itulah yang buat menurun," sambungnya.
Syahruddin menuturkan Jokowi-Ma'ruf Amin mengalami penurunan elektabilitas dari survei bulan Desember 2018 dengan 47,97 persen menjadi 43,92 persen.
Sebaliknya, Prabowo-Sandi, kata dia, menunjukkan tren positif dari bulan Desember sebesar 44,04 persen menjadi 51,07 persen.
"Ada kenaikan sudah saya sebutkan setelah melihat agenda kampanye mereka sudah melihat dan menilai ada tren yang turun dan naik. Yang turun adalah Jokowi-Ma'ruf sedangkan Prabowo-Sandi kecenderungan semakin meningkat terus," pungkasnya.
Survei Indomatrik ini dilakukan pada 24-31 Maret dengan jumlah responden sebanyak 2.100 yang tersebar di 34 provinsi.
Indodata vs Puskaptis
Sembilan hari jelang pencoblosan, lembaga survei Indodata dan Puskaptis merilis hasil survei terbaru terkait elektabilitas pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di Pilpres 2019.
Hasilnya cukup mengejutkan, karena apa yang ditemukan kedua lembaga tersebut justru bertolak belakang. Puskaptis menyatakan, pasangan Prabowo-Sandiaga unggul dan menguasai perolehan suara di lima provinsi di Pulau Jawa.
Sementara Indodata menyebut, dari hasil survei yang dilakukan pada 24 Maret-7 April 2019 terhadap 1.200 responden menunjukan Paslon nomor urut 01, Jokowi - Maruf masih unggul 54,8 persen.
Paslon nomor urut 02, Prabowo-Sandiaga dengan 32,5 persen. Sedangkan, sebanyak 12,7 persen tidak menjawab/tidak tahu.
Berikut paparan dari lembaga survei tersebut yang dirangkum Tribunnews.com.
Survei Indodata
Direktur Eksekutif Indodata, Danis T Saputra mengatakan, hasil yang mereka dapatkan bahwa Jokowi-Amin masih unggul itu tercermin dari pertanyaan survei yang dilakukan secara door to door.
Baca: Cerita Istri Korban Tenggelam Kali Sunter : Jalannya Sempoyongan saat Meniti Pipa
"Kami menanyakan Bapak/Ibu jika Pilpres dilakukan hari ini, siapa yang akan dipilih?" kata Danis dalam rilis di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (8/4/2019).
"Hasilnya menunjukan pasangan Jokowi-Ma'ruf 54,8 persen. Prabowo Sandi 32,5 persen. Sedangkan sisanya menjawab tidak tahu atau tidak menjawab," tambahnya.
Danis lalu menjabarkan jika pemilih yang tidak menjawab atau tidak tahu dihilangkan dalam survei. Hasilnya masih menunjukan bahwa Paslon 01 masih unggul dari Paslon 02.
"Jika ini tidak dihitung tanpa pilih yang tidak tahu atau tidak menjawab kita hilangkan lalu kita kadikan itu 100 persen maka Prabowo-Sandi 37,2 persen sedangkan Jokowi-Maruf 62,8 persen," ungkap Danis.
Selain itu, ia juga menyebut, dalam survei juga menanyakan alasan kenapa Bapak/Ibu memilih calon presiden dan calon wakil presiden?
"Sebagian besar mengatakan capres/cawapres memiliki kinerja yg baik, sesuai dengan keyakinan, merakyat, kharismatik dan lain-lain," tambahnya.
Diketahui, survei yang dilakukan pada 24 Maret-7 April 2019 terhadap 1.200 responden.
Margine of error kurang lebih 2,83 persen. Dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Survei Puskaptis: Prabowo unggul
Lembaga survei Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) merilis hasil survei elektabilitas calon presiden dan wakil presiden 2019.
Puskaptis memaparkan, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno unggul tipis yakni 47,59 persen sementara dari Jokowi - Maaruf Amin 45,37 persen.
Ia mengatakan elektabilitas Prabowo-Sandiaga yang unggul dari Jokowi-Maaruf, diungkap publik dengan berbagai alasan diantaranya menginginkan perubahan dan presiden baru.
"Sosok keduanya dipandang mampu memperbaiki kondisi ekonomi saat ini serta memiliki karakter tegas dan berwibawa.
Meski demikian, dari hasil survei yang sama menunjukan bahwa 50 persen masyarakat puas terhadap citra kepemimpinan Jokowi.
"Perbedaan tingkat elektabilitas yang ketat ini dapat disimpulkan kedua pasangan punya peluang yang sama dalam memenangkan pertarungan. Namun dengan dengan keunggulan 2,14 persen, Prabowo-Sandiaga, berpeluang besar menangkan pertarungan di 17 April 2019," ucap Husin.
Survei dilakukan pada 26 Maret - 2 April 2019, yang diklaim dilakukan secara proporsional di 34 provinsi, dengan jumlah responden sebanyak 2.100 berusia 17 tahun atau di atasnya dan telah menikah, serta tersebar baik di pedesaan maupun di perkotaan.
Survei dilakukan dengan Metode Multistage Random Sampling dan margin error kurang lebih 2,4 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Harus bisa dipertanggungjawabkan
Mahkamah Konstitusi (MK) sedang menguji materi pasal soal hitung cepat atau 'quick count' yang tercantum di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, mengatakan penggunaan metode 'quick count' dibutuhkan pada saat penyelenggaraan Pemilu di tanah air.
Namun, dia meminta, agar penggunaan metode itu dapat dipertanggungjawabkan. Dia menegaskan, lembaga survei selaku penyelenggara 'quick count' mempunyai tanggungjawab moral terhadap masyarakat.
"Harus dipertanggungjawabkan secara moral," kata Siti Zuhro, dalam sesi diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (10/4/2019).
Menurut dia, lembaga survei dituntut menyampaikan informasi secara akurat kepada masyarakat. Hal ini, kata dia, harus dilakukan di tengah kondisi masyarakat yang sedang terbelah karena adanya Pilpres 2019.
Sehingga, jangan sampai lembaga survei menimbulkan kesan mempunyai konflik kepentingan dengan salah satu pasangan calon presiden-calon wakil presiden.
"Ini harus dipertimbangkan. Pemilu diselenggarakan saat masyarakat mengalami keterbelahan sosial, saling tidak percaya yang tinggi. Survei belakangan berganti profesi," kata dia.
Apabila lembaga survei menampilkan hasil hanya untuk membentuk opini di masyarakat ataupun sesuai dengan pesanan salah satu pasangan capres-cawapres, maka kredibilitas lembaga itu akan dipertaruhkan.
(Tribunnews.com/Glery/Chaerul Umam/Seno/Fransiskus A)