Milenial Kunci Golput agar Surut
KPU mencatat pemilih yang memutuskan tidak memilih alias masuk golongan putih (golput), pada Pilpres 2014 hampir 30%.
Merasa yakin masuk kategori milenial? Tunggu dulu. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, milenial adalah mereka yang berusia 20 tahun-34 tahun.
BPS mencatat jumlah milenial mencapai 24%, atau sekitar 63,7 juta jiwa dari total penduduk Indonesia yang mencapai 268 juta jiwa. Ya, hampir seperempat penduduk di Indonesia adalah kelompok milenial.
Makanya, generasi milenial memegang kunci dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Di sisi lain Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat, pemilih berusia 17 tahun-35 tahun jumlahnya mencapai 70 juta jiwa-80 juta jiwa, dari sekitar 193 juta jiwa pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Artinya, jumlah mereka mencapai 35%-40% dari pemilih dan memiliki pengaruh besar terhadap hasil Pemilu.
KPU mencatat pemilih yang memutuskan tidak memilih alias masuk golongan putih (golput), pada Pilpres 2014 hampir 30%. Jumlah itu lebih besar dibandingkan saat Pilpres 2009 yang masih 28%, maupun Pilpres Tahapan II 2004 yang tercatat 23%. Disebutkan, mayoritas yang memilih golput adalah kalangan muda.
Ada yang menilai, mereka yang memutuskan untuk golput, belum menyadari bahwa hak suara mereka adalah penting dalam menentukan masa depan negara. Seperti kata pepatah latin, vox populi vox dei, suara rakyat adalah suara Tuhan bagi negara demokrasi seperti Indonesia. Satu suara bisa menentukan siapa yang akan memimpin bangsa ini kedepannya, tentunya dengan program dan bukti kerja yang nyata. Makanya sayang sekali, bila ada warga yang golput padahal mereka memiliki hak untuk berpartisipasi dalam kemajuan bangsa.
Menurut Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), setidaknya ada lima kerugian bagi mereka (dan seluruh bangsanya) yang memutuskan untuk golput. Pertama, mempersulit kandidat yang disukai untuk terpilih. Bila satu warga memutuskan golput, kandidat tersebut kehilangan satu suara untuk lebih dekat dengan keterpilihan.
Kedua, menambah kemungkinan kandidat yang lebih buruk untuk terpilih. Karena satu suara tidak digunakan untuk kandidat yang disukai, maka kandidat yang buruk justru punya kesempatan lebih tinggi untuk menang. Ketiga, memperbesar potensi manipulasi suara. Bila satu suara tidak terpakai, terbuka potensi manipulasi suara oleh oknum yang ingin melakukan kecurangan.
Keempat, kehilangan peran untuk memperbaiki nasib suatu bangsa. Jika satu orang golput, negara ini tetap akan berjalan dan bila yang terpilih bukanlah pemimpin dengan program kerja baik, dia bisa menyesal karena melepaskan kesempatan untuk berperan memperbaiki bangsanya. Terakhir, golput berarti juga menyia-nyiakan anggaran yang telah disiapkan pemerintah untuk menyelenggarakan pemilu.
Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp24,9 triliun untuk Pilpres dan Pemilu 2019. Makanya, sangat sayangkan kalau uang rakyat sebesar ini tidak digunakan dengan sebaik-baiknya. Jadi, ayo kita gunakan hak pilih kita demi kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat.