Pemilu 2019 di Luar Negeri, Pemilih Gunakan Hak Pilih di Ambulans hingga Terpaksa Golput di Sydney
Dari pelaksanaannya, terlihat antusiasme WNI di berbagai negara untuk menyalurkan hak suaranya. Berikut sejumlah fakta menariknya:
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM – Proses pemungutan suara Pemilu Serentak 2019 di luar negeri diadakan pada 8-14 April 2019.
Pencoblosan memang dilakukan beberapa hari sebelum pemungutan suara di dalam negeri pada 17 April 2019, agar hasilnya dapat dihitung serentak.
Namun, ada juga proses pemungutan suara yang dimulai sebelum tanggal 8 April 2019.
Pemungutan suara ini adalah proses yang menggunakan metode pos.
Baca: Pemilu 2019: Pemilih Bisa Nyoblos di Atas Jam 13.00 hingga Surat yang Harus Dibawa Saat ke TPS
Dari pelaksanaannya, terlihat antusiasme WNI di berbagai negara untuk menyalurkan hak suaranya.
Berikut sejumlah fakta menariknya:
Memilih meski berbaring di ambulans
Seorang WNI di Singapura, bernama Bigman Sirait (58) terbaring lemah di dalam ambulans yang mengantarkannya ke KBRI di Singapura.
Ia diantarkan oleh pihak rumah sakit karena bersikeras ingin mencoblos dalam Pemilu 2019 yang digelar pada Minggu (14/4/2019).
Sebelumnya, ia menerima kabar surat suara tidak mungkin diantarkan ke tempat ia dirawat.
Jawaban ini tetap sama meskipun sudah ditanyakan pada pihak KBRI.
Bigman yang merupakan seorang pendeta dari Pematangsiantar, Sumatera Utara yang baru saja menjalani operasi jantung di sebuah rumah sakit di Singapura.
Ia menganggap memberikan suara adalah hal yang penting.
Akhirnya ia pun mencoblos kertas suara yang diantarkan petugas dari dalam ambulans.
Antusias datangi TPS
WNI di banyak negara dikabarkan antusias mendatangi TPS di wilayahnya masing-masing, misalnya Denmark, Athena, dan Singapura.
Mereka menggunakan hak suaranya dengan datang langsung ke TPS atau memanfaatkan layanan pos.
Di Singapura, WNI sudah terlihat antre hingga mengular di depan Kantor KBRI di Cathsworth Road, bahkan sejak tempat pemungutan suara (TPS) belum dibuka.
TPS baru dibuka pada pukul 08.00 pagi waktu setempat, namun para pemilih sudah antre rapi di trotoar sekitar gedung beberapa jam sebelumnya.
Begitupula yang terjadi di Denmark, dan Athena, Yunani.
Baca: Pemilu Siap Digelar, Muhammadiyah Ajak Warganya Aktif Pemilih
WNI antusias menggunakan suaranya pada Pemilu 2019.
Meskipun tidak semua bisa datang dan memilih di TPS, namun WNI di luar negeri tetap bisa menyampaikan suaranya melalui surat pos atau kotak suara keliling.
Kisruh
Selain antusias para WNI, Pemilu 2019 di luar negeri juga diwarnai sejumlah kekisruhan dan masalah.
Sejumlah masalah itu antara lain surat suara tercoblos di Malaysia, atau berbagai kendala teknis seperti yang dialami WNI di Hong Kong.
Kasus surat suara tercoblos
Kabar paling menyita perhatian dari pelaksanaan pemilu di luar negeri adalah ditemukannya puluhan ribu surat suara yang tercoblos di dua tempat berbeda di kawasan Selangor, Malaysia.
Surat-surat suara ini telah dicoblos di pihak paslon nomor urut 01 Jokowi-Ma’ruf, dan anggota DPR RI dari partai Nasdem.
Sejauh ini penyelidikan terus dilakukan untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di balik temuan yang jika terbukti, akan menjadi sebuah pelanggaran besar.
Proses pemungutan suara pun sempat dihentikan sementara oleh KPU, guna menghindari adanya kemungkinan lain yang tidak diharapkan.
Masalah pekerja migran di Hong Kong
Dikenal sebagai negara tujuan para pekerja migran Indonesia, Hong Kong juga membuka TPS bagi para WNI menyalurkan hak suaranya.
Sayangnya, Migrant Care menemukan beberapa kendala yang memaksa para WNI ini tidak bisa menggunakan hak pilihnya dengan lancar.
Misalnya. paspor atau dokumen lain yang ditahan oleh majikan, pembatasan waktu libur kerja, tidak mendaftar melalui mekanisme online sebelumnya, atau pemilih pos yang tidak ditemukan alamatnya sehingga surat kembali ke pengirim.
Baca: Mengkhawatirkan, Pemilu India Makin Bergantung pada Konglomerat
Hal-hal ini tentu membuat mereka kesulitan atau bahkan tidak bisa memilih capres cawapres dan anggota legislatif, sebagaimana WNI lainnya.
Banyak pemilih terpaksa golput di Sydney
Terakhir, adanya lonjakan pemilih di Sydney, Australia yang tidak dapat ditangani oleh Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) setempat.
Pihak PPLN mengaku tidak mengantisipasi pembeludakan massa yang terjadi.
Banyaknya massa yang datang, membuat sekitar 400 WNI yang berstatus sebagai Daftar Pemilih Khusus (DPK) tidak bisa menyuarakan pilihannya, karena waktu yang tidak memungkinkan.
Sejatinya, dalam aturan main pemilu disebutkan bahwa pemilih yang berstatus DPK berhak mencoblos pada satu jam terakhir atau sebelum pukul 18.00 waktu Sydney.
Namun, faktanya PPLN Sydney tidak sanggup menampung lonjakan massa sehingga antrian membeludak.
Atas kejadian ini, muncul sebuah petisi dari WNI di Australia yang menghendaki diadakan Pemilu ulang di wilayahnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pemilu 2019 di Luar Negeri, Antusiasme WNI hingga Sejumlah Kekisruhan" (Kompas.com/Luthfia Ayu Azanella)