Perserikatan Wartawan Independen Ingatkan Bahaya Quick Count yang Manipulatif
Mereka menyatakan, hitung cepat yang dibuat manipulatif sangat berisiko dan dapat memecah bangsa.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah jurnalis yang tergabung dalam Perserikatan Wartawan Independen Pro Demokraai (PWI-PD) membuat pernyataan sikap terkait dengan Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif 2019 ini.
Dalam deklarasi di Rumah Forum Tebet, Jakarta Selatan, Senin (15/4/2019), mereka mengingatkan lembaga survei berhati-hati dalam melakukan hitung cepat (quick count) atas hasil Pemilu 2019.
Mereka menyatakan, hitung cepat yang dibuat manipulatif sangat berisiko dan dapat memecah bangsa.
"Kegiatan quick count atau hitung cepat tidak bersifat manipulatif dan tidak menyesatkan," kata Ketua PWI-PD Arief Gunawan.
Baca: Penjelasan KPU Atas Beredarnya Exit Poll Pemilihan Luar Negeri: Jangan Jadikan Acuan
Deklarasi ini juga dihadiri mantan juru bicara Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Adhie Massardi dan akademisi serta peneliti Universitas Paramadina, Herdi Sahrasad.
Arief mengatakan, akan sangat berbahaya dan sangat berisiko bila kegiatan hitung cepat dilakukan dengan penuh kecurangan.
"Quick count akan berdampak pada persepsi publik dan pada kualitas pemilu serta demokrasi di Indonesia," ungkap Arief.
Baca: Potensi Politik Uang Masih Akan Tinggi Terjadi di Pedesaan Jawa Timur
Mantan juru bicara Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid, Adhie Massardi menyatakan, sangat berisiko bila lembaga survei dan kelompok yang melakukan hitung cepat dengan tujuan curang.
"Sangat berbahaya apalagi kalau nanti dalam hitung cepat itu ada dua kelompok yang menghasilkan data berbeda. Tidak hanya membingungkan publik tetapi juga bisa membuat benturan di masyarakat," tambahnya.
"Dalam pertarungan, selalu muncul orang yang ingin menang sama yang takut kalah. Yang takut kalah ini biasanya menghalalkan segala cara. Jadi kalau kita lihat kemarin, misalkan KPK menemukan ratusan ribu amplop, itu kan baru sebagian, saya yakin kalau di tempat lain ada ratusan ribu amplop dan mungkin ada jutaan amplop lain yang sudah beredar," unglap Adhie Massardi.
"KPU bilang surat suara diduga tercoblos di Malaysia sebagai sampah? Itu reaktif nggak? Soalnya, kalau misalkan diperiksa sama Polisi Diraja Malaysia mungkin lebih objektif. Sebetulnya KPU tahu ini pekerjaan siapa. Saya setuju itu surat suara (yang tercoblos) sudah jadi sampah. Tapi kan KPU tahu siapa pelakunya," tegasnya.
"Dengan demikian pelakunya harus dihukum, misalkan didiskualifikasi. Nanti kalau sudah terpilih, setelah dihitung suaranya, orang ini harus didiskualifikasi karena melakukan kejahatan demokrasinya," imbuh Adhie Massardi.
Sementara itu, Arief juga menekankan agar media juga berhati-hati dalam mengabarkan atau memberitakan hasil hitung cepat.
"Dalam memberitakan, pers harus objektif serta bertanggung jawab secara moral dan secara profesi. Media massa nasional maupun media-media di daerah selayaknya ikut menyukseskan Pemilu 2019 ini dengan mengedepankan aspek profesionalitas, objektivitas serta menjalankan kode etik jurnalistik dan mentaati Undang-undang Pers," tegas Arief Gunawan.