Polda Jatim Temukan Bom Molotov di Atas Bus yang Angkut Peserta Aksi 22 Mei
Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan, rombongan mobil mereka diberhentikan oleh petugas polisi di Jembatan Suramadu.
Editor: Hasanudin Aco
Ada yang berkedok tur jihad, ada juga yang melalui media sosial.
"Iya, dari sosmed yang munculkan memang ada mobilisasi. Bahkan tokoh Mbak Titiek aja malah menyuruh untuk datang, jangan khawatir," katanya.
"Modusnya bukan hanya tur jihad. Bahkan yang dari Banten sudah datang jalan kaki. Kemudian dari Surabaya tanpa nama tur jihad," paparnya.
"Itu hanya salah satu modus, tapi mobilisasi memang secara langsung banyak. Bahkan, mobil pribadi jalan untuk menghindari sweeping di terminal dan kereta," sambung Eva.
Oleh karena itu, Eva mengaku mendukung langkah kepolisian yang melakukan sejumlah tindakan menjelang pengumuman hasil Pemilu 2019 pada 22 Mei mendatang.
Kepolisian menindak sejumlah orang karena diduga akan memprovokasi unjuk rasa 22 Mei itu.
"Polisi adalah pihak yang paling expert dalam dua hal. Satu, penegakkan hukum. Dua, mereka menjaga kantibmas," ucapnya.
"Jadi, menurutku dalam dua portofolio itu polisi berhak melakukan apa saja. Dan tentu dia kan ahlinya untuk tahu jangan sampai ada problem ketertiban dan chaos," papar Eva.
Eva mengatakan, harus fair dalam menilai tindakan yang dilakukan kepolisian sekarang ini.
Harus percaya bahwa kepolisian mampu menanggulanginya.
Ia juga mengatakan bahwa unjuk rasa 22 Mei tersebut tidak dapat dicegah, namun dapat diminimalisir agar tidak chaos.
"Menurutku enggak disetop. Mungkin dikurangi dan tindak preventif. Demokrasi enggak diganggu, tapi polisi sudah menunjukkan I Have done something untuk prevent chaos," tuturnya.
Bukan mobilisasi massa
Sementara, gerakan massa yang mungkin terjadi pada 22 Mei, disebut bukan bentuk mobilisasi dari pihak tertentu.