BPN Masukkan Pidato SBY soal Oknum Intelijen Tak Netral sebagai Salah Satu Bukti Gugatan ke MK
Tim hukum BPN Prabowo-Sandi masukkan pidato SBY sebagai salah satu alat bukti gugatan sengketa Pilpres 2019 ke MK.
Editor: Fitriana Andriyani
TRIBUNNEWS.COM - Tim hukum BPN Prabowo-Sandi masukkan pidato Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai salah satu alat bukti gugatan sengketa Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ucapan SBY masuk dalam daftar Bukti P-13 dari berkas permohonan gugatan Prabowo-Sandi yang dilayangkan tim kuasa hukumnya ke MK pada Jumat (24/5/2019).
Sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, SBY menyoal ketidaknetralan aparatur negara, khususnya intelijen, hal itu tayang di media online pada 23 Juni 2018.
Sebenarnya, SBY tak hanya menyoal netralitas intelijen tapi juga BIN, Polri dan TNI. Apa benar konteks SBY menyoal itu semua terkait Pilpres 2019? Ikut penjelasan berikut.
Ucapan SBY
Tim hukum BPN Prabowo-Sandi menyertakan ucapan SBY sebagai bukti untuk menggugat hasil Pilpres 2019, di mana menurut hasil rekapitulasi KPU, pasangan Jokowi-Ma'ruf keluar sebagai pemenang.
Diketahui, Demokrat masuk dalam Koalisi Adil Makmur mendukung pasangan Prabowo-Sandi di Pilpres 2019.
"Kami menghadirkan bukti petunjuk ketidaknetralan intelijen melalui pernyataan Presiden 2004-2014 Susilo Bambang Yudhoyono," demikian cuplikan dalam berkas permohonan gugatan Prabowo-Sandi ke MK yang TribunJakarta.com kutip pada Minggu (26/5/2019).
Masih menurut berkas tersebut, pernyataan SBY yang pernah dua kali menjabat Presiden Republik Indonesia tak dapat dikesampingkan oleh MK.
Ucapan SBY yang menyoal intelijen akan dijadikan tim hukum BPN Prabowo-Sandi sebagai bukti petunjuk dengan banyak bukti lainnya.
Lalu ucapan SBY yang mana yang menjadi bukti petunjuk BPN Prabowo-Sandi mengugat hasil Pilpres, terutamanya mempertanyakan netralitas intelijen.
Berikut ucapan SBY di media online yang menjadi Bukti P-13:
"Tetapi yang saya sampaikan ini cerita tentang ketidaknetralan elemen atau oknum, dari BIN, Polri, dan TNI itu ada, nyata adanya. Ada kejadiannya, bukan hoaks. Sekali lagi ini oknum," kata SBY dalam jumpa pers di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (23/6/2018).
"Selama 10 tahun, saya tentu kenal negara, pemerintah, BIN, Polri, dan TNI. Selama 10 tahun itu lah doktrin saya, yang saya sampaikan, negara pemerintah, BIN, Polri, dan TNI netral," ujarnya.
SBY menyatakan dirinya berani menyampaikan hal ini lantaran memiliki bukti dan mengetahui kejadian tersebut dari laporan orang-orang yang ada di sekitarnya. Untuk itu, SBY memberanikan diri mengungkapkan ini mewakili rakyat yang mewakili rakyat yang merasa khawatir untuk bicara lantang.
"Mengapa saya sampaikan saudara-saudaraku? Agar BIN, Polri, dan TNI netral. Karena ada dasarnya, ada kejadiannya," ujarnya menambahkan.
Menurut tim hukum BPN Prabowo-Sandi, ketidaknetralan Polri dan BIN atau intelijen yang secara langsung dan tidak langsung bertindak menjadi 'tim pemenangan' pasangan calon 01 nyata-nyata telah menciptakan ketidakseimbangan ruang kontestasi.
"Hal demikian tentu saja melanggar prinsip pemilu yang jujur dan adil, dan merupakan pelanggaran dan kecurangan yang harus dinyatakan sistematis, terstruktur dan masif," sebagai tertulis di berkas.
Seperti diketahui, berdasar hasil rekapitulasi yang ditetapkan KPU, capres-cawapres 01 Jokowi-Ma'ruf menang atas paslon capres-cawapres 02 Prabowo-Sandi.
Perolehan suara Jokowi-Ma'ruf mencapai 85.607.362 atau 55,50 persen, sedangkan perolehan suara Prabowo-Sandi sebanyak 68.650.239 atau 44,50 persen.
Selisih suara kedua pasangan mencapai 16.957.123 atau 11 persen.
Konteks ucapan SBY terkait Pilkada
Penelusuran TribunJakarta.com, ucapan SBY menyoal netralitas Polri, TNI, BIN dan intelijen tidak terkait penyelenggaraan Pilpres 2019, melainkan Pilkada.
SBY menggelar konferensi pers di Hotel Santika, Bogor, Sabtu (23/6/2019), didampingi calon gubernur dan calon wakil gubernur Jabar yang diusung Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi.
Pasangan Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi didukung Partai Golkar dan Partai Demokrat. Sang cagub kader Demokrat dan wakilnya kader Golkar.
Kepada media, SBY menyebut ada elemen oknum Polri, TNI dan BIN yang tak netral dalam Pilkada.
Bukan hanya di Jabar tapi juga di DKI Jakarta, Jawa Timur, Riau, Kalimantan Timur dan Maluku.
"Saya sampaikan itu bukan isapan jempol belaka, tidak ada niat seorang SBY menuduh, melebih-lebihkan, mendramatisasi apalagi duhli, tuduh liar. Itu bukan DNA saya, saya hati-hati dalam berbicara," ujar SBY dilansir TribunnewsBogor.com dalam artikel: SBY Sebut Oknum BIN, Polri, dan TNI Tak Netral di Pilkada.
Ia mengaku ada calon dari Demokrat diminta memasukkan pejabat kepolisian sebagai calon wakilnya untuk kepentinan tertentu.
Di daerah lain, sambung SBY, ada seorang calon yang diperkarakan oleh polisi karena menolak untuk memenuhi keterlibatan petinggi kepolisian.
SBY menegaskan selama dua periode memimpin Indonesia sangat mengenal soal ketiga lembaga yang dimaksud, yakni TNI, Polri dan BIN.
Dia menduga adanya oknum aparat TNI, Polri, dan BIN, yang ikut berpolitik dan ingin mengagalkan calon-calon yang diusung oleh Demokrat.
Ia lantas mengungkit pemeriksaan Sylviana Murni oleh Polri dalam Pilgub Jakarta. Pemeriksaan Gubernur Papua Lucas Enembe, sampai pernyataan Antasari Azhar pascabebas dengan pernyataan-pernyataan yang menyudutkan pribadinya.
Ada pula, kata SBY, petinggi BIN memerintah petinggi TNI untuk memenangkan pasangan calon tertentu.
Keterangan bernada kontroversial itu disampaikannya dengan maksud agar TNI, Polri, dan BIN, dapat menjaga netralitasnya dalam kontestasi politik di negeri ini.
"Kenapa ini saya sampaikan, agar BIN, TNI, Polri, netral. Ini nyata sekali kejadiannya. Kalau pernyataan saya ini membuat intelejen dan kepolisian tidak nyaman, dan mau menciduk saya, silakan," sebutnya.
Ia juga berharap bahwa rakyat bisa berani menolak semua tindak kecurangan termasuk ketidaknetralan tersebut.
SBY mengatakan jika ketidaknetralan ini terus berlanjut, maka dikhawatirkan akan menimbulkan perlawanan dari rakyat.
"Oleh karena itu saudara-saudaraku, pada pilkada serentak ini saya mohon dengan segala kerendahan hati netrallah negara, netrallah pemerintah, netrallah BIN, Polri dan TNI," katanya.
"Saya juga berharap rakyat kita berani menolak semua tindak kecurangan termasuk ketidaknetralan, biarlah rakyat menggunakan haknya, siapa pun yang disukai, yang diyakini bisa memimpin."
"Ini permohonan dan harapan saya. Kalau tidak, Allah juga mendengarkan ucapan saya," kata SBY.
Dalam kasus Pilgub Jabar, SBY mencontohkan bagaimana ada oknum memata-matai jagonya, yakni pasangan Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi.
SBY menyebut rumah Deddy Mizwar digeledah oleh Pj Gubernur Jabar Komjen M Iriawan. Kejadian ini menjelaskan adanya oknum BIN, TNI dan Polri yang tak netral di Pilkada 2018.
"Di Jawa Barat yang baru saya dengar, apa harus rumah dinas gubernur diperiksa, digeledah oleh pejabat gubernur? Kalau tak salah sekaraag merembet ke tempat calon wakil gubernur," sambung SBY.
Ia mengaku sangat menyayangkan kejadian tersebut. SBY pun bertanya kenapa ini hanya dialami pasangan cagub dan cawagub Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi, sementara pasangan lain tidak.
"Mengapa hanya pasangan ini? Mengapa pasangan yang lain tidak dilakukan? Malah sebagian dari mereka anggota legislatif sebelumnya. Terlalu banyak. Ini sebagian kecil dari apa yang rakyat ketahui, yang pasangan calon lain ketahui, yang saya dapatkan laporannnya," ungkap SBY.
Soal rumah dinasnya yang digeledah, Deddy Mizwar mengatakan hal tersebut terjadi empat bulan lalu.
"Saya kira biasa-biasa saja enggak ada masalah, ya enggak harus begitulah. Udah lama, 4 bulan yang lalu," ungkap Deddy dilansir TribunnewsBogor.com dalam artikel: SBY Bertanya-tanya Mengapa Hanya Rumah Deddy Mizwar yang Digeledah.
Ia tak mempersoalkan penggeledahan tersebut, namun jangan sampai menimbulkan ketakutan.
"Bentuk kehati-hatian sih boleh, apresiasi. Tapi jangan jadi paranoid, karena rumah juga gak akan bisa memenangkan apa apa. Hehehehe. Gak ada pengaruh ya, saya kira itu," tukas Deddy.
Terburuk sepanjang sejarah Indonesia
Ketua tim kuasa hukum BPN Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, menyebut proses Pilpres 2019 merupakan yang terburuk di Indonesia.
Hal itu terjadi lantaran banyak kecurangan yang mewarnai proses Pilpres 2019.
Tim BPN Prabowo-Sandi datang ke Gedung Mahkamah Konstitusi di Gambir, Jakarta Pusat, untuk memasukkan gugatan sengketa Pilpres 2019.
"Ada hal penting, MK telah banyak memutuskan perkara sengketa pemilihan khususnya kepala daerah dengan prinsip terstrukur, sistematis dan masif," ujar Bambang Widjojanto saat jumpa pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (24/5/2019).
Pria yang akrab disapa BW itu mendapatkan laporan dari publik jika Pilpres 2019 merupakan yang terburuk yang pernah terjadi di Indonesia.
"Kami mendorong bukan hanya kalkulator, tapi memeriksa betapa kecurangan sudah semakin dahsyat. Dan itu sebabnya publik menjelaskan inilah pemilu terburuk selama Indonesia berdiri," terang Bambang.
Lebih lanjut, Tim BPN Prabowo-Sandi berharap mendapatkan keadilan dari MK agar bisa mengusut tuntas kecurangan yang terjadi di lapangan.
"Titik inilah permohonan penting. Kami usulkan sungguh-sungguh proses sengketa pemilihan yang berkaitan dengan presiden dan wakil presiden. MK bisa menempatkan dirinya kejujuran watak dan kekuasaan dan bukan jadi rejim yang korup," tutur BW.
(TribunJakarta.com/TribunnewsBogor.com)
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Pidato SBY Soal Oknum Intelijen Tak Netral Dijadikan Bukti Gugatan di MK oleh Tim Prabowo-Sandi.