Operasi Senyap Eksekutor Kerusuhan 22 Mei: Order Bunuh Pejabat hingga Intai Rumah Lembaga Survei
Kronologi Penyusup Kerusuhan 22 Mei Terima Order Bunuh Pejabat Hingga Keterlibatan Prajurit Desersi
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak kepolisian telah menangkap enam tersangka penyusup dalam kerusuhan 22 Mei 2019.
Dalam aksi penyusupan tersebut, ada tersangka yang membawa senjata api serta sudah mendapatkan pesanan untuk membunuh 4 pejabat nasional serta pimpinan lembaga survei.
Selain itu, mereka juga diduga melakukan penyusupan untuk menciptakan martis sehingga memancing emosi massa.
Dikutip dari Kompas.com, Keenam tersangka tersebut berinisial HK alias Iwan, AZ, IR, TJ, AD, dan AF alias Fifi.
Baca: Tersangka Kerusuhan 22 Mei Disebut Berasal dari Cibinong, Begini Kesaksian Warga
Baca: Ibu-Ibu Pecinta Damai Berikan Bunga ke TNI-Polri untuk Memberi Dukungan Pasca Penembakan
Baca: Moeldoko Beberkan Purnawirawan yang Terlibat dalam Kerusuhan 22 Mei
Para tersangka ini memiliki peran masing-masing.
kadiv Humas Polri, Irjen Muhammad Iqbal membeberkan kronologi dan skenario para penyusup untuk membuat kerusuhan di aksi 22 Mei 2019.
Skenario itu ternyata sudah dirancang sejak Oktober 2018.
Berikut kronologinya :
Terima Senjata Api
Pada 1 Oktober 2018, tersangka HK menerima perintah dari seseorang untuk menerima dua senjata api laras pendek.
Identitas seseorang ini sudah diketahui dan tengah didalami pihak kepolisian.
Beli Revolver Seharga Rp 50 Juta
Pada 13 Oktober 2018, tersangka HK membeli satu pucuk revolver Rp 50 juta dari tersangka AF alias Fifi.
Kembali Beli 3 Senjata Api
Pada 5 Maret 2019, tersangka HK kembali mendapatkan senpi dengan cara membeli dari tersangka AD.
Satu pucuk senpi ke tersangka AZ.
Dua senjata lainnya diserahkan ke tersangka TJ.
Bagi-Bagi Uang
Pada 14 Maret 2019, tersangka HK menerima uang Rp 150 juta dan tersangka TJ mendapat bagian Rp 25 juta.
Identitas orang yang memberi uang ini telah dikantongi dan didalami polisi.
Dapat Order Bunuh Pejabat
Setelah mendapatkan uang, Tersangka TJ diminta membunuh dua pejabat negara.
Namun, nama-nama pejabat yang menjadi target pembunuhan masih dirahasiakan.
Kemudian 12 April 2019, tersangka HK mendapat perintah kembali untuk membunuh dua pejabat negara lainnya sehingga total ada empat pejabat yang ditarget kelompok ini.
Intai Rumah Lembaga Survei
Sekitar April 2019 Selain perencanan untuk membunuh empat pejabat negara, ada juga perintah lain melalui tersangka AZ untuk membunuh pimpinan satu lembaga survei.
Tersangka AZ bahkan beberapa kali menyurvei rumahnya.
Tersangka AZ memerintahkan tersangka IF melakukan eksekusi dengan imbalan Rp 5 juta.
Menyusup
21 Mei 2019 Tersangka HK bersama tim membawa senjata turun bercampur dengan massa aksi di depan gedung Bawaslu.
Mereka berupaya melakukan pembunuhan terhadap sejumlah peserta aksi yang akan dijadikan martir untuk membakar amarah massa.
Kendati demikian, polisi masih mendalami apakah delapan orang yang tewas merupakan korban dari aksi kelompok ini.
Selain pengungkapan dari pihak kepolisian terkait kerusuhan 22 Mei, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko membongkar soal adanya dugaan keterlibatan Mantan TNI dan prajurit desersi.
Moeldoko juga mengatakan soal kelompok lain yang menjadi dalang dalam kerusuhan 22 Mei di Jakarta.
Moeldoko mengungkap soal hal tersebut saat diwawancara eksklusif di Kabar Petang Tv One, Minggu (26/5/2019).
Moeldoko menyebut dalam kerusuhan 22 Mei ada kelompok tertentu yang menungganginya.
Saat itu, pembawa acara bertanya soal keterlibatan purnawirawan TNI pada kerusuhan 22 Mei di Bawaslu.
Menurut pembawa acara ada kelompok purnawirawan TNI yang ikut menolak hasil penghitungan Pilpres.
Malah, disebut-sebut ada kelompok purnawirawan TNI yang juga terlibat dalam kerusuhan 22 Mei.
"Sebenarnya gak ada masalah, kita-kita ini yang pensiun memiliki hak politik yang sama dengan masyarakat karena prajurit yang sudah ditanggalkan hak politiknya melekat mereka memiliki pilihan politik,
Ada sekolompok kecil mantan anggota TNI yang memang ada dalam pusaran kelompok tertentu ini, kita kenali itu,
para prajurit desersi, orang-orang pecatan memang ada, ada dalam pembicaraan dan itu kita monitor dengan pasti bahwa mereka itu terlibat dalam kerusuhan itu," kata Moeldoko.
Dalam istilah militer, desersi adalah pengingkaran tugas atau jabatan tanpa permisi (pergi, bebas atau meninggalkan) dan dilakukan dengan tanpa tujuan kembali.
Menurut Moeldoko, meski memiliki hak politik tidak sepatutnya pada kelompok mantan TNI yang dimaksud melakukan aksi bersama preman.
"Sama saya juga punya hak politik tapi sekali lagi yang tidak wajar adalah ada sekompok mantan prajurit TNI yang melakukan kolaborasi dengan para preman itu, kini sudah kita kenali, kita dalam upaya menangkapi para pelaku itu," kata Moeldoko.
Menurut Moeldoko, bila memang beda pilihan dalam politik sama sekalki bukan masalah.
"Berbagai pendekatan dilakukan, sekali lagi harus dibedakan kalau purnawirawan secara keseluruhan mengaktualisasi pilihan politiknya silahkan, gak ada masalah, dalam satu angkatan bila ada pilihan berbeda silahkan, yang pernting semua berjalan sesuai demokrasi yang sehat maka sesungguhnya berjalan baik-baik saja," kaata Moeldoko.
Moeldoko juga memastikan ada kelompok teroris dalam kerusuhan 22 Mei.
"Saya pastikan dari awal bahwa ada kelompok teroris yang akan mendompleng pada suasana ini dan itu sudah ditangkepin, tapi sebagian yang lolos sangat mungkin melakukan sesuatu," kata Moeldoko.
"Kelompok tertentu yang saya katakan tadi, berusaha mendapat senjata dan kita kenali itu senjatanya sudah kita rampasin, tadi juga kita dapat lagi laras panjang kaliber 22 dan satu pistol semua dalam rangkaian panjang ini tujuannya untuk membuat rusuh oleh kelompok tertentu ini," ujar Moeldoko.(*)
(Kompas.com/TribunnewsBogor.com/Ihsanudin/Ardhi Sanjaya)