Tanggapan Sejumlah Pihak soal Gugatan Tim Hukum Prabowo-Sandi dalam Sidang Sengketa Pilpres 2019
Berikut tanggapan sejumlah pihak soal materi guagatn Tim Hukum Prabowo-Sandi dalam dalam sidang pendahuluan penyelesaian sengketa hasil Pilpres 2019.
Penulis: Fitriana Andriyani
Editor: Tiara Shelavie
Dalam sidang pendahuluan penyelesaian sengketa hasil Pilpres 2019 Tim Hukum Prabowo-Sandi bacakan 15 poin gugatan. Ini tanggapan sejumlah pihak soal materi gugatan tersebut.
TRIBUNNEWS.COM - Sidang pendahuluan penyelesaian sengketa hasil Pilpres 2019 telah digelar pada Jumat (14/6/2019).
Sidang tersebut digelar di Mahkamah Konstitusi dengan agenda membacakan gugatan dari pemohon, yakni Tim Hukum Prabowo-Sandi.
Dalam sidang pendahuluan penyelesaian sengketa hasil Pilpres 2019 tersebut, Tim Hukum Prabowo-Sandi bacakan gugatan yang terdiri dari 15 poin.
Gugatan tersebut dibacakan oleh Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto.
Materi gugatan yang disampaikan Tim Hukum Prabowo-Sandi mendapat berbagai respons dari sejumlah pihak.
Berikut tanggapan sejumlah pihak soal materi gugatan Tim Hukum Prabowo-Sandi di sidang pendahuluan penyelesaian sengketa hasil Pilpres 2019.
Baca: Tim Hukum Prabowo Minta Perlindungan Saksi, Hakim MK yang Pertimbangkan
Baca: Alasan KPU Bilang Dalil Tim Prabowo-Sandi Minta Pilpres Dibatalkan Enggak Nyambung
Baca: Klaim Tim Hukum Prabowo-Sandiaga : Sudah Ada 30 Orang Berniat Jadi Saksi di MK
1. Komisioner KPU
Salah satu poin gugatan Tim Hukum Prabowo-Sandi adalah memohon agar hasil Pilpres 2019 yang telah dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dibatalkan.
Menanggapi permohonan tersebut, Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi menilai adanya ketidaksesuaian antara dalil permohonan dan petitum yang dibacakan.
Pramono mengatakan, tim hukum mendalilkan bahwa KPU melakukan kecurangan dengan cara merekayasa Situng.
Namun, dalam petitum, mereka meminta MK membatalkan perolehan suara hasil rekapitulasi yang dilakukan secara manual.
"Dalam permohonan yang dibacakan kemarin, pemohon mendalilkan bahwa KPU melakukan kecurangan dengan cara merekayasa Situng.
Namun, dalam petitum, mereka meminta MK untuk membatalkan perolehan suara hasil rekapitulasi secara manual, ini namanya enggak nyambung," ujar Pramono melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Sabtu (15/6/2019).
Pramono menuturkan, dalam dalil permohonan, tim hukum Prabowo-Sandiaga berasumsi angka di dalam Situng direkayasa sedemikian rupa oleh KPU untuk menyesuaikan dengan target angka tertentu atau angka hasil rekapitulasi secara manual.
Menurut Pramono asumsi itu tidak tepat.
Ia menjelaskan, meski metode Situng dan rekapitulasi secara manual berasal dari dokumen yang sama, yakni C1.
Namun, keduanya memiliki alur yang berbeda.
Oleh karena itu, lanjut Pramono, jika logika pemohon diikuti, maka yang salah adalah angka yang tampil di Situng, karena hasil rekayasa.
Dengan demikian, angka yang ditampilkan di Situng yang seharusnya dikoreksi, bukan angka hasil rekapitulasi manual.
Baca: Tim Hukum Prabowo-Sandiaga Bakal Surati MK Soal Perlindungan Saksi Terkait Sidang Sengketa Pilpres
Baca: Tim Jokowi: Tim Prabowo Tak Banyak Soroti Hitungan KPU
2. Jubir TKN Jokowi-Ma'ruf
Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf, Ace Hasan Syadzily menilai tuntutuan tim hukum Prabowo-Sandi agar Mahkamah Konstitusi (MK) mediskualifikasi pasangan Jokowi-Ma'ruf berlebihan.
"Menurut saya diskualifikasi itu terlalu lebay ya, bisa jadi itu bagian dari ekstra petitum juga, tuntutan yang terlalu berlebihan," kata Ace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, (14/6/2019).
Alasannya kata Ace tidak ada kecurangan yang terstruktur, sistematis, masif, dalam Pemilu 2019 yang menjadi dasar tuntutan diskualifikasi.
"Argumen yang disampaikan oleh tim hukum BPN misalnya tentang TSM itu kan harus dibuktikan, letaknya di mana, kan kita juga tahu misalnya ASN dimobilisasi, kan kita tahu ASN bukan hanya dipusat tapi juga daerah, bagaimana pak Jokowi memobilisasi di daerah," katanya.
Argumen yang disampaikan tim hukum Prabowo-Sandi adanya kecurangan TSM menurut Ace tidak kuat.
Satu contohnya misalnya mobilisasi terhadap kepala desa di Garut.
"Misalnya di Garut ada surat yang ditujukan pada perangkat desa. Pertanyaan saya yang menang di Garut siapa sih? Prabowo. Berarti kalau mau dipersiapkan adalah di Garut, yang harus diulangi ya di Garut," katanya.
Baca: Akan Hadirkan Saksi dan Ahli di MK, Kuasa Hukum Prabowo-Sandi Konsultasi Dengan LPSK
Baca: Perbaikan Permohonan Prabowo-Sandi Diterima MK, Kata Sandiaga hingga Pakar Sebut KPU & TKN Dirugikan
3. Mahfud MD
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD juga menyoroti permohonan Tim Hukum Prabowo-Sandi untuk mendiskualifikasi Jokowi-Ma'ruf dan soal dugaan kecurangan TSM.
"Ada dua istilah yang harus dibedakan, pertama soal diskualifikasi dan kedua menyatakan curang secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM)," kata Mahfud mengawali penjelasannya dilansir TribunSolo.com.
Mahfud pun menjelaskan pihak-pihak yang berwenang untuk memutuskan perkara dari kedua tuntutan tersebut.
Jika terkait dengan diskualifikasi peserta Pemilu atau Pilpres, Mahkamah Konstitusi pernah melakukannya dikarenakan peserta tidak memenuhi syarat.
"Kalau mendiskualifikasi ke MK sudah pernah dilakukan dahulu karena calon yang bersangkutan sejak awal tidak memenuhi syarat, yaitu di Bengkulu Selatan," jelasnya.
Sementara terkait kecurangan dan pemenang sebenarnya akan diputuskan oleh KPU berdasarkan hasil sidang dari MK.
"Kalau soal curang, MK tidak langsung menetapkan pemenang hanya menyatakan terjadi kecurangan sehingga suara di suatu tempat dinyatakan batal," terang Mahfud.
"Yang akan mem-follow-up adalah KPU," lanjutnya
Terkait penetapan presiden dan wakil presiden, pemenang Pilpres, Mahfud juga menegaskan MK tidak memiliki kewenangan apapun.
"Menurut hukum kita, yang mengesahkan atau menetapkan presiden dan wakil presiden bukan MK, bukan MPR juga," tegas Mahfud.
"KPU akan menetapkan hasil pemenang Pilpres berdasarkan putusan MK, terserah KPU yang menetapkan, bukan MK," lanjutnya.
"Sehingga MK tidak bisa membuat putusan menyatakan satu paslon memenangkan Pilpres," pungkas Mahfud.
Baca: Dahnil Anzar Jelaskan Mengapa Angka Klaim Kemenangan Prabowo-Sandi Berubah
Baca: BPN Prabowo-Sandi Jelaskan Angka Klaim Kemenangan yang Berubah
4. Pakar Hukum Refly Harun
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menuturkan ada poin materi gugatan dari pemohon yang krusial.
Gugatan tersebut yakni mengenai kejanggaan laporan sumbangan dana kampanye pasangan Jokowi-Ma'ruf.
Hal itu disampaikan Refly Harun saat menjadi narasumber dalam program tayangan iNews tv, Jumat (14/6/2019), ia mengungkap poin tersebut sangatlah krusial.
"Mengenai dana sumbangan, itu menarik sekali, ada poin yang sangat krusial, kejujuran dalam dana kampanye," ujar Refly dilansir TribunWow.com.
Menurutnya, persoalan mengenai dana kampanye adalah hal yang telah akut di pemilu Indonesia bahkan di wilayah manapun.
"Ini persoalan akut di pemilu di Indonesia, di manapun, hampir saya katakan, hampir tidak ada yang namanya sumbangan itu bisa dikatakan benar," ungkapnya.
"Sumbangannya, rata-rata ada modus operandi untuk menyamarkan nama, karena ada pembatasan dana sumbangan misalnya," ujar Refly menambahkan.
Akan tetapi, dijelaskan Refly, semuanya tetap tergantung oleh MK.
"Tetapi akhirnya semua itu tergantung MK, MK mau 'beli' enggak apa yang dijual oleh pemohon," ujar Refly.
"Kalau dia tidak 'beli', dia hanya mendengarkan saja pembuktian-pembuktiannya."
(Tribunnews.com/Fitriana Andriyani)