Pebisnis Indonesia Sulap Gereja di Melbourne Jadi Masjid
Pebisnis properti asal Indonesia di Melbourne membeli gereja yang kemudian dijadikan tempat ibadah umat Islam, menyerupai masjid.
Editor: Anita K Wardhani
Oleh Cholil Nafis, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU
TRIBUNNEWS.COM - Di Leverton, Melbourne terdapat banyak tempat tinggal warga Indonesia yang mayoritas dari Padang Sumatera Barat, sehingga mereka membuat persatuan yang diberi nama: "Sulit Air Sepakat" (SAS). Sebagian profesi mereka adalah pebisnis.
Pebisnis properti asal Indonesia ini dapat membeli sebuah gereja dan pekarangannya dengan harga murah.
Bahkan harga pekarangan gereja itu saja setelah diolah dan dijual, hasilnya melebihi dari keseluruhan nilai modal yang dibayarkan.
Gereja itu kemudian dijadikan tempat ibadah umat Islam, yang fungsinya persis seperti masjid.
Saat saya berkunjung ke mesjid SAS dan memberi taushiyah saat pelaksanaan shalat tarawih, kemudian saya berbincang-bincang dengan pemilik masjid itu, dia mengatakan bahwa izin rumah ibadah itu telah dirubah menjadi sentral kegiatan Islam.
Maklum, kalau hanya izin rumah ibadah saja bisa dipakai untuk semua agama dan kepercayaan, sehingga untuk mengantisipasi dan agar lebih luas cakupan aktivitasnya maka diubah izinnya.
Masjid SAS kini menjadi tempat pusat aktivitas keaagamaan Islam, seperti shalat Jum'at, Tarawih, pendidikan al-Qur'an (TPQ), teman kanak-kanak (TK), latihan kesenian dan kebudayaan, dan aktivitas perkumpulan Indonesia lainnya.
Di Melbourne mengutamakan keteraturan dari persoalan agama.
Sebab tempat ibadah pun jika mengganggu ketertiban dan mengganggu hak orang lain akan di tutup.
Ada dua masjid yang dilarang untuk menyelenggarakan shalat jum'at hanya karena gara-gara parkir mobil jama'ah mengganggu masyarakat sekitar.
Pertama masjid The Monash University. Masjid ini dibeli dan dibangun oleh Kerajaan Saudi Arabia sebagai konpensasi dari donasinya kepada Munash University.
Masjid Monash University jauh dari kesan masjid, hanya berupa bentuk bangunan rumah yang digunakan untuk kegiatan ibadah, khususnya shalat.
Di masjid yang kecil inilah diselenggarakan shalat fardhu termasuk shalat Jum'at. Pada suatu saat, jama'ah shalat jum'at memarkir mobil di depan rumah dosen yang menggunggu lalu lintasnya.
Kemudian pemilik rumah membuat laporan kepada pemerintah.
Nah tindakan pemerintah Australia adalah melarang shalat jum'at di Masjid itu tatapi diperbolehkan untuk shalat fardhu dan pengajian lainnya. Kemudian, pelaksanaan shalat Juum'at dilaksanakan di lapangan bola Basket dengan cara menyiwa setiap hari Jum'at
Kedua, Masjid komunitas muslim Indonesia di Westall, Australia. Masjid ini dibeli dari hasil sumbangan warga muslim Indonesia di Australi untuk kegiatan keislaman termasuk shalat Jum'at.
Pada suatu saat, pelaksanaan shalat jum'at dihadiri tidak hanya warga Indonesia tetapi juga warga India, Bangladesh dan lainnya sehingga jema'ah mebludak dan memarkir mobil di depan toko yang berada di sebelah masjid Westall.
Pemilik toko protes karena pelaksanaan shalat Jum'at mengganggu pelanggannya.
Lalu ia melaporkan hal itu ke polisi.
Pemerintah Australia kemudian melarang pelaksanaan shalat Jum'at di masjid komunitas muslim Indonesia, meskipun aktifitas lainnya yang tidak mengganggu ketertiban masih tetap diperbolehkan.
Umat muslim di Albury sangat sedidikit, tetapi mereka semangatnya tinggi untuk menjalankan agamanya. Tidak ada masjid khusus di Albury untuk menjalankan kewajiban shalat Jum'at.
Namun semangat itulah yang membuat kreatif.
Warga muslim yang menyiwa tempat tinggal di pinggir jalan raya dan bagian depannya memanjang seperti toko merelakan bagian depannya itu digunakan untuk ibadah shalat Jum'at dan shalat tarawih.
Ketika jumlah jema'ah shalat Jum'at melebihi kapasitas ruangan, ia rela membuka sekat pembatas ruangan itu agar lebih besar, bahkan pintu kamarnya sendiri dibuka untuk dipakai aktifitas shalat agar jema'ah tidak meluber keluar ruangan.
Jema'ah tempat ibadah ini adalah umat muslim asal dari beberapa negara yang sedang belajar atau bekerja di Albury.