Bahagia Jadi Sopir Bus Alamat Palsu di Tanah Suci
Jemaah umrah yang berada di Tanah Suci, kini tidak perlu khawatir tersesat jika hendak pulang ke penginapannya. Sejak 7 tahun terakhir, bus Sapto
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnewsbatam, Candra P. Pusponegoro dari Mekkah Arab Saudi
TRIBUNNEWS.COM, MEKKAH - Jemaah umrah yang berada di Tanah Suci, kini tidak perlu khawatir tersesat jika hendak pulang ke penginapannya. Sejak 7 tahun terakhir, bus Saptco Naqal Jama’i sudah beroperasi di wilayah Arab Saudi. Perusahaan ini banyak merekrut sopir yang berasal dari Indonesia.
Sehingga jika jemaah berada di Mekkah khususnya, pasti akan melihat ratusan bus Saptco berwarna oranye. Lebih spesifik lagi, pada kaca depan bus bagian atas tertuliskan nama sesuai selera pengemudinya. Misalnya Ora Payu Rabi, Golek Upo, Alamat Palsu, Surabaya, Kangen Sliramu, Penake Turu Wae, Ojo Gelo, dan lainnya.
Tribun Batam (Tribun Network) yang memantau sebelah timur Masjidil Haram, ratusan pengemudi bus sedang menunggu jemaah yang akan pulang ke hotelnya. Mayoritas jemaahnya warga Iran.
Meski demikian, pengemudinya rata-rata orang Indonesia. Untuk memastikan sopirnya dari Tanah Air, bisa dilihat pada kaca depan bagian atas.
Apabila tulisan di atas kaca depan menggunakan bahasa Arab maka pengemudinya berasal dari Yaman, Tuki, Arab, Pakistan, atau negara lain. Tetapi apabila tulisan menggunakan bahasa Jawa, tidak bisa dipungkiri bahwa pengemudinya berasal dari daerah Jawa, Sunda, Lombok, Sulawesi, atau daerah lain di Indonesia.
"Tulisan ini sekedar informasi dan ciri khas saja agar jemaah dari Indonesia mengenal kami. Selain itu, bila ada jemaah yang tersesat di Tanah Haram, mereka bisa bertanya kepada kami," ujar Bambang Sumantri, pengemudi bus Sapcto kepada Tribun Batam di lokasi, Kamis (9/8/2012) malam.
Menurut dia, bus yang dioperasikan raja Arab ini rutenya cukup banyak, mulai Riyadh-Dammam, Tabuk-Dammam, Riyadh-Madinah, Dasim-Abu Dhabi, Mekkah-Riyadh, dan lainnya. Adapun bus Saptco Naqal Jama’i yang beroperasi di lokasi Masjidil Haram hanya khusus mengangkut jemaah dari hotel ke Masjidi Haram dan sebaliknya.
Meski jemaah yang diangkutnya khusus berkewarganegaraan Iran, bukan berarti jemaah dari Tanah Air tidak bisa menaikinya. Asalkan proses pengangkutan, bus tidak sedang penuh membawa rombongan jemaah Iran. Bahkan apabila terlintas jemaah Indonesia sedang berjalan, sopir bus pung kadang-kadang menawarinya.
Mereka (warga Iran-Red), kata Bambang, secara periodik dan bertahun-tahun sudah memesan hotel selama 1 tahun. Selain hotel, pemesanan disertai penyewaan bus. Khusus bus Sapto ini tergolong cukup mewah. Salah satu kelebihannya, bus bisa berjalan otomatis jika pengemudinya tertidur saat berkendara.
"Bus ini diimpor dari Jerman berteknologi canggih dan tidak pernah dimatikan mesinnya selama saya mengemudikan. Saat saya mengendarai dan terlelap, bus ini bisa berjalan sendiri sekian menit. Setelah itu sengatan listrik mengalir ke leher saya untuk membangunkannya," jelas Bambang yang pernah menjadi sopir bus Lur Agung Jaya jurusan Kuningan Cirebon Jakarta sekitar enam lalu.
Pria kelahiran Majalengka 2 Februari 1973 ini mengaku berprofesi sebagai sopir bus sejak 6 tahun lalu. Alasannya hijrah ke Arab Saudi karena gaji bekerja di Lur Agung Jaya tidak seimbang dengan risiko. Sebelum dia memutuskan berangkat, salah satu rekannya di Arab menginformasikan tersedianya lowongan kerja sopir bus.
Kala itu, kawan Bambang menyebutkan bahwa pihak kerajaan Arab Saudi telah mengimpor ribuan bus Sapto untuk alat transportasi masal. Sehingga membutuhkan ratusan pengemudi baru dan prioritasnya orang Indonesia. Persyaratannya tidak sulit, yakni memiliki pengalaman mengemudi bus minimal 1 tahun dan memiliki SIM B2.
Berkat informasi dari kawannya itu, Bambang kemudian mengurus paspor dan berangkat melalui Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI). Setibanya di Arab Saudi, dia menjumpai kawannya dan langsung melamar ke perusahaan bus. Pagi hari lamaran kerja didaftarkan, esok hari sudah langsung bekerja menjadi sopir.
Menurut ayah 3 anak ini, selama 6 tahun menjadi sopir bus rasanya sangat bahagia. Gaji yang diterima per bulan cukup besar, yakni SAR 3.000 (setara Rp 7,5 juta). Tidak hanya gaji yang bisa dinikmati, namun uang lembur, asuransi kesehatan, dan fasilitas lain juga diterima setiap bulan. Apabila sakit tidak perlu mengeluarkan biaya lagi.
"Alhamdulillah semua berkat usaha dan doa. Saya di sini tinggal bersama istri dan anak-anak sementara tinggal di Bogor sama neneknya. Pagi berangkat kerja pukul 08.00 dan pulang pukul 17.00. Tergantung kepada shift yang diberikan oleh perusahaan," ujar pria yang tinggal di daerah Tan’im, 7,5 kilometer dari utara Masjidil Haram.
Senada juga dikatakan oleh pengemudi bus yang sama, Supriyadi, warga Pekalongan Jawa Tengah. Menurut pria yang mengemudikan bus berlabel “Ora Payu Rabi” (artinya: belum laku menikah), dirinya baru setahun menjalani profesi ini. Kata Supri, perusahaan memberikan jaminan kesehatan tenaga kerjanya sangat luar biasa.
"Enak mas bekerja di sini. Kalau pekerjaan tetap mengikuti aturan perusahaan. Gaji cukup besar, jika sakit ditanggung oleh perusahaan, dan jika hadir terus selama bekerja (tanpa absen) akan mendapatkan bonus," jelas Supriyadi.
Menurut pengalaman Yadi, apabila dia sudah berada di hotel untuk menjemput jemaah asal Iran dan tidak ada yang diangkut, maka dia memutuskan mengangkut jemaah dari Tanah Air. Sebab, bus ini terjadwal setiap 30 menit sekali. Artinya ada penumpang atau tidak maka harus tetap berjalan.
Selama di Tanah Suci, Tribun sekali menaiki bus berlabel Alamat Palsu yang dikemudikan Bambang Sumantri. Rute yang dilaluinya mulai dari Masjidil Haram - Grand Zam-zam Makkah - Faifa - Firdous Umroh - Firdous Makkah - Anwar Medinah –Sultan - Najmah al Azhar - Masjidil Haram.
Baca Juga: