Mami Jeni Pilih Bekerja, Tak Mudik Karena Kekurangan Uang
Saat orang lain berjibaku ingin mudik Lebaran, dirinya justru sibuk mencari suatu benda untuk keperluan pekerjaan salon.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rahmat Patutie
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Stasiun Senen, Jakarta Pusat, Minggu (27/7/2014), sore, Mami Jeni (59), berjalan di sekitar stasiun dengan wajah tampak semangat.
Saat orang lain berjibaku ingin mudik Lebaran, dirinya justru sibuk mencari suatu benda untuk keperluan pekerjaan salon.
Iya, Jeni merupakan seorang pekerja di salah satu salon kecantikan di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat.
Pria bernama lengkap Oto Johan Haki memakai pakaian ketat dengan rok pendek lengkap dengan bedak, dan lipstik di bibirnya.
Menurut Jeni, itu sudah menjadi pilhan hidup dia. Berawal sejak kecil kerap bermain bersama teman perempuan.
Jeni mengaku merasa terbiasa dan nyaman dengan lingkungannya. Sejak itu juga dikatakannya, ia sudah punya firasat, kalau jiwa feminim terbawa sejak masa kanak-kanak.
"Memang saya sudah yakin bahwa saya akan seperti ini. Jiwa dari kecil memang kehidupannya begini, tekanan jiwa wanita. Saya berteman dengan anak-anak wanita bermain boneka," ujar Jeni yang telah bersedia membagi waktu kepada Tribunnews.com, Minggu (27/7/2014).
Namun hal tersebut tidak membuat Jeni malu dan lupa arah. Tahun 1989, Ia memutuskan nekat berangkat ke Ibukota untuk mengadu nasib.
Sesampainya di Jakarta Ia berjuang sendiri mencari kerja mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk bertahan hidup dan tak lupa menabung.
Siapa sangka, tak berapa lama, perlahan dirnya bisa membangun usaha sendiri mendirikan sebuah salon kecil di daerah Taman Gading, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Namun sayang, usaha yang dibangunya dengan susah payah mengalami kebangkrutan.
"Sudah pernah buka usaha salon cuma sudah tutup, tahun 1989. Karena, dulunya terpengaruh teman, sering hura-hura, sering happy, sehingga lupa dengan pekerjaan. Dan pada akhirnya tutup," ungkap Jeni yang mengaku hoby menyanyi.
Anak pertama dari lima bersaudara ini tak putus asa begitu saja. Ia sadar, kalau yang dilakukannya adalah sia-sia.
Jeni ingin berjuang kembali memulainya dari nol mencari pekerjaan baru meskipun dikatakannya, kota Jakarta kehidupannya sangat keras.
"Ya begitulah hidup jatuh bangun. Yang penting kita masih ingin berjuang," ucapnya.
Jeni mengaku ingin mewujudkan sesuatu hal yang sudah sejak lama dia inginkan.
Dikatakan, seandainya dirinya mampu, ia ingin melakukan operasi kelamin menyerupai wanita.
"Saya masih berkeingann melakukan operasi kelami, cuma karena ekonomi yang membatasi. Saya nyaman dengan keadaan saya seperti ini," katanya.
Diceritakan, orang tuanya memaklumi kondisinya seperti saat ini. Karena keluarganya percaya dia tidak melakukan kegiatan negatif sebagai waria.
"Keluarga percaya kepada saya kalau saya tidak pernah mejeng-mejeng dipinggi jalan. Saya kalau pulang lampung saeperti ini saja apa adanaya pakai rok. Saya jalan tidak pernah buat-buat," terangnya.
Jeni mengatakan, jika ada yang memandang penampilannya itu secara sebelah mata, hanya akan diterimanya secara besar hati. Jeni yang sudah selama 32 tahun hidup sendiri, juga mempunyai moto hidup.
"Saya jalani apa yang harus saya jalani. Saya tidak peduli apa kata orang," tegasnya.
Sore tadi, tak ada yang mengejek Jeni. Di Sekelilingya mayoritas adalah masyarat berjubelan ingin mudik bertemu sanak family di tempat asal.
Tak semua orang bisa melakukan mudik Lebaran untuk merakayakan hari kemenangan di kampung halaman. Jeni mengaku sudah lama tak balik ke kampung halamannya di Lampung, Sumatara.
Meskipun rindu keluarga di kampung, karena keterbatasan ekonomi, ia lebih memilih mentap di Jakarta, tinggal disebuah kontrakan kecil di Kemayoran. Apa boleh buat, itu sudah menjadi pilihanya. Menurutnya, dengan beradu nasib di kota besar akan lebih cocok dengannya.
Di usianya yang tak muda lagi, Jeni selalu berdoa agar selalu diberikan kesehatan dari Yang Maha Kuasa. Ia berharap dapat mencari rezeki untuk bertahan hidup, dan memiliki rumah sendiri.