Alquran dan Mafia Hukum
Sejak 14 abad lalu Alquran telah memperingatkan pada kita agar waspada terhadap praktik mafia hukum.
Editor: Y Gustaman
Prof Dr Komaruddin Hidayat, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah
TRIBUNNEWS.COM - Sejak 14 abad lalu Alquran telah memperingatkan pada kita agar waspada terhadap praktik mafia hukum. Dalam surat Al-Baqarah ayat 188 Allah berfirman: "Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil. Janganlah kamu menyuap hakim dengan maksud agar kamu dapat mengambil sebagian harta itu dengan jalan dosa. Padahal kamu mengetahui bahwa yang kamu lakukan itu salah."
Sinyalemen dan pesan ayat ini sangat jelas berkaitan dengan praktik penyuapan terhadap aparat penegak hukum yang seringkali kita dengar dan baca beritanya. Terlebih akhir-akhir ini justru lingkaran penegak hukum yang tengah menjadi sorotan masyarakat karena mereka terlibat suap-menyuap, memperdagangkan perkara orang yang tengah dirundung masalah sehingga bebannya malah bertambah.
Orang mengadu kepada lembaga penegak hukum itu untuk meringankan beban dan mencari solusi secara cepat dan murah karena aparat negara digaji memang untuk membantu dan melayani rakyat, bukannya menambah masalah. Muncul persepsi masyarakat, siapapun berurusan dengan hakim atau pun penegak hukum mesti bersiap dengan prosedur rumit dan tambahan biaya di luar aturan resmi.
Dalam satu riwayat disebutkan, Rasulullah pernah bersabda, jika ada tiga hakim, maka dua orang mungkin akan jadi penghuni neraka. Ini merupakan peringatan betapa mulianya tugas penegak hukum, namun betapa berat godaan yang dihadapi.
Allah mengingatkan, hendaklah dalam menegakkan hukum kamu mesti objektif, jangan karena kebencian pada sesesorang yang tengah berperkara lalu kamu rusak keadilan. Tegakkan keadilan karena berbuat adil itu sangat dekat dengan derajat ketaqwaan (Alquran 5: 8).
Berbuat adil artinya seorang hakim membela dan menempatkan sesuatu perkara pada tempatnya, membuat keputusan secara objektif, mengalahkan kepentingan pribadi. Merusak prinsip keadilan sama halnya dengan melakukan pencurian atau perampokan secara licik, dengan mengenakan jubah penegak hukum.
Jadi sangat logis kalau korupsi yang dilakukan hakim itu hukumannya mesti berat, bahkan diancam masuk neraka. Ketika prinsip keadilan dirusak oleh institusi penegak hukum, dampak kerusakannya terhadap kehidupan masyarakat dan negara akan berlipat ganda karena menjatuhkan wibawa negara dan merusak mekanisme penegakan hukum.
Institusi lembaga pengadilan tetap saja berdiri, namun fungsinya bisa saja beralih menjadi lembaga kezaliman. Bagi seorang pemimpin, menegakkan keadilan lebih utama dari berbuat kebaikan.
Keadilan artinya memberikan sesuatu pada yang berhak. Sedangkan berbuat kebaikan artinya seseorang mengorbankan apa yang dimiliki untuk membantu orang lain.
Pemerintahan yang adil akan lebih kokoh karena rakyat merasa terlindungi hak-haknya. Sedangkan seorang pemimpin sekalipun senang menolong orang lain, rajin beribadah, tetapi jika gagal menegakkan keadilan, alias zalim, rakyat akan membencinya. Oleh karenanya secara normatif dan empiris sangat logis jika Alquran sangat menekankan keadilan.