Buah Amal
Kebaikan yang dilakukan seseorang akan berbuah dan kembali kepada pelakukanya. Begitu juga perbuatan tercela juga akan berbuah dan menimpa pelakunya.
Editor: Y Gustaman
Dr Mutohharun Jinan, Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta
TRIBUNNEWS.COM - Siapa menanam ia mengetam. Peribahasa ini sudah sangat dikenal oleh masyarakat, baik redaksi maupun maknanya. Buah perbuatan yang dilakukan seseorang, akan kembali kepada orang yang melakukannya.
Kebaikan yang dilakukan seseorang akan berbuah dan kembali kepada pelakukanya. Begitu juga perbuatan tercela juga akan berbuah dan menimpa pelakunya.
Dalam Alquran Surat Al-Isra' (17: 7) Allah berfirman, "Kalau kamu berbuat baik, sebetulnya kamu berbuat baik untuk dirimu. Dan jika kamu berbuat buruk, berarti kamu telah berbuat buruk atas dirimu pula."
Sementara dalam Alquran Surat Al-Zalzalah (99: 7-8) tersebutkan, "Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya."
Ayat-ayat tersebut sangat jelas menyatakan adanya keterkaitan antara prilaku dengan hasil yang akan diperoleh. Perbuatan yang baik akan berbuah kebaikan dan perbuatan buruk juga akan berbuah keburukan.
Hanya saja kapan dan seperti apa buah dari semua perbuatan itu akan diperoleh, orang tidak bisa mengetahui secara pasti. Sebagian bisa diprediksikan sebagian lain hanya Allah yang mengetahui.
Dalam Islam setiap perbuatan itu setidaknya memuat dua dimensi, yaitu dimensi batiniah dan dimensi lahiriyah. Dimensi batin suatu perbuatan terkait dengan niat dan ketulusan seseorang dalam mencapai rida Allah.
Niat dan tujuan perbuatan yang akan dinilai benar adalah semata-mata tulus karena Allah bukan karena balasan atau pahala. Sejauh mana ketulusan seseorang kepada Allah ketika ia berbuat sesuatu, baik itu ibadah maupun aktivitas sosial, hanya Allah dan yang dia sendiri yang tahu.
Ketulusan niat menentukan sah dan tidaknya suatu perbuatan di hadapan Allah. Kadar niat tulus juga akan menentukan buah perbuatan yang akan diperolehnya.
Dimensi lahiriah suatu perbuatan tampak dari bentuk, instrumen, dan ditujukan kepada siapa perbuatan itu dilakukan. Ambil contoh saja sedekah. Orang bersedekah terlihat bagaimana cara bersedekah, harta benda apa dan berapa yang disedekahkan, dan siapa saja penerima sedekah (orang miskin dan anak yatim).
Riya
Buah dari suatu perbuatan akan diperoleh tatkala seseorang mampu memadukan dimensi batin dan lahir secara bersamaan dalam satu kesatuan. Nabi Muhammad SAW menganjurkan kepada kaum muslim untuk memperbanyak amal kebajikan, utamanya pada bulan Ramadan seperti saat ini.
Karena pada bulan ini Allah melipatgandakan buah kebaikan yang diperbuat hamba-Nya, sebagian ditampakkan secara langsung sebagian lagi diperlihatkan pada saat yang dirahasiakan.
Kendati sudah sangat diyakini bahwa buah dari perbuatan baik akan kembali kepada pelakukanya, namun si pelaku tidak boleh mengharap balasan atas kebaikan itu dari orang lain.
Pelaku hanya boleh berharap pahala kebaikan dari Allah saja. Dalam bahasa agama orang yang berbuat baik semata-mata mengharap balasan orang lain ini disebut riya.
Riya pada dasarnya adalah sikap yang mengorientasikan segenap perbuatan (ibadah) kepada sesama manusia atau kepada selain Allah. Para ulama mendefiniskan riya adalah menginginkan kedudukan dan posisi di hati manusia dengan memperlihatkan berbagai kebaikan kepada mereka
Karena itu, riya dianggap sebagai sifat yang dapat merapuhkan nilai ibadah dan perbuatan yang diperbuat seseorang.Rapuh nilai dalam arti tidak ada jangkar spiritual yang dapat menambatkan hari kepada Allah. Allah hanya akan memberi balasan kepada para hamba yang tulus mengharap ridha-Nya.