Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Ramadan

Jejak Hijab di Indonesia, Sekarang Tren, Dulu Jadi Identitas Perjuangan Muslimah Lawan Penjajah

Hijab kini bisa dikatakan jadi busana trendi bagi kaum muslimah. Nah, sebelum ngetren ternyata dalam prosesnya, bagaimana jejak hijab di Indonesia?

Penulis: Anita K Wardhani
zoom-in Jejak Hijab di Indonesia, Sekarang Tren, Dulu Jadi Identitas Perjuangan Muslimah Lawan Penjajah
TRIBUN/HO
Model memperagakan busana dalam annual show bertema Menyapa Senja bertempat di Stadion Akuatik Gelora Bung Karno Jakarta, Kamis (2/5/2019). Vanilla Hijab meluncurkan 30 koleksi Vanilla Raya yang terinspirasi dari para perempuan Indonesia dengan berbagai kisah hidupnya. TRIBUNNEWS/HO 

TRIBUNNEWS.COM - Hijab kini bisa dikatakan jadi busana trendi bagi kaum muslimah. Apalagi menjelang puasa, beragam model hijab semakin stylish kian berkembang dari tahun ke tahun.

Nah, sebelum ngetren seperti sekarang ternyata dalam prosesnya, bagaimana jejak hijab di Indonesia?

Sebagai busana Muslimah di Indonesia sempat mencapai titik dimana hijab menjadi identitas perjuangan kaum Muslimah melawan penindasan kaum penjajah.

Sejarah mencatat, nama-nama mujahidah seperti Tengku Fakinah dari Aceh dan Opu Daeng Siradju dari Sulawesi Selatan, ataupun Hajjah Rangkayo (H.R) Rasuna Said, Rahmah El Yunusiyyah, Cut Nyak Dhien dan Nyai Ahmad Dahlan. Mereka yang disebut ini adalah pejuang muslimah pada masanya, yang berjuang melawan kezhaliman kaum penjajah dengan jilbabnya.”

Yuk kita simak ulasannya seperti dikutip dari Gana Islamika

Baca: Ingin Lihat Rambut Nabi Muhammad di Rumah Opick? Peziarah Wajib Jaga Adab, Berwudhu dan Baca Salawat

Koleksi gamis Mayra mengusung konsep dan cutting gamis syar'i yang nyaman dikenakan sehari-hari.
Koleksi gamis Mayra mengusung konsep dan cutting gamis syar'i yang nyaman dikenakan sehari-hari. (HANDOUT)

Di Indonesia, hijab sebagai busana Muslimah ini secara umum dikenal dengan nama Jilbab.
Secara etimologis jilbab berasal dari bahasa arab jalaba yang berarti menghimpun atau membawa.

Selain itu ada juga pendapat yang mengatakan bahwa jilbab berasal dari kata al jalb, yang artinya menjulurkan/memaparkan sesuatu dari suatu tempat ke tempat yang lain.

Berita Rekomendasi

Sedangkan makna jilbab secara spesifik adalah “gamis”. Yaitu pakaian yang lebih lebar dari khimar, yang dipakai oleh wanita untuk menutupi kepala dan dadanya.

Namun seiring berjalannya waktu, hijab atau jilbab di Indonesia definisinya bergerak seiring perkembangan zaman.

Baca: Buah Ajaib dari Timur Tengah Ini Favorit Rasul, di Dalam Kurma Tersimpan Khasiat Dahsyat untuk Tubuh

Gamis hijab pink berbahan tule dan satin yang sedang menjadi tren
Gamis hijab pink berbahan tule dan satin yang sedang menjadi tren (Dok. Stylo.id)

Pada mulanya, hijab disebut sebagai kerudung, tapi pada tahun 1980-an konsep hijab ini lebih populer dengan jilbab.

Baca: Terkuak dari Hasil Autopsi Kasir Indomaret yang Dimutilasi, Polisi Pastikan Tidak Ada Hubungan Badan

Kerudung yang pertama-tama dikenal di Indonesia lebih berupa selendang tipis yang di kenakan perempuan Indonesia untuk menutupi sebagian rambutnya.

Busana ini menandai proses awal menuju penggunaan jilbab.

Selain itu, beberapa pakaian tradisional perempuan Indonesia di masa lalu menunjukkan bahwa konsep hijab pada tahap awal ini sudah dimulai sejak abad ke-17 M.

Sebagai contoh, baju bodo, busana baju bugis yang pada awalnya hanya berupa selembar sutera halus yang tembus pandang, namun kemudian menjadi tujuh lapis ketika Islam masuk.

Baca: Tandanya Mirip, Ada Benjolan Berair, Ini Perbedaan Cacar Air dan Cacar Monyet

Peneliti asal Prancis, Denys Lombard, meletakkan sebuah ilustrasi menarik berjudul ‘an Achein woman’, seorang wanita Aceh dengan baju panjang dan jilbab tertutup rapat dalam bukunya ‘Kerajaan Aceh Jaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636)’.

Ilustrasi pakaian wanita Aceh tersebut ia ambil dari naskah Peter Mundy pada tahun 1637 atau empat tahun sebelum pemerintahan Sultanah Tajul Alam Safiatuddin Syah pada tahun 1641. Ini artinya, perempuan Aceh sejak abad ke 17 sudah menutup auratnya.

Ilustrasi Peter Mundy dalam buku Denys Lombard, ‘Kerajaan Aceh Jaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636)’, hlm. 365. Sumber gambar: thisisgender.com
Ilustrasi Peter Mundy dalam buku Denys Lombard, ‘Kerajaan Aceh Jaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636)’, hlm. 365. Sumber gambar: thisisgender.com ()

Meski begitu, beberapa informasi sejarah menunjukkan, bahwa budaya pemakaian hijab tidak serta merta datang begitu saja.

Terkadang ada juga penetrasi dari penguasa waktu itu yang menganjurkan, bahkan memaksa kaum perempuan masa itu mengenakan hijab.

Baca: Lakukan Hal Ini untuk Hindari Virus Monkeypox Seperti yang Terjadi di Singapura

Di Sulawesi Selatan misalnya, Arung Matoa (penguasa) Wajo, yang di panggil La Memmang To Appamadeng, yang berkuasa dari 1821-1825 memberlakukan syariat Islam.

Selain pemberlakuan hukum pidana Islam, ia juga mewajibkan kerudung bagi masyarakat Wajo.

Selain itu, di Mingakabau, pada masa gerakan revolusioner kaum Paderi muncul, hijab menjadi salah satu hal yang begitu mereka tekankan di kalangan kaum perempuan Minang.

Ilustrasi perempuan pada masa Paderi. Sumber gambar: http://jejakislam.net
Ilustrasi perempuan pada masa Paderi. Sumber gambar: http://jejakislam.net ()

Kala itu, mayoritas masyarakat Minangkabau tidak begitu menghiraukan syariat Islam, sehingga banyak sekali terjadi kemaksiatan. Menyaksikan itu, para ulama Paderi tidak tinggal diam.

Mereka memutuskan untuk menerapkan syariat Islam di Minangkabau, termasuk aturan pemakaian jilbab.

Bukan hanya jilbab, aturan ini bahkan mewajibkan wanita untuk memakai cadar.

Akibat dakwah Islam yang begitu intens di Minangkabau sehingga syariat Islam meresap ke dalam tradisi dan adat masyarakat Minang.

Hal ini dapat kita lihat dari bentuk pakaian adat Minangkabau yang cenderung tertutup.

Perempuan Minangkabau. Foto antara tahun 1908-1940. Sumber poto: http://jejakislam.net
Perempuan Minangkabau. Foto antara tahun 1908-1940. Sumber poto: http://jejakislam.net ()

Di Aceh, seperti juga di Minangkabau, dimana dakwah Islam begitu kuat, pengaruh Islam juga meresap hingga ke aturan berpakaian dalam adat masyarakat Aceh.

Selain informasi-informasi tentang mulai digunakannya hijab oleh perempuan Aceh sejak zaman Samudera Pasai, momentum yang menyebabkan meluasnya pemakaian hijab di kalangan kaum perempuan Aceh diduga berasal dari periode pertengahan Abad ke-19.

Vrouwen behonderende bij het sultanaat te Koetaradja atau Perempuan milik Kesultanan Kutaraja. Foto sekitar tahun 1903. Summber gambar: thisisgender.com
Vrouwen behonderende bij het sultanaat te Koetaradja atau Perempuan milik Kesultanan Kutaraja. Foto sekitar tahun 1903. Summber gambar: thisisgender.com ()

Ketika itu, cukup banyak pelajar-pelajar Aceh yang menuntut ilmu ke Tanah Suci. [4] Terbukanya jalur pendidikan ke Tanah suci ini juga dimulai ketika kerajaan Aceh membuka hubungan diplomatik yang intens dengan kekuasaan Ottoman di Turki, yang pada masa itu merupakan salah satu pusat kekuatan peradaban Islam di dunia.

Para siswa yang kembali ke Aceh ini yang kemungkinan besar menjadi pioneer penyebaran budaya hijab hingga ke kalangan masyarakat Aceh (tidak hanya dilingkup kerajaan).

Potret Istri Panglima Polim Sigli tahun 1903. Foto ini diperkirakan berasal dari Mayor K. van der Maaten. Sumber gambar: http://jejakislam.net
Potret Istri Panglima Polim Sigli tahun 1903. Foto ini diperkirakan berasal dari Mayor K. van der Maaten. Sumber gambar: http://jejakislam.net ()

Meskipun begitu, kesadaran untuk menutup aurat sendiri, hampir pasti terjadi di mulai sejak kedatangan Islam di satu daerah, setidaknya ketika perempuan sedang sholat.

G.F Pijper mencatat, istilah ‘Mukena’, setidaknya telah dikenal sejak tahun 1870-an di masyarakat Sunda. Meskipun begitu, pemakaian jilbab dalam kehidupan sehari-hari tidak serta merta terjadi di masyarakat.

Dalam studinya, G. F Pijper menyebutkan, bahwa masyarakat Sunda biasa memakai kerudung putih yang dilipat di atas kepala. Mereka menyebutnya dengan mihramah atau mihram yang awalnya berasal dari bahasa Arab mahramah.

Di pulau Jawa, salah satu tokoh yang begitu gencar mempopulerkan pemakaian hijab adalah Pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan.

Ia aktif menyiarkan dan menyatakan bahwa jilbab adalah kewajiban bagi wanita Muslim sejak 1910-an. Ia melakukan dakwah jilbab ini secara bertahap.

Awalnya ia meminta untuk memakai kerudung meskipun rambut terlihat sebagian. Kemudian ia menyarankan mereka untuk memakai Kudung Sarung dari Bombay.

Meski upaya ini sempat mendapat cemooh dari masyarakat, namuan beliau tetap konsisten menekankan pentingnya bagi kaum perempuan menutup auratnya.

Tidak hanya itu, meski beliau juga mendorong wanita untuk belajar dan bekerja, semisal menjadi dokter, ia tetap menekankan wanita untuk menutup aurat dan melakukan pemisahan antara laki-laki dan perempuan.

Organisasi Muhammadiyah sendiri pernah mengungkapkan aurat wanita adalah seluruh badan, kecuali muka dan ujung tangan sampai pergelangan tangan.

Rasuna Said di Majalah Pedoman Masjarakat 1 September 1937. Sumber poto: http://jejakislam.net
Rasuna Said di Majalah Pedoman Masjarakat 1 September 1937. Sumber poto: http://jejakislam.net ()

Tulisan disarikan dari Gana Islamika dengan judul Perkembangan Hijab di Nusantara

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas