Tak Ada Bukber dan Tarawih Berjamaah di Spanyol, Dubes Hermono Rindu Suasana Ramadan di Tanah Air
Jauh sebelum virus Covid-19 mewabah, suasana Ramadan di Spanyol terasa begitu sepi.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Duta Besar Indonesia untuk Spanyol Hermono rindu suasana Bulan Suci Ramadan di Tanah Air. Ia bercerita, bulan Ramadan di Indonesia dan Spanyol sangat jauh berbeda.
Bila di Indonesia, Bulan Suci Ramadan disambut meriah. Hal itu dikarenakan Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
Berbeda dengan di Spanyol, yang dari 47 juta penduduknya, hanya 200 ribu yang beragama Islam.
Suasana Ramadan di Spanyol, kata Hermono, tampak biasa saja.
Bahkan jauh sebelum virus Covid-19 mewabah, suasana Ramadan di Spanyol terasa begitu sepi.
"Tak ada buka puasa bersama, tak ada pula tarawih berjamaah selain di KBRI," ungkap Hermono kepada Tribun.
Hermono telah genap dua tahun bertugas di Spanyol. Ia dan istri tercinta kini tinggal di Kota Madrid.
Selama dua tahun di Kota Madrid, Hermono menyadari bahwa aktivitas-aktivitas yang umum dilakukan di Bulan Suci Ramadan lebih banyak dilakukan di rumah masing-masing oleh umat Islam yang ada di Spanyol.
Hermono bercerita, sebagian besar umat Islam di Spanyol terpusat di wilayah Cordoba dan Granada.
Dua kota tersebut, di abad 14 dan 15, merupakan pusat Kerajaan Islam di Negeri Matador.
Seiring perkembangan zaman komunitas muslim di Cordoba dan Granada terus berkurang. Bahkan kini jumlahnya relatif sangat kecil.
Baca: Bea Cukai Sebarkan Bantuan APD dan Paket Sembako Untuk Masyarakat di Wilayah Makassar dan Gorontalo
"Jadi memang suasana Ramadan sepi meskipun sejarah Islam di Spanyol cukup kuat, di abad 14 sampai 15. Tetapi sekarang ini yang tersisa lebih banyak monumen-monumen atau bangunan sisa-sisa kerajaan Islam saja," kata Hermono menjelaskan.
Menurut keterangan Hermono, sejak lockdown diterapkan di Spanyol pada 14 Maret 2020 lalu, suasana Bulan Suci Ramadan di Spanyol kini tambah sepi.
Bahkan, orang-orang yang kadang berjualan takjil di Spanyol, di bulan puasa kali ini tak lagi terlihat.
Sejak lockdown berlaku, semua restoran dan tempat makan di Spanyol tutup. Tak ada lagi orang berkumpul.
"Yang diperbolehkan beroperasi sekarang ini hanya supermarket dan juga apotek. Sementara restoran dan toko-toko lainnya sampai sekarang itu masih belum boleh buka. Jadi memang suasana Ramadan jadi sangat sepi sekali," terang Hermono.
Suasana sepi ini kemudian membuat Hermono merasa rindu suasana Ramadan di Tanah Air.
Hermono menjelaskan, waktu berpuasa bagi umat Islam di Spanyol cukup panjang atau 17 jam tepatnya.
Umat Islam di Spanyol mulai berpuasa pada pukul 05.10 subuh dan berbuka pada pukul 21:10 malam.
Dengan suasana yang sepi akibat Covid-19, lanjut Hermono, jam berpuasa jadi terasa begitu lama untuknya.
"Inilah yang kemudian membuat kita merasa rindu suasana Ramadan di Indonesia, di mana bulan puasa itu ramai sekali. Di sini sudah sepi, adanya Covid terasa lebih sepi lagi karena semua kota terasa seperti kota mati," terang Hermono.
Baca: 181 ABK WNI Kapal Splendor Dijadwalkan Tiba Hari Ini di Bali dari Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta
"Jadi bisa dibayangkan di mana kita menjalani bulan Ramadan di tengah-tengah kota mati, tentu sangat kurang menyenangkan," sambung Hermono.
Namun demikian, bagi Hermono berpuasa di tengah situasi Covid-19 merupakan sebuah pengalaman sekali seumur hidup.
Ia kini berpuasa di tengah suasana di mana semua orang harus tinggal di rumah, di tengah suasana di mana masyarakat Spanyol hidup di tengah-tengah kota yang seperti kota mati.
"Di satu sisi pengalaman ini merupakan suatu suasana yang sedih, tapi juga merupakan pengalaman yang mungkin hanya sekali dalam seumur hidup saya. Jadi ini hal yang lain dan baru," terang Hermono.
Diungkap Hermono, sebelum ada Covid-19, setiap Ramadan tiba, Kedutaan besar Republik Indonesia biasanya mengadakan open house.
Tujuannya agar seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) yang ada di Spanyol bisa datang dan mencoba berbagai macam makanan lebaran.
Tetapi tahun ini hal itu tidak mungkin dilakukan. Acara open house ditiadakan KBRI karena Covid-19.
Tentu ini menambah kesedihan juga bagi Hermono. Dalam suasana lebaran, dirinya tidak bisa berkumpul dengan WNI, tidak bisa bercanda ria, dan tidak bisa mencoba makanan khas lebaran seperti yang dialami ketika berada di Indonesia.
Baca: Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan Desak Pemerintah Sejahterakan Para ABK: Usut Pelanggar HAM!
Puasa dan juga lebaran menjadi begitu luar biasa bagi Hermono.
Dalam pengertian dirinya kehilangan suasana Ramadan dan juga kehilangan suasana Hari Raya Idul Fitri.
"Tapi sedapat mungkin kita akan melakukan hal-hal yang biasa kita lakukan di Indonesia," katanya.
"Puasa ini menjadi lama sekali, tapi juga sekaligus sebagai ujian di mana kita mengisi waktu-waktu yang sangat lapang ini dengan kegiatan-kegiatan yang keagamaan seorang diri dengan keluarga di rumah," katanya lagi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.