Kisah Jusuf Hamka, Masjid Babah Alun Desari dan Pahit-getir Perjuangannya di Masa Susah
Masjid Babah Alun Desari dikenal dengan arsitekturnya yang unik bernuansa oriental di pinggir Gerbang Tol Cilandak, Jakarta Selatan.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Pebby Adhe Liana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masjid Babah Alun Desari dikenal dengan arsitekturnya yang unik bernuansa oriental di pinggir Gerbang Tol Cilandak, Jakarta Selatan.
Kini masjid ini menjadi salah satu destinasi wisata religi di daerah Jakarta Selatan. Mungkin Anda belum tahu, masjid ini dibangun oleh seorang pengusaha kaya raya bernama Jusuf Hamka.
Pembangunan masjid tersebut, menjadi ikhtiarnya dalam mencapai cita-cita membangun 1000 masjid untuk umat islam.
Ada makna tersendiri di balik janji pembangunan 1000 masjid dari seorang Jusuf Hamka.
Sebelum menjadi pengusaha kaya raya pengelola Jalan Tol di Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur, Jusuf Hamka dahulu hanyalah seorang pedagang es mambo di depan Masjid Istiqlal.
Pengalamannya di masa kecil, membuat pria berdarah Tionghoa ini tertarik untuk belajar dan mengetahui tentang agama islam.
Baca juga: Kisah Pengusaha Tionghoa Jusuf Hamka Penasaran Salat hingga Ucapkan Syahadat di Depan Buya Hamka
"Dulu saya hidup karena ditolongin orang. Dari hasil sedekah orang. Saya jual es mambo, temen saya dulu omsetnya misalnya Rp 100 ribu, saya pulang bisa bawa Rp 130 ribu,"
Baca juga: Gelar Bukber, Masjid Ramlie Musofa Sediakan 100 Porsi Makanan Setiap Hari Selama Ramadan
"Karena apa? Orang tuh, kalau beli duit lebihannya 'udah ambil deh', mereka sedekah, kasih infaq ke saya. Pembeli saya, dulu kebanyakan jamaah Masjid Istiqlal. Saya bilang kok orang islam baik-baik ya," kata Jusuf pada TribunJakarta.com.
Tak ada kekayaan yang didapat begitu saja. Ungkapan ini, menggambarkan perjuangan seorang Jusuf Hamka dalam mengawali hidupnya sebagai anak "jalanan".
Saat berjualan es mambo di depan Masjid Istiqlal, Alun Joseph nama kecilnya, sering kali mendapat sedekah dari hasil pembelian es mambo para jamaah.
Mereka sering kali meninggalkan kembalian, atau lebihan uang pembelian es kepada Joseph.
Hal ini, yang rupanya menjadikan seorang anak bernama Joseph itu mulai penasaran akan kebaikan umat muslim yang ditemuinya.
Belum lagi, teman-temannya dahulu juga beragama muslim dan sering dilihatnya melakukan salat.
"Dari rasa penasaran, menjadi kecanduan," begitu kata Jusuf. Perlahan tapi pasti, ia mulai tertarik dan belajar tentang islam.
Sampai pada akhirnya, memutuskan untuk menjadi seorang mualaf dan bertemu dengan seorang ulama besar, Buya Hamka.
Alun Joseph, kala itu mengatakan ingin memeluk agama islam.
"Jadi disuruh baca dua kalimat syahadat, yaudah saya jadi muslim. Pelan tapi pasti. Sekarang akhirnya saya punya beban, beban yang nikmat menurut saya, yaitu diminta sama Allah mengharumkan nama islam dengan cara saya sendiri," imbuhnya.
Atas kecintaannya terhadap islam, membawa seorang Jusuf Hamka akhirnya menemui nasib baik.
Menjadi seorang pengusaha kaya raya, ia punya cita-cita untuk membangun 1000 masjid. Cita-cita ini pun berawal dari sebuah ucapan yang tidak disengaja, dan akhirnya menjadi sebuah doa.
"Jadi waku itu awalnya bikin 1 (masjid). Ada temen nanya emang satu doang gak mau lebih? Mau sih lebih, ya bikin 1000 lah. Disentil mulutnya sama Allah. Ya Insha Allah 1000 masjid. Ya gapapa, kasih wasiat buat anak-anak bikin masjid aja deh," kata Jusuf.
"Dulu saya dagang di Istiqlal, ditolong orang. makanya sekarang saya kembalikan lagi (kebaikan)," tuturnya.
Jusuf sadar, bahwa 1000 itu bukanlah jumlah yang sedikit. Apalagi, untuk dikerjakan dalam waktu dekat di usianya yang sudah mulai lanjut.
Namun meski terdengar sangat sulit mengerjakan 1000 masjid, namun Jusuf tetap menyerahkan semuanya kepada yang maha kuasa.
Menurutnya, pembangunan Masjid ini sebagai salah satu upayanya dalam menyebarkan islam lewat kebaikan dengan caranya sendiri.
"Saya diminta sama Allah mengharumkan nama islam dengan cara saya sendiri," ujarnya.
"Saya gak pandai ceramah, saya gak pandai ngaji, tapi buat tempat-tempat wisata religi muslim ini menebarkan syiarnya aja," kata Jusuf.
"Mungkin tahun depan bisa 10 (masjid) atau di tahun 2023. Terus nanti kalau gak tercapai (1000), saya wasiatkan ke anak saya, anak dan cucu semua terusin aja, semampunya aja. Kalau gak mampu yasudah, itu semua adalah gerak Allah," imbuhnya.
Ada Keberagaman
Kini, Masjid Babah Alun Desari, yang dibangun oleh Jusuf Hamka menjadi salah satu destinasi wisata religi di Jakarta Selatan.
Lokasinya ada di pinggir Gerbang Tol Depok-Antasari, tepatnya tak jauh dari Gerbang Tol Cilandak Utama, Jakarta Selatan.
Bangunan tersebut dominasi dengan warna merah. Kalau dilihat sekilas, tampak seperti kuil atau klenteng.
Pada bagian tengahnya, terdapat sebuah kubah yang menjadi cirikhas dari sebuah masjid.
'Masjid Babah Alun' begitu tulisannya.
Dengan warna merah menyala, serta bentuk atap yang melengkung, masjid ini menggambarkan budaya khas Tionghoa.
Tampilan ala oriental tersebut juga didukung dengan ornamen-ornamen lainnya seperti pintu, jendela, serta tiang-tiang pilar yang berdiri kokoh.
Menurut Jusuf, arsitektur masjid Babah Alun sendiri memang dibuat dengan akulturasi 3 budaya sebagai simbol keberagaman.
Diantaranya budaya Tionghoa, budaya Arab dan budaya Betawi.
Untuk budaya islami, dituangkan lewat kubah yang dilengkapi kaligrafi Asmaul Husna pada bagian dalam masjid.
Selain itu masjid ini juga dipercantik dengan sentuhan-sentuhan khas betawi pada beberapa bagiannya.
Menariknya, kaligrafi-kaligrafi Asmaul Husna di bagian kubah masjid juga dilengkapi dengan terjemahan bahasa mandarin. Hal ini bukan tanpa alasan.
Menurut Jusuf, selain untuk menggambarkan keberagaman, kombinasi kaligrafi dengan tulisan mandarin tersebut sekaligus untuk memudahkan para mualaf keturunan Tionghoa dalam mempelajari Asmaul Husna.
"Sebenernya ini keberagaman tujuannya. Kita tau banyak sodara kita, Tionghoa yang baru masuk islam dan ingin masuk islam sehingga jadi mualaf," tuturnya.
"Biasanya mereka orang Tionghoa ngerti bahasa Tionghoa, tapi gak ngerti bahasa Arab. Sehingga mereka bisa baca pengertiannya itu diatas dalam bahasa Tionghoanya ini. Jadi saya ingin keberagaman ini terjadi pada sodara kita yang Tionghoa," kata Jusuf.
"Saya mau sebarkan syiar ke teman-teman keturunan Tionghoa, siapa tau mereka dapat hidayah," imbuhnya.
Masjid ini, kata Jusuf dibangun di atas tanah seluas 1000 meter persegi dengan luas bangunan utama masjid sekitar 300 meter persegi.
Pada sisi kanan kiri masjid, ada beberapa fasilitas lain yang disediakan untuk masyarakat. Diantaranya adalah pojok halal, atau warung UMKM yang menjual makanan dan minuman.
Ada pula balai rakyat pada lantai atas sisi kiri masjid yang bisa dipergunakan oleh masyarakat secara gratis.
"Misalnya untuk acara akad nikah, sunatan, pengajian, silahkan. Untuk umat beragama lain juga boleh pake, bukan islam boleh pake asalkan dijaga. Jangan pakai musik hingar bingar, dan kalau ada ritual umat islam pas lagi jam solat, jangan berisik. Terus juga makanan dan minumannya harus terjamin halal, supaya kita bisa saling menghormati," imbuhnya.
Sementara di bagian bawah balai rakyat, merupakan tempat wudhu sekaligus toilet.
Selain sebagai tempat ibadah, Masjid Babah Alun Desari ini, juga menjadi salah satu destinasi wisata religi di Jakarta Selatan yang bisa dikunjungi.
Tepatnya berada di Jalan Mandala II Bawah No.100, RT.4/RW.2, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan.
Meskipun letaknya dipinggir jalan tol, masjid ini bisa juga kok dikunjungi dengan menggunakan sepeda motor melalui akses Jalan Intan Ujung.
Supaya lebih mudah, Anda juga bisa menggunakan google maps dalam mencari lokasi Masjid Babah Alun Desari.