Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Ramadan

Riwayat Masjid Jami Cikini dan Perjuangan HOS Tjokroaminoto hingga KH Agus Salim Melawan Belanda

Jelajah Masjid Tribunnews.com kali ini sampai di Masjid Jami Cikini Al Ma'mur. Masjid di Jalan Raden Saleh Raya, Jakarta Pusat, memiliki sejarah menar

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Riwayat Masjid Jami Cikini dan Perjuangan HOS Tjokroaminoto hingga KH Agus Salim Melawan Belanda
TribunnJakarta
Riwayat Masjid Jami Cikini dan Perjuangan HOS Tjokroaminoto hingga KH Agus Salim Melawan Belanda 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Muhammad Rizki Hidayat 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jelajah Masjid Tribunnews.com kali ini sampai di Masjid Jami Cikini Al Ma'mur. Masjid di Jalan Raden Saleh Raya, Jakarta Pusat, memiliki sejarah menarik dalam proses pembangunannya.

Tempat ibadah umat Muslim yang berada di pinggir jalan ini merupakan buah pikiran dari tokoh besar seperti Hos Tjokroaminoto, KH Mas Mansyur, hingga KH Agus Salim

Kepada TribunJakarta.com, Ketua DKM Masjid Jami Cikini Al Ma'mur, Haji Syahlani (72), menceritakan sejarah tempat ibadah tersebut. 

Baca juga: Masjid Jami Matraman, Masjid Tertua Kerajaan Mataram Jadi Saksi Bisu Kemerdekaan Indonesia

Baca juga: Kisah Air di Makam Habib Cikini, Keluar Saat Akan Digusur Apartemen, Kini Dianggap Mujarab Jadi Obat

Dahulunya, pria bernama Haji Entong lah yang merintis cikal bakal Masjid Jami Cikini Al Ma'mur.

Haji Entong merupakan warga lokal dari Jalan Cikini Binatu.

Masjid Jami Cikini Al Makmur.
Masjid Jami Cikini Al Makmur. (TRIBUNNEWS.COM/ILHAM RIAN PRATAMA)

"Haji Entong yang saya tahu seperti itu. Dia punya kedekatan dengan para ulama dan tokoh nasional pada saat itu," kata Syahlani, di Masjid Jami Cikini Al Ma'mur, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Jumat (16/4/2021).

BERITA REKOMENDASI

Sejarah dimulai pada 1926, Masjid Jami Cikini Al Ma'mur masih menjadi rencana.

Baca juga: Kisah Jusuf Hamka, Masjid Babah Alun Desari dan Pahit-getir Perjuangannya di Masa Susah

Baca juga: Cerita di Balik Megahnya Masjid Emas Aceh, Mimpi Terpendam Sang Saudagar Terwujud Setelah 20 Tahun

Belum berbentuk bangunan. 

Tapi lahannya itu menjadi perdebatan lantaran pemerintah Belanda yang menduduki tanah air enggan membangun masjid. 

Masjid Jami Cikini Al Makmur di Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Foto diambil pada Minggu (12/6/2016).
Masjid Jami Cikini Al Makmur di Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Foto diambil pada Minggu (12/6/2016). (Tribunnews.com/Amriyono Prakoso)

Saat beberapa batu-bata telah terpasang, negara penjajah tersebut mengusir warga lokal agar berhenti memasang pondasi bangunan masjid.

Namun, Hos Tjokroaminoto, KH Mas Mansyur, dan KH Agus Salim turun tangan melawan mereka.

Bersama warga Cikini Binatu, ketiga tokoh nasional ini menentang pemerintahan Belanda.

"Mereka melakukan perlawanan terhadap sikap arogansi kolonial Belanda," kata Syahlani.

"Organisasi Syarikat Islam pun membantu mengusir antek-antek Belanda. Penjajah kabur kocar-kacir," lanjutnya.

Kemenangan pun didapatkan sehingga mereka mampu melanjutkan pembangunan.

Pada 1930, tercetuslah nama Masjid Jami Cikini Al Ma'mur yang disepakati bersama para tokoh nasional dan warga setempat.

"Saat itu material bangunannya seadanya saja. Belum kokoh dan luas seperti ini," kata Syahlani.

"Malah dulu sempat hampir roboh bangunan atasnya. Tapi beruntung dengan uang dari jemaah, kami memperbaiki dan membeli material yang lebih bagus," jelas Syahlani.

Desain bangunan masjid tersebut tampak klasik. Tiap sudut sebagai pondasinya menggunakan kayu berkualitas tinggi. 

"Kami menggunakan kayu merbau dari Papua dan Kalimantan. Ini sangat kokoh dan tahan lama," ucap dia.

"Kalau kayu sebelumnya itu rapuh dan lapuk dimakan rayap," sambungnya.

Sejak diresmikan dan beropeasi pada 1930, Masjid Jami Cikini Al Ma'mur baru direnovasi empat kali.

Eks Gubernur DKI Jakarta, Soerjadi Soedirdja, pun pernah membantu merenovasi masjid tersebut.

Tepatnya pada 1995, dia membangun tempat ibadah lagi di halaman depan Masjid Jami Cikini Al Ma'mur.

Kini, masjid tersebut mampu menampung 700 jemaah.

"Sebelum ada bangunan di halaman depan, cuma menampung 300-an orang," kata Syahlani.

Lahan yang dahulunya menjadi rawa dan kebon ini ramai dikunjungi umat Muslim untuk beribadah.

Masjid tersebut sempat dihiasi lukisan karya seniman termasyhur, Raden Saleh Sjarif Boestaman. 

Karaya seniman keturunan Arab-Jawa ini pernah menempel di dinding Masjid Jami Cikini Al Ma'mur. 

Sayangnya, Syahlani dan pengurus masjid ini tak ada yang mengetahui kapan lukisan itu terpasang.

"Tapi yang saya tahu sekarang sudah tidak ada di sini. Tapi sekarang yang saya tahu, dipasang di Rumah Sakit Cikini," kata Syahlani.

Entah apa penyebab pastinyaya lukisan tersebut dipindahkan. Syahlani sayangnya juga tak ingat lukisannya bergambar apa.

"Alasan dipindahkan mungkin karena rumah Raden Saleh dulunya di tanah yang sekarang dibangun RS Cikini. Mungkin lebih baik di sana karena dekat dengan kediamannya," ucap Syahlani.

Masjid Jami Cikini Al Ma'mur rupanya banyak dikunjungi tokoh besar Indonesia. 

Diantaranya presiden keempat Indonesia, Abdurahman Wahid alias Gus Dur.

Diceritakan Syahlani, Gus Dur beberapa kali beribadah di sana.

Posisi Gus Dur saat beribadah kerap berada di pojok kiri deret pertama.

"Tepatnya di dekat pintu sana," ucap Syahlani, sambil menunjuk tempat yang pernah ditempati Gus Dur. 

Eks Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga pernah beribadah di sana.

Sekarang, suasana di Masjid Jami Cikini Al Ma'mur semakin makmur. Sesuai namanya, tidak ada lagi perebutan lahan antara antek Belanda dengan warga lokal.

Sumber: TribunJakarta
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas