Apa Hukum Membatalkan Puasa Bagi Pemudik Lebaran? Ini Penjelasannya
Berikut hukum membatalkan puasa bagi pemudik lebaran. Para pemudik boleh mempertimbangkan untuk membatalkan puasa mereka dan menggantinya di hari lain
Penulis: Bangkit Nurullah
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Mudik merupakan tradisi masyarakat di Indonesia menjelang lebaran atau Hari Raya Idul Fitri.
Saat mudik, tak sedikit masyakarakat yang merantau berbondong-bondong meninggalkan kota-kota besar untuk kembali ke kampung halaman.
Perjalanan ini tak hanya tentang menempuh jarak fisikal, namun juga melibatkan dimensi emosional.
Para pemudik rela berdesak-desakan hingga kemacetan dengan tujuan keinginan untuk berkumpul kembali dengan kerabat di kampung.
Tidak hanya jarak panjang yang mesti ditempuh, perjalanan mereka juga terbilang melelahkan karena bergerak serentak dengan jutaan orang lainnya.
Padahal mudik sendiri dilakukan saat bulan puasa Ramadhan.
Lantas, apakah kondisi ini membolehkan membatalkan puasa?
Puasa merupakan salah satu amalan wajib bagi umat Islam, sesuai dengan QS. Al Baqarah ayat 183.
Dilansir dari laman resmi Muhammadiyah, di agama Islam terdapat kelonggaran bagi beberapa golongan, termasuk musafir atau mereka yang sedang dalam perjalanan.
Hal ini dijelaskan dalam 'Buku Tuntunan Ibadah' pada Bulan Ramadan.
Tak dapat dipungkiri bahwa kondisi musafir, terutama dalam konteks mudik, sering kali sangat berat dan menyulitkan.
Baca juga: Apa Hukum Melihat Kemaluan Istri saat Puasa Ramadhan? Begini Penjelasan Buya Yahya
Oleh karena itu, Islam memberikan kelonggaran bagi mereka yang dalam perjalanan untuk meninggalkan puasa.
Dalil yang mendasari kelonggaran ini terdapat dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 184.
اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗوَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗوَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Ayyāmam ma‘dūdāt(in), faman kāna minkum marīḍan au ‘alā safarin fa ‘iddatum min ayyāmin ukhar(a), wa ‘alal-lażīna yuṭīqūnahū fidyatun ṭa‘āmu miskīn(in), faman taṭawwa‘a khairan fahuwa khairul lah(ū), wa an taṣūmū khairul lakum in kuntum ta‘lamūn(a).
Artinya: "(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.
Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.
Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan,51) itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
Kesimpulan
Dari pemaparan di atas, maka para pemudik yang terjebak dalam kemacetan panjang dan antrian transportasi yang melelahkan, boleh mempertimbangkan untuk membatalkan puasa mereka dan menggantinya di hari lain.
Penting untuk diingat bahwa kelonggaran ini diberikan untuk memudahkan umat dalam menjalankan ibadah, bukan untuk disalahgunakan.
Baca juga: Apa Hukum Menonton Film Dewasa saat Puasa? Ini Penjelasannya
Namun, keputusan untuk membatalkan puasa dan menggantinya di hari lain harus diambil dengan penuh kesadaran dan ketaatan terhadap ajaran Islam.
Maka, dalam situasi apapun, niat dan kesadaran dalam menjalankan ibadah tetap menjadi hal yang utama bagi umat Muslim.
Alasan dibolehkannya membatalkan puasa karena Islam adalah agama yang mengajarkan keseimbangan dan kasih sayang.
Menurut Ketua PP Muhammadiyah, Syamsul Anwar, Islam tidak mengajarkan pencapaian prestasi spiritual melalui penderitaan yang berlebihan.
Meskipun pelaksanaan kewajiban agama terkadang menantang, kesulitannya selalu berada dalam batas kewajaran manusiawi.
Baca juga: Apa Hukum Suami Istri Bermesraan saat Bulan Ramadan? Apakah Membatalkan Puasa?
Penting untuk diingat bahwa jika seseorang menghadapi kesulitan yang melebihi batas kemanusiaan, Islam memiliki kaidah-kaidah dan asas-asas yang memayungi serta memberi keringanan.
Salah satu contohnya adalah kelonggaran yang diberikan bagi musafir untuk membatalkan puasa dan menggantinya di hari lain.
Dalam Islam, kesehatan dan kesejahteraan jiwa serta raga diprioritaskan.
Maka, dalam konteks mudik yang melelahkan, penting bagi umat Islam untuk memahami bahwa menjaga kesehatan dan keselamatan diri serta keluarga adalah prioritas utama.
Dengan demikian, keputusan untuk membatalkan puasa dan menggantinya di hari lain adalah bentuk penghormatan terhadap keseimbangan dan kasih sayang yang diajarkan oleh Islam.
(Tribunnews.com/Bangkit N)