Dari Syukur ke Syakur, Merawat Kemabruran Puasa dengan Zakat
Seseorang baru disebut bersyukur manakala memberikan hak-hak orang lain dari harta yang Allah berikan kepada kita misal menyisihkan gaji untuk zakat.
Editor: Anita K Wardhani

Oleh Menteri Agama Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA
TRIBUNNEWS.COM - Ada tiga tingkatan syukur yang sering difahami secara rancu.
Pertama tahmid, yaitu mengucapkan lafaz alhamdulillah, saat kita memperoleh keberuntungan.
Baca juga: Merawat Kemabruran Puasa, Dari Tahmid ke Syukur
Kedua, syukur, yaitu menyandarkan segala nikmat itu kepada Sang Pemberi Nikmat, yaitu Allah SWT dengan sikap rendah diri.
Seseorang baru disebut bersyukur manakala memberikan hak-hak orang lain dari harta yang Allah berikan kepada kita.
Misalnya gaji dan pendapatan lain yang kita peroleh sebulan dikeluarkan minimum 2,5 persen kepada para mustahiq sebagai bagian dari zakat dan shadaqah kita.
Inilah yang disebutkan di dalam Alquran: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih," (Q.S. Ibrahim/14:7).
Baca juga: Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri hingga Keluarga dalam Tulisan Arab dan Latin
Ketiga, syakur, yaitu orang-orang yang tidak hanya mensyukuri kenikmatan, kebahagiaan, dan keberuntungan, tetapi juga mensyukuri segala bentuk musibah, penderitaan, malapetaka, dan kekecewaan yang melanda dirinya.
Segala bentuk penderitaan dan kemalangan dianggapnya sebagai “surat cinta” Tuhan. Sekian lama ia dipanggil Tuhan dengan kenikmatan dan kebahagiaan tetapi tidak menyadarinya, bahkan terkadang mabuk dengan kemewahan dan kenikmatan hidup.
Nama Tuhan yang disebut ketika dalam keadaan bahagia dan senang tidak seakrab dan sedalam ketika di dalam suasana kepedihan dan penderitaan.
Tahmid dan syukur banyak dilakukan orang, lebih banyak lagi yang tidak bertahmid dan tidak bersyukur.
Syakur amat terbatas orang yang bisa sampai ke sana. Allah SWT juga menyatakan: “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba Ku yang berterima kasih. (Q.S. Saba’/34:13).
Syakur sebagai tingkat kesyukiran paling tinggi, dambaan semua orang. Betapa tidak, orang yang sudah sampai di tingkatan ini dadanya akan lapang, selapang dengan samudra, sehingga betapapun banyak kotoran mengalir dari sungai tidak akan pernah bisa mengubah warna air samudra.
Sebaliknya jika dada orang sempit maka ia akan merasa sumpek, sehingga sekecil apapun keritikan dialamatkan pada dirinya langsung terasa sesak dan stress, seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an: “Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk Islam.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.