Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Aku Ikhlas Keluargaku Habis

Ikhlas memang mudah diucapkan tapi berat dirasakan ketika harus kehilangan sanak saudara dalam waktu bersamaan secara tragis dan tak berbentuk.

Penulis: Willem Jonata
Editor: Iswidodo
zoom-in Aku Ikhlas Keluargaku Habis
TRIBUN JOGJA/ADROZEN AHMAD
Salah seorang korban hendak dibungkus dengan kantung mayat saat evakuasi korban merapi di Dusun Bronggang, Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Jumat (05/11). 
Laporan Tribun Jogja, Willem Jonata

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Ikhlas memang mudah diucapkan tapi berat dirasakan ketika harus kehilangan sanak saudara dalam waktu bersamaan. Seperti dialami  Ratna Yuli Utami (22) warga Cangkringan mengaku tegar dan ikhlas.

Dia mengetahui orang tua dan kedua adiknya tewas terkena sapuan awan panas yang dimuntahkan Gunung Merapi, Jumat, 5 November dinihari lalu.

Ratna adalah putri sulung pasangan Sutopo dan Martini. Kedua orangtuanya tewas akibat sapuan awan panas tersebut. Sedangkan adik kandungnya yang ikut tewas bernama Septiani Nur Rohmawati dan Muhammad Ata. Namun yang 100 persen dapat dipastikan baru Septiani saja.

"Awalnya dia nangis dan histeris pas tahu keluarganya meninggal dalam kejadian itu. Tapi dia mulai tegar dan ihklas, karena dia juga harus memikirkan adiknya Tiara, satu-satunya keluarganya yang masih hidup," kata seorang wanita yang mengaku saudara angkat Ratna, yang tidak mau disebutkan namanya, Minggu, (07/11/2010), saat ditemui di ruang IFK RS DR. Sardjito, Yogyakarta.

Oleh sebab itu , lanjutnya, Ratna tetap ngotot melihat jenazah orang tua dan kedua adiknya, dengan mata kepalanya sendiri. Meskipun dengan melihat itu, hatinya sangat bersedih. "Dia bilang, 'aku sudah pasrah. Bagaimana pun bentuk jenazahnya, yang penting aku tahu mereka itu orang tua dan adik-adikku," kata Ratna seperti dituturkan saudara angkatnya itu.

Ratna tidak hanya kehilangan orang tua dan kedua adiknya. Tetapi juga kehilangan tujuh kerabat lainnya. Mereka ditemukan tewas di empat rumah yang letaknya berdekatan, di Dusun Bronggang, Argomulyo, Cangkringan, Sleman.

Saat kejadian nahas itu, Ratna berada di Jambi. Belum genap setahun, ia bertugas di sana, sebagai pegawai negeri sipil Dinas Kesehatan Kabupaten, Tanjung Jabung Timur.

Berita Rekomendasi

Sama sekali tidak ada firasat, kecuali menyaksikan siaran televisi yang memberitakan dusun tempat keluarganya tinggal luluh lantak akibat sapuan awan panas yang dimuntahkan Gunung Merapi.

Setelah menyaksikan pemberitaan itu, Ratna langsung menghubungi kerabatnya yang berada di dusun lain dengan telepon genggam. Ia lalu menanyakan apakah orang tua dan adik-adiknya itu ikut menjadi korban tewas dalam kejadian tersebut. Namun, kerabatnya yang dihubunginya itu mengatakan keluarganya dalam keadaan selamat dan baik-baik saja.

"Awalnya Ratna dibohongi. Mas-nya bilang keluarganya nggak apa-apa. Terus dia lihat di tv. Dia tahu, yang disorot tv itu ternyata rumahnya. Tim evakuasi mengangkut jenazah dari sana. Terus dia telpon lagi. Saat itu dia masih dibohongi juga. Akhirnya, Jumat malam dia dikasih tahu keadaan sebenarnya," kata saudara angkatnya itu sambil merangkul Ratna.

Setelah diberitahu keadaan sebenarnya, Ratna langsung menjerit histeris.  Berkali-kali ia menyebut Allahuakbar. Saat itu juga ia pun memesan tiket pesawat tujuan Yogyakarta. Ia ingin melihat langsung jenazah keluarganya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas