Relawan Merapi: Kami Kecil Tapi Eksis
Kecil-kecil cabe rawit, kiranya kata itu sangat pas dan cocok bagi komunitas radio pedesaan yang tergabung dalam ORARI.
Editor: Tjatur Wisanggeni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kecil-kecil cabe rawit, kiranya kata itu sangat pas dan cocok bagi
komunitas radio pedesaan yang tergabung dalam Organisasi Radio Indonesia
(ORARI). Karena aktivitasnya dalam membantu menginformasikan setiap pergerakan dan perkembangan keaktifan dari Gunung Merapi sebelum hingga beberapa kali erupsi.
Melalui gelombang dan frekuensi khusus para komunitas ini selalu membantu para
tim evakuasi dalam melakukan pencarian korban selama hampir 24 jam tanpa henti
sejak Gunung Merapi meletus hingga saat ini.
Komunitas yang saat ini telah memiliki anggotanya sebanyak 40 orang tersebut yang telah berdiri sejak tahun 1982. Komunitas itu bermula dari seringnya hubungan radio yang dilakukan oleh sesama warga guna membantu melakukan pemantauan terhadap lokasi persawahan menjelang musim panen.
“Awalnya seperti itu, namun lama-kelamaan fungsi radio telekomuniasi (ORARI) ini makin banyak di gunakan hingga akhirnya kita bergabung ke lembaga Orari yang sebenarnya untuk di wilayah Klaten,” jelas Yanto yang memiliki kode panggilan YD2HPO dalam berkomunikasi radio.
Selain itu, menurut Kopling, panggilan akrabnya, selama bergabung dengan ORARI, dirinya banyak mendapatkan manfaat yang sangat berarti terlebih lagi bisa secara langsung membantu dalam melakukan pemantauan kondisi gunung Merapi meski dari saluran radio.
”Sebenarnya seru juga bisa membantu dan berbagai dengan sesama terutama dalam kondisi seperti ini,” jelas Kopling.
Selama bergabung bersama tim evakuasi kopling memiliki peranan yang sangat penting dalam melakukan pembukaan jalan dan mencarikan jalur jalan yang akan ditempuh serta letak di mana jasad dari korban Merapi yang disampaikan kepadanya melalui radio maupun ketika dirinya menemukannya.
Dengan mengendarai sepeda motor tril ber-cc 125 , Kopling melakukan manuver-manuver menarik diantara jalan berdebu dan berkerikil menerjang lokasi yang tak bisa dilalui oleh kendaraan roda empat selama memandu romboangan tim evakuasi.
Meski demikian dirinya tidak terlalu berbesar hati meski telah beberapa kalinya dirinya berhasil menemukan mayat lebih dahulu serta mengalami dikejar lahar panas.
”Yang paling berkesan saat itu, saya mencari jalan untuk tim evakuasi , namun saat di depan sudah ada aliran lahar bergerak lambat mulai mendekati saya , langsung saja saya balik kanan dan ngebut sambil membunyikan peluit tanda bahaya, ya minimal jangan sampai ada korban dari tim evakuasi ,” jelasnya. (*)