Pengungsi Merapi Enggan Jual Sapinya
Sejumlah pengungsi ada yang tetap mempertahankan sapi-sapinya untuk dipelihara.
Editor: Kisdiantoro
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Sejumlah pengungsi ada yang tetap mempertahankan sapi-sapinya untuk dipelihara. Mereka menolak menjualnya, lantaran sapi-sapi itu merupakan sumber penghasilan satu-satunya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Mereka mendapatkan persekot dari hasil penjualan susu sapi perah miliknya.
"Saya nggak bakalan nge-jual sapi-sapi saya. Memang, kalau sapinya dijual, kita dapat uang. Tapi uangnya bertahan sampai berapa lama. Habis itu kita nggak tahu kerja apaan," kata Supardi, warga Dusun Boyong, Pakem, Kamis, (18/11/2010), saat ditemui di tempat evakuasi hewan ternak di lapangan Tlogoadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta.
Untuk satu liter susu, Supardi memperoleh uang sebesar Rp 3 ribu. Sehari ia bisa mengantongi uang sebesar Rp 12 ribu hingga Rp 15 ribu untuk setiap sapi. Makanya, ia ngotot untuk memelihara sapi-sapiya itu.
Supaya mudah mengurusi sapi-sapinya itu, Supardi hampir setiap hari bermalam di Tlogoadi, tepat di samping kandang. Dengan begitu ia dapat memelihara sapi-sapinya itu secara intensif. Ia sengaja tidak menginap di posko pengungsian untuk menghemat biaya transportasi.
"Saya menginap di sini. Hanya sesekali pulang ke pengungsian untuk bertemu keluarga saya. Kalau saya harusn bolak-balik terus dari pengungisan ke sini, kan ongkosnya banyak," terang Supardi.
Rencananya, Supardi akan memindahkan sapi-sapinya ke tempat yang lebih baik. Menurutnya, tempat evakuasi itu sudah tidak layak untuk sapi-sapinya. Sebab, tempatnya kotor dan sulit untuk dibersihkan. "Di sini tempatnya kotor dan susah dbersihkan. Rencananya saya mau pindahkan. Dulu waktu di dusun, kadang sapi saya bersih," tutupnya.