Umat Hindu Jambi Sucikan Buana Alit dan Buana Agung
SEHARI sebelum perayaan Tahun Baru Saka 1933 atau nyepi, umat Hindu di Jambi mengadakan upacara Tawur Agung yang disebut juga Pecaruan.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM - SEHARI sebelum perayaan Tahun Baru Saka 1933 atau nyepi, umat Hindu di Jambi mengadakan upacara Tawur Agung yang disebut juga Pecaruan.
Budiono, Pembimbing Masyarakat Hindu Jambi saat ditemui Tribun di Pura Giri Indra Lokha, Kenali Asam Bawah, Kota Baru, Jambi mengatakan perayaan Tawur Agung atau Pecaruan dilakukan untuk menyucikan Buana Alit, alam dalam diri manusia, dan Buana Agung, yaitu alam semesta beserta isinya.
Pukul setengah duabelas siang tetabuhan gamelan berirama khas berkumandang di luar gerbang Pura Giri Indra Lokha, Kenali Asam Bawah, Kota Baru, Kota Jambi, menandakan dimulainya perayaan Tawur Agung atau Upacara Pecaruan sebelum Hari Raya Nyepi, Sabtu (5/3/2011).
Belasan orang memainkan perangkat gamelan dengan nada-nada ritmis mengalahkan bisingnya suara iring-iringan truk yang tak henti melewati Jalan Lingkar Selatan.
Seorang pemuka agama mulai membaca doa, dibunyikannya lonceng di tangan, di hadapannya diletakkan sesajen. Setelah didoakan, sesajen dibawa masuk ke dalam pura.
Upacara ini disebut pula Bhutayadnya, yang dilakukan sehari sebelum menyepi di hari Chaitra (kesanga), tujuannya untuk membina hubungan harmonis manusia dengan Hyang Widhi, manusia dengan sesama manusia, mahluk ciptaannya dan lingkungan.
Menurut Gusti Ketut Mega, seorang pemangku adat atau Pinandhita Hindu, Tawur Agung atau Tawur Kesanga bertujuan sebagai persembahan suci kepada Sang Hyang Widhi untuk kesejahteraan dunia. "Jadi kita mohon restu kepada Tuhan Yang Maha Esa supaya membersihkan umat atau manusia," katanya.
Gusti Ketut Mega menjelaskan, bagi orang Hindu, menyepi bermakna sebagai introspeksi diri, untuk membersihkan Buana Agung. Sarananya adalah Catur Pembrata.
Catur Brata pada hakekatnya adalah mengekang nafsu indriya, meliputi Pati Agni atau Pati Geni, yaitu tidak menyalakan api. Pati Karya, tidak melakukan kerja fisik. Pati Lelanguan, yaitu tak bersenang-senang atau menghibur diri. Terakhir adalah Pati Lelungayan yang berarti tidak berpergian.
Perayaan nyepi merupakan rangkaian upacara yang dilakukan mulai tiga hari lalu yaitu perayaan Upacara Melasti, hari ini, Tawur Agung, Catur Brata atau menyepi, dan Dharmasanti.
"Tiga hari lalu kita mulai upacara Melasti, yaitu penyucian peralatan upacara," ujar Budiono. Selain itu dilakukan pula pengambilan tirta suci atau tirtha amrtha, tirta suci ini diyakini berada di tengah laut, namun cara mengambilnya tidak secara harafiah ke tengah laut, tetapi dari tepi laut dengan doa dari pendeta Hindu.
Budiono menjelaskan bahwa di sini (Pura Giri Indra Lokha - red) tirta suci diambil dengan doa dari sumber mata air atau beji.
Upacara melasti bermakna melebur noda, menyucikan dan memuliakan kebesaran Tuhan serta memohon sari pati kehidupan bagi seluruh ciptaan-Nya. Setelah prosesi upacara melasti usai, pada hari Chaitra (kesanga - red) yaitu hari ini dilaksanakan upacara Tawur Agung atau Pecaruan.
Pada Hari Raya Nyepi, atau hari ini mulai pukul enam pagi hingga pukul enam pagi hari berikutnya, umat Hindu akan menghentikan segala aktivitas kesehariannya dan melakukan brata penyepian.
Setelah selesai upacara Tawur Agung dan brata penyepian maka sebagai penutup rangkaian umat Hindu wajib melaksanakan Dharmasanti, yaitu saling mengunjungi, untuk menyampaikan rasa syukur dan memohon maaf atas kesalahan yang diperbuat kepada sanak keluarga dan di lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja.
Dengan demikian berakhir pula rangkaian prosesi hari raya nyepi tahun baru saka 1933 di Jambi yang dikatakan Budiono memiliki umat Hindu sekitar 500 jiwa.