Aji Disambut Pizza Usai Mudik Bandung-Jambi Naik Sepeda
Aji Eka Sapta nekat mudik dari Jatinangor, Bandung, Jawa Barat ke Jambi. Selama sembilan hari perjalanan akhirnya ia tiba jua.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribun Jambi, Yoseph Kelik
TRIBUNNEWS.COM - KOLAM Air Mancur Telanaipura, Jambi, memang menjadi titik finish perjalanan mudik bersepeda fixie yang ditempuh Aji Eka Sapta (22) mulai dari Jatinangor, Jawa Barat sejak Minggu (14/8/201) pagi. Namun, usai secara resmi mencapai Jambi pada Senin (22/8) pada 21.15, Aji dua jam kemudian ternyata masih menambahkan satu setengah kilomter lagi ke jarak 1.200 kilometer antara Jatinangor dan Jambi.
Satu setengah kilometer ekstra tadi adalah jarak kayuhan yang dilakukan mahasiswa Universitas Padjajaran itu ketika akhirnya meninggalkan Kolam Air Mancur depan Komplek Gubernur Jambi untuk akhirnya pulang ke rumah orangtuanya di daerah Broni. Sulung dari dua bersaudara ini melakukannya dengan diiringi tiga teman sekontrakannya di Jatinangor, seorang kerabatnya dari Tempino, juga Tribun, yang semunya menunggang sepeda motor.
Perjalanan esktra untuk mencapai rumah tujuan di Lorong Hidayah, samping kampus Universitas Batanghari, Kelurahan Sungai Puteri, Kota Jambi tersebut diselesaikan Aji dalam tempo sekitar lima menit. Begitu sampai, kedatangan Aji lantas disambut oleh ibu dan ayahnya yakni pasangan Astuti dan Abdul Muthalib.
"Heiiiiiiiiiiii..., "seru sang bunda gembira begitu Aji melangkah masuk ke ruang tamu.
Astuti pun lantas menyapa satu demi satu kawan-kawan Aji, juga Tribun, yang bertamu ke rumahnya jelang tengah malam itu. Astuti lalu mengajak Aji dan kami semua yang mengiringinya untuk duduk di ruang keluarga.
Di meja di tengah ruangan tersebut ada tiga kota pizza berlabel resto pizza jaringan waralaba terkenal. Dua kotak berukuran besar, satu kotak lagi berukuran kecil. Semua orang dengan bersemangat segera mencomot potongan pizza dalam kotak-kotak itu. Pizza-pizza tersebut merupakan pesanan Aji.
Maka ruangan yang berisi satu set sofa, televisi yang menyala, juga seperangkat komputer meja berjaringan internet itu segera menjadi tempat yang ramai oleh obrolan dan suara gelak tawa. Semua itu tentu saja sembari disertai menyantap pizza yang lezat.
Suasana bertambah ramai sekitar lima menit kemudian. Ini karena dua teman masa sekolah Aji menyusul datang bergabung.
"Ini gara-gara bule itu itu kemarin sepanjang jalan selalu ngomong 'pizza, coconut... pizza, coconut...' ," ucap Aji kala menyantap pizzanya. Dalam perjalanan mulai dari Palembang, Aji memang sempat seiringan dengan seorang pengelana sepeda keliling dunia asal Belanda yang bernama Fede. Mereka berdua kemudian berpisah di Betung karena Fede tak mampu mengimbangi kecepatan mengayuh Aji.
Selama masih seiiringan, pria bule yang memulai perjalanan sepedanya di Indonesia mulai dari Bali tersebut doyan mengucapkan kata pizza dan coconut selama mengayuh. Kata-kata Fede itu tak urung lama-lama membuat Aji menjadi terbayang-bayang pizza dan ingin juga memakannya.
Santai
Untuk ukuran orangtua yang anaknya baru saja menempuh perjalanan ekstrim berupa bersepeda 1.200 kilometer selama sembilan hari dari Jawa Barat ke Jambi, Astuti dan Abdul Muthalib menurut Tribun terlihat santai. Ekspresi keduanya lebih banyak memancarkan keceriaan. Wajah keduanya sama sekali bukan wajah orang-orang yang penuh kekhawatiran.
Dengan riang keduanya lantas berbagi cerita tentang beberapa kejadian di rumah selama Aji masih bersepeda antara Jatinangor dan Jambi. Mereka juga beberapa kali menceritakan kisah- kisah kenangan mereka terhadap masa kanak- kanan maupun masa SMA Aji. Cerita-cerita itu menjadi pengimbang cerita perjalanan mudik menunggang sepeda fixie yang dituturkan Aji.
Kepada Tribun, Astuti seraya diselingi tersenyum beberapa kali lantas bercerita bahwa ia pun sejujurnya menaruh khawatir dengan perjalanan bersepeda 1.200 kilometer yang dilakukan Aji. Paling tidak sebenarnya ada dua poin yang merisaukannya. Pertama, Aji bersepeda memakai sepeda fixie yang tak dilengkapi rem dan gerigi roda belakangnya terkunci ke hub atau poros roda belakang. Pengereman sepeda tersebut mengandalkan teknik skid yaitu menahan putaran pedal memakai kaki.
Dengan sepeda semacam itu, Astuti melihat perjalanan dari Jatinangor ke Jambi yang pastilah berat bakal bertambah berat. Astuti berkata bahwa sebenarnya ia akan lebih tenang jika Aji memakai sepeda jenis lainnya, contohnya MTB.
Selain itu, poin kedua yang dikhawatirkan Astuti adalah soal jalur antara Lampung dan Palembang. Kekhwatiran tersebut muncul karena jalur itu setahunya rawan contohnya menjadi langganan tempat beraksi para bajing loncat.
"Tapi saya sudah biasa dikageti Aji," ucap Astuti yang lantas diikuti anggukan suaminya. Sedari kecil, ia dan sang suami ternyata sudah beberapa kali mendapati Aji melakukan aksi perjalanan ekstrim. Saat masih duduk di kelas 5 SD, Aji pernah mengayuh sepedanya pada suatu sore ke rumah sang nenek di Tempino. Lalu, ketika SMA, Aji dan tiga temannya pernah menunggang sepeda motor dari Jambi ke Semarang. Kenekatan-kenekatan Aji tersebut memang selalu membuat Astuti lumayan sport jantung, tapi itu sekaligus membuatnya selalu yakin dengan kemampuan fisik dan daya tahan mental anak sulungnya itu.
"Saya juga tahunya Aji naik sepeda ke Jambi ketika ia sudah sampai di Serang. Siang itu, saya telepon Aji, waktu itu dia bilang ada di Bandung. Saya bilang saya kirim paket isi BPKB dan buah jeruk. Eh Ajinya bilang 'wah, dak usah, Mak, aku lagi sibuk,'." kata Astuti tentang pembicaraan telepon antara dia dan anak sulungnya pada Selasa (16/8) siang.
Nah, tak seberapa lama kemudian, Yayan yakni paman Aji yang tinggal di Tempino menelepon ke dirinya dan suaminya. Yayan berkata bahwa ia membaca Tribun Jambi hari itu dan mendapati satu berita tentang Aji yang sedang mengayuh sepeda dari Jatinangor ke Jambi. Mendengar kabar itu, Astuti dan suaminya lantas mencari Tribun Jambi hari itu. Mereka menemukan berita yang sama seperti yang diceritakan Yayan. Maka, Astuti pun segera kembali menelepon Aji. Di saat bersamaan, Abdul Muthalib meluncur kembali buah jeruk dan BPKB dari jasa pengiriman paket.
"Kalau jadi terkirim, siapo makan jeruknya di sano? Kawan-kawan serumah Aji juga lah pulang ke Jambi," kata Astuti seraya menunjuk, Ari, Abi, dan Adit yang duduk di depannya. Tiga orang ini merupakan para kawan serumah kontrakan Aji di Jatinangor. Tiga orang yang ditunjuk Astuti itu hanya tertawa lebar.