Melirik Kisah Datuk Paduka Berhalo sampai ke Pulau Berhala
PULAU Berhala diambil dari nama seorang bangsawan Turki yang diperkirakan menginjakkan kaki pertama kali di pulau ini.
Editor: Anwar Sadat Guna
Laporan Wartawan Tribunnewsbatam.com, Abdul Rahman Mawazi
PULAU Berhala diambil dari nama seorang bangsawan Turki yang diperkirakan menginjakkan kaki pertama kali di pulau ini.
Ia adalah Ahkmad Barus II yang dikenal juga sebagai Paduka Berhalo. Menurut catatan sejarah pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim), Propinsi Jambi yang ditempelkan di jalan menuju pemakaman, ia adalah putra seorang raja Turki.
Perjalanan Paduka Berhala ketika itu diduga hendak menyiarkan Islam, namun terdampar di pulau tersebut. Ia pun akhirnya mempersunting seorang ratu kerajaan di Jambi bernama Putri Salaro Pinang Masak.
Keduanya pun memimpin kerajaan Melayu II hingga turun-temurun. Keturunan dari kedua dikenal oleh masyakat Jambi dengan gelar Orang Kayo Pingal, Orang Kayo Kadataran, Orang Kayo Hitam, dan Orang Kayo Gemuk.
Keturunan yang cukup terkenal adalah Orang Kayo Hitam dengan keris Siginjei-nya yang menjadi raja Jambi pada generasi itu. Sejarah ini tercatat dalam buku Sejarah Nasional Indonesia III terbitan Balai Pustaka.
Di perkirakan Paduka Berhalo masih sering mengunjungi pulau ini walau ia sudah mempersunting seorang ratu dari daratan Sumatera.
Ia pun akhirnya menghembuskan nafas terakhir di pulau yang pertama kali ia injak di Nusantara ini. Letak makamnya berada di sebelah selatan, tidak jauh dari pemukiman warga dari Jambi.
Makam tersebut berada di bukit dengan ketinggian sekitar 10 meter dari komplek perumahan warga.
Masyarakat dari Tanjabtim atau dari Jambi, selalu menyempatkan diri untuk berziarah ke makam ini. Ketika Tribun berziarah, tampak beberapa orang juga sedang menuju ke makam berada di bukit.
Pemugaran area makam dilakukan oleh pemkab Tanjabtim sekitar 2005.
Akan tetapi, ketua RT setempat, Bahasir, mengatakan bahwa makam tersebut baru saja diketahui. Sebelumnya tidak ada warga yang mengetahui tentang keberadaan makam itu hingga pada saat ada pembangunan dari pemerintah Tanjabtim.
“Asal usul makam tersebut tidak begitu jelas. Tahu-tahu ada begitu saja. Itu kami sebut makam keramat. Itulah satu makam keramat di pulau ini,” ujarnya.
Seorang yang berasal dari Nipah Panjang di kabupaten Tanjabtim pun mengaku tidak mengetahui prihal adanya makam tersebut.
Menurutnya, Paduka Berhalo adalah manusia gaib yang tidak diketahui keberadaannya. Ia menyangsikan perihal makam tersebut.
“Entahlah ya, tapi menurut saya Paduka Berhala itu gaib. Tidak nampak manusia,” ujar kakek yang mengaku memiliki sebagain besar tanah dari Pulau Berhala itu.
Sementara dalam kisah lainnya disebutkan bahwa Datuk Paduka Berhalo adalah keturunan dalam keluarga kerajaan Majapahit di Jawa yang bernama Adityawarman.
Hal itu diungkapkan oleh professor Aulia Tasman yang kini menjadi Pembantu Rektor IV Universitas Jambi. Menurutnya, Adityawarman pergi meninggalkan Majapahit karena tidak berhasil menjadi raja. Ia kecewa hingga meningalkan kerajaan padahal ia sudah berpangkat menteri paling tinggi.
Ia pun mengembara ke negeri Melayu dan menikahi seorang putri dari kepala suku Melayu. Akhirnya Adityawarman diangkat jadi raja Kerajaan Melayu pada tahun 1347 M dengan gelar Adityawarmadaya Pratara Parakra Marajendra Mauliwarmadewa.
Saat menjadi raja, Adityawarman sadar bahwa ada agama baru yang akan merasuki agama Budha yang selama ini ia peluk.
Para penduduk pun menjadi khawatir sebab jika banyak penduduk yang memeluk Islam, maka kedudukan sang prabu akan menjadi lemah. Maka warga pun berinisiatif untuk menyembah patung-patung dari arca Bhairawa.
Mereka menganggap bahwa arca tesebut dipandang sebagai lambang yang harus melindungi Adityawarman dari penyebaran Islam. Mereka pun memindahkan kerajaan ke Pagarruyung dan menjadikannya sebagai kerajaan baru.
Aulia Tasman dalam blognya di http://auliatasman.blogspot.com mengutif A Jafar menyebutkan bahwa gelar Paduka Barhalo bukanlah gelar yang diberikan dari masyarakat pemeluk agama Budha.
Justru gelar Paduko Berhalo itu diberikan oleh penganut Islam karena dalam Islam patung yang disembah disebut berhala. Sehingga patung Adityawarman disebut berhala Adityawarman, Patung Datuk Paduka Berhala Adityawaraman, dan akhirnya menjadi kebiasaan dipanggil dengan disebut Datuk Paduka Berhala.