Lima Korban Percabulan Guru SLBN Diperiksa
Lima korban pelecehan seksual oknum guru Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Garut Kota menjalani pemeriksaan didampingi dua psikolog di Mapolres
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Jabar, M Syarif Abdussalam
TRIBUNNEWS.COM, GARUT - Lima korban pelecehan seksual oknum guru Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Garut Kota menjalani pemeriksaan didampingi dua psikolog di Mapolres Garut, Rabu (27/3/2013). Melalui psikolog, kesaksian para korban dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Kepala Urusan Humas Polres Garut, Ipda Wien CH, mengatakan Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak (LPPA) Kabupaten Garut bersama Polres Garut menyediakan tenaga psikolog untuk menangani para korban yang merupakan penyandang tuna grahita.
Dengan pendampingan psikolog, para korban bisa fokus menyampaikan kesaksiannya terhadap dugaan pelecehan seksual oleh DD. Selama ini, para korban cenderung tidak fokus memberikan keterangannya sehingga belum bisa dipertanggungjawabkan.
"Kalau benar, keterangan dari para korban kali ini bisa dijadikan bukti untuk penahanan tersangka. Selama ini memang tersangka masih berstatus wajib lapor saja dan belum ditahan di sel tahanan," kata Wien saat ditemui di ruang gelar perkara Mapolres Garut, Rabu (27/3/2013).
Surat rekomendasi dari para psikolog, kata Wien meyakinkan secara medis bahwa yang disampaikan para korban kepada penyidik dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan keterangan terekomendasi ini, kepolisian akan melakukan tindakan hukum untuk melakukan penangkapan dan penahanan kepada tersangka.
Hasil kesaksian kemudian akan direkam dan menjadi barang bukti saat persidangan. Dengan bantuan psikolog, para korban akan menuturkan seluruh kejadian kejadian saat pelecehan tersebut.
Kepala LPPA Kabupaten Garut, Nitta Wijaya, mengatakan para korban ini tidak mengalami depresi dan bisa melakukan aktivitas kesehariannya seperti biasa. Bahkan korban sudah bisa bersekolah lagi setelah sempat ketakutan bersekolah.
"Mereka sudah bisa berkomunikasi dan kondisinya sudah membaik. Bahkan sudah bisa tertawa. Mereka kooperatif," kata Nitta.
Di ruang gelar perkara, para korban histeris dan menjerit mengungkapkan kejadian pelecehan tersebut. Mereka menangis sambil berteriak.
"Orang seperti itu harus dipenjara. Jangan ada di sekolah. Saya sakit," kata seorang korban dalam Bahasa Sunda.(Sam)