Diperingati, 40 Hari Tragedi LP Cebongan
warga NTT. Kasus tersebut sebenarnya menjadi pukulan bagi semua bangsa Indonesia sebagai cerminan matinya penegakan hukum.
Editor: Budi Prasetyo
Laporan Wartawan Pos Kupang, Ginz Haba
TRIBUNNEWS.COM, KUPANG--Tragedi penembakan empat warga asal NTT di LP Cebongan, Sleman, merupakan luka terdalam untuk bangsa Indonesia. Solidaritas sebagai anak bangsa harus bisa ditunjukkan semua warga negara bukan saja warga NTT. Kasus tersebut sebenarnya menjadi pukulan bagi semua bangsa Indonesia sebagai cerminan matinya penegakan hukum.
Hal ini diungkapkan Ketua JPIT NTT, Pdt. Dr. Meri Kolimon, dalam malam refleksi kemanusian dan refleksi kebangsaan serta doa bersama memperingati 40 hari penembakan empat warga NTT di LP Cebongan, Yogyakarta, yang digelar di Taman Nostalgia, Kupang, Senin (6/5/2013).
Kolimon mengajak semua elemen masyarakat ikut merasakan duka memperingati 40 hari kematian Adrianus Candra Galaja, Yohanes Juan Manbait, Gameliel Yermiyanto Rohi Riwu dan Hendrik Angel Sahetapi yang dirasakan keluarga korban. Menurut Kolimon, tragedi yang dialami keempatnya menunjukkan kejahatan kemanusian yang tidak bisa ditoleril. Pasalnya, keempatnya berada dalam perlindungan aparat keamanan yang menjamin hak-hak mereka dari hukum rimba. Anehnya, tempat yang dianggap aman, justru menjadi tempat paling kejam dengan perbuatan sejumlah oknum yang terlibat.
"Duka keluarga yang ditinggalkan belum terhapus. Kita ada disini untuk bersama-sama menghibur keluarga korban serta merefleksikan kembali. Kejahatan kemanusiaan yang perlu mendapatkan perhatian dari semua masyarakat Indonesia bukan saja NTT," tuturnya.
Menurut Kolimon, tiga tema refleksi yang dibawakannya, yakni solidaritas, protes dan harapan. Ini merupakan gambaran yang dirasakan semua masyarakat tentang trgedi yang terjadi.
Tema solidaritas, jelasnya, merupakan ajakan untuk semua lapisan masyarakat ikut merasakan perlakuan yang dilakukan kepada empat warga serta memberikan penghiburan kepada kelurga korban. Tema protes, mengindentifikasikan kesewenang-wenangan aparat hukum yang melakukan kejatahan kemanusian tanpa rasa bersalah. Sedangkan tema harapan, mengartikan ada perwujudan perjuangan melalui kebersamaan menyuarakan hal kebenaran sehingga kasus seperti ini tidak lagi terulang di Indonesia.
Salah satu kemanusiaan, Paul Sinlaeloe, yang ditemui terpisah, mengaku, kegiatan yang dilakukan sejumlah koalisi warga negara untuk tragedi LP Cebongan ini merupakan refleksi kemanusian terhadap matinya penegakan hukum di Indonesi. Sebagai negara hukum, katanya, apararatur negara harus bisa menyelesaikan kasus itu secara transparan.
Dia mengatakan, siapapun dalam kedudukan hukum selalu mencari kepastian dan keadilan. Namun, katanya, berbeda yang dialami keemapt korban penembakan LP Cebongan. Karena itu, katanya, sebagai negara hukum, semua aparatur penegak hukum harusnya malu dengan membiarkan kasus tersebut tidak mendapat tempat yang adil. Dia juga meminta penegasan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono terkait kasus ini.
"Di era kepemimpinannya kasus ini menjadi sorotan terhadap penegakan hukum. Kalau dibiarkan akan membuka peluang-peluang penegakan hukum yang tidak berpihak kepada keadilan," tegasnya. *