Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Investor Keluhkan Mahalnya Buka Usaha di Tol Cikopo-Palimanan

sejumlah investor dari dalam dan luar negeri mengeluhkan mahal dan lamanya proses perizinan pendirian usaha di Subang

zoom-in Investor Keluhkan Mahalnya Buka Usaha di Tol Cikopo-Palimanan
Situasi lalu lintas di jalan pantura bentang Arjawinangun-Palimanan pada Sabtu sore (27/8/2011). 

TRIBUNNEWS.COM, SUBANG - Pembangunan jalan tol Cikopo-Palimanan (Cipali), yang akan melintasi Kabupaten Subang, menjadi magnet bagi investor untuk menanamkan modalnya di daerah tersebut. Namun sejumlah investor dari dalam dan luar negeri mengeluhkan mahal dan lamanya proses perizinan pendirian usaha di Subang.

Beberapa investor dan pengusaha yang ditemui Tribun, belum lama ini, mengaku dipersulit dalam membuat izin usaha di Kabupaten Subang dari Badan Penananam Modal dan Perizinan (BPMP) Kabupaten Subang. Selain itu, jasa pengurusannya sangat mahal. Pengusaha diminta membayar Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar.

"Saya akan membuka usaha di Subang. Namun proses perizinan sudah lima bulan ini belum selesai. Kan seharusnya prosesnya tidak selama dan seribet ini, " kata Puspa, bukan nama sebenarnya, salah satu pengusaha di Subang, belum lama ini.

Puspa menjelaskan, semula ada beberapa rekannya yang akan berinvestasi di Kabupaten Subang untuk usaha yang sama. Hanya saja, teman-temannya itu mundur dari rencana membuka usahanya di kabupaten yang banyak menghasilkan nanas ini karena mengeluhkan biaya perizinan.

"Awalnya kami bersama-sama mengajukan segala perizinan yang harus ditempuh. Kami ditawari pejabat BPMP untuk membantu pengurusan izin secara paket. Katanya akan dibantu oleh mereka. Pokoknya semua perizinan, katanya kita tahu beres saja. Tapi beberapa rekan saya memilih mengurus sendiri perizinannya. Namun, karena pengurusan izin yang dilakukan sendiri sulit, teman saya sempat hendak mengikuti arahan dari BPMP, tapi pada akhirnya mereka mundur karena uang jasa yang ditawarkan untuk mengurus izin sangat mahal," kata dia.

Karena kesibukannya, Puspa memilih memercayai pejabat BPMP tersebut untuk membantu proses perizinannya hingga tuntas. Risikonya, biayanya sangat besar, mencapai ratusan juta rupiah yang dibayarkan melalui cek giro dan diterima oleh pegawai BPMP.

"Jumlahnya tidak bisa saya sebutkan, tapi yang pasti, mencapai ratusan juta, kurang lebih setengah miliar lah. Sudah saya kasihkan uangnya melalui cek giro, yang bawa staf di sana," kata Puspa.

Berita Rekomendasi

Puspa mengatakan, sejauh ini kemudahan yang dijanjikan pejabat BPMP dengan perizinan cepat karena memberlakukan sistem satu atap hanya tinggal janji. Hasilnya sama aja, sulit, lama, dan mahal.

"Pejabat BPMP yang hendak membantu saya bilang, sekarang sudah satu atap. Jadi, kalau diurus oleh dia, bakal cepat. Tapi sampai sekarang, izinnya belum keluar-keluar juga. Saya sendiri tidak tahu kesulitannya di mana karena saya akui memang tidak saya urus sendiri. Tapi, yang saya sesalkan itu ya saya sudah bayar mahal, katanya satu atap, tapi tetap saja lama. Apalagi jika diurus sendiri," ujarnya.

Menurut dia, hubungan antara pengusaha dan pemerintah itu seharusnya dilandasi rasa kepercayaan satu sama lain sehingga ketika pengusaha mengajukan perizinan, sebaiknya pejabat terkait memprosesnya dengan baik.

"Memang (biaya ratusan juta) itu di luar prosedur. Dan ternyata, teman-teman saya sesama pengusaha juga mengeluhkan hal yang sama. Biaya perizinan di Subang ini dikenal sulit dan mahal. Padahal, di luar daerah tidak seperti ini," kata dia.

Pengusaha lain asal Jakarta, Berjaya (juga bukan nama sebenarnya), yang memiliki rekanan pengusaha asal Korea, mengeluhkan hal serupa. Semula ia sempat merencanakan berinvestasi di Kabupaten Subang dengan mendirikan pabrik garmen, tapi terpaksa batal berinvestasi karena alasan perizinan yang sulit dan mahal.

"Dulu sekitar tahun 2011 kalau tidak salah, saya memang hendak mendirikan pabrik garmen di sini. Tapi biaya perizinannya mahal, seingat saya waktu itu sekitar Rp 1 miliar lah. Karena mahal, terpaksa saya batalkan dan saya memilih buka pabrik di Sukabumi," kata dia ketika ditemui di sebuah rumah makan di wilayah Subang kota, Rabu (29/5/2013) lalu.

Ia mengatakan, berinvestasi dengan mendirikan pabrik garmen di Subang sangat potensial. Apalagi, upah minimum kabupaten (UMK) di Subang terjangkau bagi pengusaha dan daerah Subang akan dilalui jalan tol Cipali.

"Bicara tentang tol Cipali dan upah pekerja, Subang sangat potensial bagi investor. Itu termasuk iklim investasi yang mendukung. Cuma sayangnya, sejauh ini, dari obrolan sesama pengusaha, izin di sini itu cukup sulit dan cukup mahal juga," kata dia.

Ia mengaku masih berminat untuk bisa berinvestasi di Kabupaten Subang. Apalagi, pembangunan tol Cipali katanya akan rampung dalam 2-3 tahun ke depan.

"Sebenarnya, banyak juga yang berminat investasi di sini, termasuk saya juga masih berminat. Tapi mungkin tidak untuk saat ini. Mungkin nanti jika memang kondisinya sudah memungkinkan, khususnya ketika perizinan tidak sulit dan mahal," katanya.

Hal berbeda dialami pengusaha garmen lainnya asal Jakarta, sebut saja namanya Untung. Ia mengaku mendirikan pabrik garmen di Subang sejak 2007. Bahkan dalam kurun waktu 2007-2012 ia telah memiliki tiga pabrik di sana. Menurut Untung, sepanjang 2007-2012 semua perizinan bisa diperoleh dengan mudah dan dengan biaya yang tidak terlalu mahal.

"Waktu itu, semua perizinan yang dibutuhkan bisa selesai paling lama satu bulan. Kalaupun ada biaya di luar prosedur pun masih wajar, paling-paling untuk biaya makan. Dan biaya itu masih di bawah biaya normal yang sesuai prosedur," kata Untung.

Namun Untung mengakui bahwa di kalangan pengusaha saat ini, khususnya setelah era 2012 hingga sekarang, Subang dikenal kurang ramah bagi investor, khususnya terkait dengan biaya perizinan yang mahal, prosesnya yang sulit dan membutuhkan waktu lama.

Untung mengaku prihatin dengan pengalaman Puspa dan Berjaya, sebagai sesama pengusaha. Apalagi Puspa adalah pengusaha asli Subang.

"Seharusnya Pemkab Subang membenahi sistem investasi di Subang, khususnya terkait kemudahan perizinan bagi para pengusaha. Pengusaha asal daerah Subang sendiri dipersulit, gimana kalau pengusaha dari luar. Toh kan ujung-ujungnya usaha yang dibuka juga untuk kesejahteraan masyarakat Subang sendiri," kata dia.

Untung merasa beruntung karena sejak jauh-jauh hari membidik Subang sebagai daerah potensial untuk berinvestasi. Ia yakin, Subang akan lebih maju dan berkembang seiring dengan dibangunnya tol Cipali.

"Sebelum kami berinvestasi di sini, kami sudah tahu bahwa akan dibangun jalan tol. Makanya, saat itu kami langsung membidik Subang sebagai daerah investasi, di samping Bekasi atau Karawang yang cukup dekat dengan Jakarta. Pabrik-pabrik yang kami kelola saat ini, lokasinya pun cukup dengan rencana jalan tol," katanya.

Sumber: Tribun Jabar
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas