Aceh Waspada Antraks
Mengantisipasi penularan ke Aceh, Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan (Diskeswannak) semakin memperketat pengawasan lalu
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Sejumlah daerah di Indonesia saat ini sudah ditetapkan sebagai daerah endemik penyakit antraks. Mengantisipasi penularan ke Aceh, Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan (Diskeswannak) semakin
memperketat pengawasan lalu lintas ternak, terutama di daerah perbatasan.
Antraks merupakan penyakit yang menyerang herbivora, terutama sapi. Penyakit ini bersifat zoonosis (bisa menular ke manusia) dan cukup mematikan.
Informasi dari Kepala Diskeswannak Aceh, M Yunus, sudah ada enam daerah yang ditetapkan endemi antraks, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Masalahnya, pasokan sapi ke Aceh sebagian didatangkan dari daerah-daerah tersebut.
"Pasokan sapi dari daerah tersebut ke Aceh cukup banyak. Karena itu pengawasan kita lakukan sangat ketat. Sampai saat ini Aceh masih bebas antraks," katanya Yunus kepada Serambi (Tribunnews.com Network), Kamis (10/10/2013).
Pengawasan terutama dilakukan di daerah perbatasan. Selain dilakukan pengujian darah, sapi-sapi yang masuk ke Aceh juga diwajibkan untuk dikarantina selama seminggu. Setiap sapi yang masuk ke Aceh, harus memiliki surat keterangan
dokter hewan setempat tentang status kesehatan sapi dimaksud.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap sapi-sapi yang diperjual belikan di pasar hewan untuk keperluan kurban dan meugang. Namun Yunus memastikan bahwa seluruh ternak tersebut telah melalui pemeriksaan dan bebas dari penyakit berbahaya, terutama antraks.
"Petugas kita sudah turun ke lapangan untuk melakukan pengawasan ke pasar hewan dan sentra-sentra pelaksanaan kurban. Sapi-sapi yang dijual di pasar hewan itu sudah lulus tes kesehatan, apalagi itu sapi daerah kita sendiri. Kita sudah klaim, tidak ada penyakit yang membahayakan seperti antraks," ujarnya.
Pengawasan juga dilakukan di setiap rumah potong. Setiap sapi yang masuk wajib menginap 24 jam. Selain untuk pemeriksaan kesehatan, juga untuk mengantisipasi masuknya sapi curian.
Terkait dengan kebutuhan ternak sapi untuk kebutuhan meugang dan kurban, M Yunus menyatakan jumlah ternak di Aceh mencukupi.
"Data kita, ada 15.000 sapi dan kerbau untuk meugang dan kurban. Sementara kambing sekitar 10.000 ekor," kata M Yunus.
Secara keseluruhan jumlah ternak di Aceh mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, jumlah ternak sapi tahun 2012 sebanyak 44.969 ekor, terus mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya yang pada tahun 2010 berjumlah 67.382 ekor.
"Penurunan itu terjadi karena jumlah pemotongan tidak seimbang dengan kelahiran," jelas M Yunus.(yos)