Warga Perbatasan Nyatakan Siap Perang Melawan Timor Leste
Warga empat desa di Timor Tengah Utara (TTU), mengadakan ritual adat sebagai tanda siap berperang melawan Timor Leste.
Laporan Wartawan Pos Kupang, Jumal Hauteas
TRIBUNNEWS.COM, KEFAMENANU - Warga empat desa di Kecamatan Naibenu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), mengadakan ritual adat sebagai tanda siap berperang melawan warga Republik Demokratik Timor Leste (RDTL).
Tokoh pemuda Desa Sunsea, Kecamatan Naibenu, Wilem Oki, mengatakan seluruh warga empat desa itu sudah menggelar ritual adat di makam Raja Ambenu, Jumat (18/10/2013).
Dengan ritual itu, mereka sudah siap melakukan aksi kekerasan kalau perundingan damai yang dijadwalkan Kamis (24/10/2013) nanti, gagal.
Oki menjelaskan, seremoni adat ini dilakukan oleh perwakilan tokoh masyarakat dari empat desa, yakni Desa Sunsea, Desa Bakitolas, Desa Benus, dan Desa Manamas.
"Secara adat, masyarakat sudah membuat surat kepada masyarakat Leolbatan untuk melakukan perundingan damai. Tapi, kami sudah siap menghadapi kemungkinan terburuk, yakni kami harus mengangkat senjata dan berperang melawan warga Leolbatan-Timor Leste," tegasnya, Minggu (20/10/2013).
Menurutnya, apa yang dilakukan oleh masyarakat perbatasan ini merupakan bukti kecintaan mereka terhadap NKRI, sehingga tidak merelakan wilayah kedaulatan nasional dicaplok secara sepihak oleh warga negara lain.
"Jangankan satu meter, satu jengkal tanah wilayah NKRI tidak rela dibiarkan masyarakat untuk dikuasai oleh warga negara lain. Apalagi yang terjadi saat ini adalah pemerintah Timor Leste membuka jalan sepanjang 500 meter," tandas Oki.
Ia menjelaskan, persiapan perang yang dilakukan oleh masyarakat perbatasan, merupakan akumulasi kekecewaan masyarakat terhadap ulah warga RDTL yang membuka lahan baru, merusak pekuburan warga Indonesia, dan mencuri 19 ekor sapi milik warga Nelu, Desa Sunsea, Kecamatan Naibenu.
Tokoh masyarakat Nelu, Desa Sunsea, Marsel Teme (82) sebelumnya menegaskan, tindakan masyarakat setempat dan desa-desa tetangga melawan warga Leolbatan, bukan untuk memperebutkan lahan pertanian.
Sebab, lahan pertanian masih sangat luas di wilayah Indonesia untuk diolah. Tetapi itu adalah bukti kecintaan masyarakat terhadap tanah air Indonesia.
"Kita hidup dan makan dari apa yang dihasilkan tanah ini. Biarlah kita buktikan tanah ini milik Indonesia atau Timor Leste," tegas Teme.