Ayah Bayi Meninggal: Sudah Sekarat, Kami Menunggu 2 Jam
Mustari, ayah bayi Naila (2 bulan 10 hari) yang meninggal saat menunggu administrasi agar bisa dirawat di RSU Lasinrang
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, PINRANG -- Mustari, ayah bayi Naila (2 bulan 10 hari) yang meninggal saat menunggu administrasi agar bisa dirawat di RSU Lasinrang, Pinrang mengaku masih terus mengenang cerita bagaimana ribetnya manajamen rumah sakit melayani anaknya yang saat itu sudah sekarat.
Saat ditemui di rumahnya, di Kampung Patommo, Desa Kaliang, Pekkabata, Kecamatan Duampanua, Pinrang, Jumat (1/11/2013) siang, petani buruh serabutan ini membantah penjelasan pihak rumah sakit bahwa mereka hanya sebentar, 15 menit di rumah sakit.
Dengan nada sedikit tinggi, ayah tiga anak itu spontan membantah. "Bohong itu Pak. Saya di sana dua jam lamanya. Bahkan saya menangis nangis kasina di depan petugas, supaya anakku dilayani. Ini tidak, saya justru dimintai untuk melengkapi administrasi termasuk surat kelahiran anakku," jelas Mustari.
Dia menceritakan, saat itu, dia sangat berharap agar petugas jaga loket di Jamkesda dan loket poli anak diberikan sanksi.
"Hukum saja Pak, biar tak ada lagi pasien yang mati karena menunggu surat-surat," katanya dalam bahasa Bugis campur bahasa Indonesia.
Ibu kandung Naila, Nursia, terlihat lebih tenang. Sehari setelah pemakaman anak keempatnya, dia mengaku masih trauma dan menyesalkan kejadian di depan loket Jamkesda itu.
Tiap menjawab pertanyaan wartawan di kolong rumahnya, dia selalu terisak. "Saya tahu kematian itu takdir pak. Tapi ada namanya usaha. Saya sangat kecewa Pak dengan pelayanan rumah sakit pak," kata Nursia terisak.
Informasi yang diperoleh Tribun di RS antrean pasien, Rabu pagi itu terbilang banyak. "Biasanya, awal pekan Senin dan Selasa, selalu ramai," kata seorang perawat yang enggan disebut namanya.
Saat, keluarga Naila tiba sekitar pukul 10.20 wita, Rabu (30/10) lalu, dengan menggunakan mobil pinjaman tetangga (bukan angkutan umum), keluarga Naila mendapatkan urutan 115. Sementara pasien yang sudah dipanggil, saat itu nomor antrean 95.
Sekadar diketahui, dari data yang diperoleh Tribun di RSU Lasinrang, tahun 2012 lalu rata-rata perhari ada 150 pasien yang dilayani di 11 poliklinik untuk pasien rawat jalan.
Melihat kondisi Naila terus memburuk, Mustari lantas kembali mendatangi loket dan meminta tolong anaknya diperiksa.
Bukannya diberi kesempatan, petugas malah meminta sejumlah surat untuk kelengkapan administrasi bahwa mereka berasal dari keluarga tak mampu. Petugas menanyakan kartu keluarga, dan kelangkapan berkas lainnya.
Namun, soal nomor antrean ini dibantah oleh keterangan resmi dari Kepala Bagian Pelayanan RSU Lasinrang, dr Rifai Umar.
Dikatakan Rifai, ayah pasien mendaftar di loket pendaftaran RSU Lasinrang dengan menunjukkan rujukan dari Puskesmas. "Sementara pasien bersama keluarga lain duduk di kursi ruang tunggu poliklinik (bukan di ruang tunggu loket kartu) sehingga tidak terlihat petugas loket." katanya.
Versi rumah sakit menceritakan, setelah mengetahui pasien yang sakit adalah bayi usia 2 bulan, petugas tak memberikan nomor antrean dan langsung meminta kelengkapan administrasi (foto copy KTP, Kartu Keluarga, Kartu Keterangan Lahir).
Kelengkapan adminsitrasi ini adalah persyaratan pelayanan pasien Jaminan Kesehatan Daerah Sulawesi Selatan Rawat Jalan sesuai dengan SOP Penerimaan Pasien Rawat Jalan, yang tidak demikian halnya apabila pasien melaui IGD dimana mendahulukan tindakan daripada persyaratan Administrasi.
Dari pantauan di kampung itu, beberapa kerabat Nursia dan Mustari terus berdatangan. Tetangga, juga tak henti-hentinya datang memberi semangat ke keluarga ini
kemarin, dilapoirkan sejak kasus itu, banyak pejabat kecamatan, termasuk sekda, kepala dinas kesehatan, dan kepala rumah sakit, datang ke rumah panggung yang hanya berukuran 8 x 8 meter itu.
Di kampung itu, keluarga Mustari termasuk kategori keluarga pra sejahtera. Bahkan beberapa warga dan kerabat pasutri ini, terlihat mendatangi pekuburan Kaliang, dimana Naila dikebumikan.
Pekuburan tersebut berjarak sekitar 700 meter dari rumah Mustari. Bahkan beberapa keluarga Mustari terlihat berdoa di atas batu nisan berukuran mungil tersebut.
Ketua LSM Sorot M Jasmir Lainting yang juga memberikan perhatian khusus menyayangkan buruknya pelayanan di RS kelas B itu.
"Ini harus diusut. Bagi kami ini adalah kelalaian. Masa orang sudah menunggu dua jam, dan sudah mengiba kepada petugas agar anak tersebut segera ditangani, tapi kenyataannya tidak, mereka tetap dibiarkan hingga harus melengkapi adminsitrasi pendaftaran," kata Jasmir.
Dimintai komentar secara terpisah, Ketua DPW Ikatan Mahasiswa Perawat Indonesia (Ikmapi) Sulselbar, Akbar S Ujohn, juga meminta aparat serius menyikapi tragedi Naila.
"Kami atas nama Ikmapi Sulselbar, mengecam keras kasus kematian Naila. Eh, kadis kesehatan mala tertutup dan acuh.," katanya. (achwan ali)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.