Koetaradja Miliki Banyak Harta Karun karena Tiga Kali Disapu Tsunami
Banda Aceh yang dulu bernama Koetaradja, mendadak jadi buah bibir di berbagai daerah lantaran ditemukannya harta karun berlimpah pada pekan lalu.
Laporan Wartawan Serambi Indonesia Yarmen Dinamika
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Kawasan Gampong Pande, Banda Aceh yang dulu bernama Koetaradja, mendadak jadi buah bibir di berbagai daerah lantaran ditemukannya harta karun berlimpah pada pekan lalu.
Sedikitnya, warga menemukan ribuan koin emas atau dirham dan sepasang pedang VOC di areal tambak desa itu. Ternyata, kawasan harta karun tersebut sudah tiga kali disapu bencana tsunami besar.
Faktor itu diyakini menjadi penyebab utama, pusat Kerajaan Aceh Darussalam itu ditinggalkan penghuninya dan banyak benda-benda bersejarah berserakan atau tertimbun di situ.
Data kepurbakalaan bahwa Gampong Pande sedikitnya sudah tiga kali didera tsunami diungkapkan Dr Nazli Ismail, Ketua Jurusan Fisika FMIPA Unsyiah, menjawab Serambinews.com, Minggu (17/11/2013 siang.
Doktor jebolan Swedia ini mengakui, sudah melakukan kajian paleotsunami di Gampong Pande sejak 2011. Paleotsunami adalah kajian tentang peristiwa tsunami di masa lampau.
"Terungkap bahwa di Gampung Pande ada dua priode pendudukan (settlement) dilihat dari variasi batu nisan di sana. Satu periode bersamaan dengan Lamuri (di Lamreh, Krueng Raya, Aceh Besar) dan yang satu lagi pada masa Kerajaan Aceh Darussalam (di atas 1511 Hijriah)," ungkap Nazli.
Pergantian settlement tersebut, diduga Nazli, berkaitan dengan kejadian tsunami besar. "Satu kali terjadi pada pertengahan abad 14 dan satu lagi sekitar 500 tahun kemudian. Dan yang terakhir terjadi pada 26 Desember 2004. Jadi, totalnya tiga kali," kata Nazli.
Menurut Nazli, tim riset yang dia pimpin, saat meneliti di Gampong Pande hanya fokus pada variasi batu nisan di desa itu. Ditemukan satu jenis plak pling mirip dangan yang terdapat di Lamreh, sedangkan yang lainnya seperti batu Aceh biasa. Batu-batu nisan itu bertanda dua periode pendudukan dengan masa yang berbeda.
"Sedangkan di Lamreh kami temukan dua periode tsunami dan yang satunya terkoneksi dengan periode Kerajaan Lamuri dengan nisan yang lebih kuno dibanding batu Aceh biasa. Artinya, saat Lamuri berkembang, di Gampong Pande sudah ada penduduk, tapi Lamreh setelah itu tidak berkembang lagi sampai sekarang," kata mantan wartawan Serambi Indonesia ini.
Hasil temuan Nazli dkk sejalan dengan asumsi sejarawan Aceh, Drs Rusdi Sufi. Menurut dosen pada Prodi Pendidikan Sejarah FKIP Unsyiah ini, ada dua kemungkinan utama mengapa Gampo Pande sebagai pusat Kerajaan Aceh dulunya ditinggalkan dan penghuninya pindah ke Dalam Darul Dunia yang kini berlokasi sekitar Pendapa (Meuligoe) Gubernur Aceh.
Penyebab pertama karena Gampong Pande sempat diduduki Belanda pada 1874 (saat Aceh dipimpin Sultan Alaidin Mahmudsyah) dan kemungkinan kedua karena Gampong Pande sebelumnya pernah dilanda tsunami besar, sehingga sebagian besar penghuninya meninggal, sedangkan yang selamat mengungsi dan akhirnya menetap di kawasan Dalam Darul Dunia (sekitar 5 km dari Gampong Pande).
Pada saat itulah diperkirakan Rusdi banyak barang berharga milik Kerajaan Aceh, termasuk uang dirham berbahan emas, tertimbun dan terpencar di kawasan Gampong dan sekitarnya. Sebagian dari koin emas itu ditemukan pencari tiram pada Senin siang lalu. Keasliannya kini sedang diteliti tim arkeolog dari Balai Kepurbakalaan Kemendikbud RI.