Ini Peran 'Buchi' dan 'Femi' dalam Percintaan Sejenis
Komunitas lesbi memiliki dua peran. Ada yang menjadi buchi (pria) ada yang menjadi femi (perempuan).
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG - Komunitas lesbi memiliki dua peran. Ada yang menjadi buchi (pria) ada yang menjadi femi (perempuan). Layaknya laki-laki, lesbi buchi berpenampilan lebih macho, rambut pendek dan lebih berani.
Sedangkan femi (dari singkatan kata feminin) seperti wanita pada umumnya yang masih menjaga sisi kewanitaannya, hanya perasaannya saja yang tidak tertarik pada laki-laki sesungguhnya.
Menurut Indri yang nama buchinya Ndra, seorang buchi gaya dan tingkahnya pun seperti pria tulen, mereka menyukai tantangan, menyukai sesuatu yang berbau seorang lelaki dan tentunya mereka menyukai wanita juga. Femi memiliki kepribadian kewanitaan yang
sangat menonjol.
Namun, tetap terjadi penyimpangan seksual pada dirinya. Perasaan suka, cinta ataupun nafsunya normal seperti biasa yaitu menjurus menyukai sosok wanita yang berprilaku seperti lelaki yang posisinya digantikan oleh buchi.
Buchi sendiri memiliki ciri seperti layaknya seorang pria. Mereka merokok, model rambutnya seperti pria, pendek dan bergaya stylish, biasanya memakai baju kemeja yang dibiarkan terbuka tidak dikancing ataupun menggunakan baju kaos, menggunakan celana pendek pria, ataupun celana jeans pria model melorot dan model
biasa serta memakai aksesoris pria, seperti gelang, kalung rantai yang biasa dikenakan pria.
Jalinan kasih sejenis ini sangat tertutup untuk dimasuki orang luar, dalam komunitas lesbi ada sebuah komunitas yang menamakan diri mereka "Komunitas Anti Pria" yang sangat menjaga jarak dengan kaum laki-laki. Mereka saling menjaga rahasia bahkan dari
keluarganya sendiri. Salah seorang buchi ditemui Sripo, mengatakan jika mereka sangat nyaman menjalani kehidupan sebagai seorang lesbi, walau terkadang ada saja cemooh dari orang luar yang sering menyudutkanya.
"Saya pernah sakit hati saat masih duduk di bangkuk SMP oleh seorang pria. Saya benci dan ketika itu saya nyaman sekali dengan teman saya bernama Icha yang sangat menyayangi dan dapat mengerti saya. Sampai akhirnya saya makin dalam di komunitas ini," ujarnya.
Ia juga menyebutkan, jika menurut pengalamannya mengapa seseorang menjadi lesbi, ada beberapa faktor. Yaitu, faktor fisik, ada wanita yang dicampakkan oleh laki-laki yang menjadikannya benci hingga trauma untuk mengenal atau menjalin hubungan dengan laki-laki.
Selain, itu faktor lingkungan ketika seseorang bergaul dengan komunitas atau teman yang lesbi dan menemukan kenyamanan maka kemungkinan besar akan menular atau ikut menjadi bagian dari komunitas tersebut.
Faktor keluarga, keluarga yang tidak perhatian dan sering ada masalah di dalam keluarga tersebut hingga membuat seorang lebih nyaman di luar rumah dan bercerita dengan teman wanitanya.
Faktor didikan, terkadang orangtua yang menginginkan anak perempuannya menjadi kuat, berani dan dapat diandalkan mengubah imej atau cara berpikir anak menjadi kelaki-lakian hingga berujung anak nyaman dalam kondisi tersebut.
"Contohnya saya, yang masuk ke duania ini karena terpengaruh lingkungan, saat saya merasa tidak ada lagi yang peduli dengan saya tapi teman-teman disini sangat peduli dan mengerti hingga akhirnya saya pun menjadi seperti ini," ujar Ica salah seorang
lesbi seraya menambahkan, menurutnya ia pernah berusaha untuk keluar dan bersikap normal, namun sangat sulit dan akhirnya memilih tetap menjadi Femi.(cr10/cr12)