Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ada Markus Gareng, Matius Petruk, dan Yohanes Bagong

Pengurus gereja menggelar wayang kulit dengan latar belakang cerita dari dari kitab suci Injil, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.

Editor: Gusti Sawabi
zoom-in Ada Markus Gareng, Matius Petruk, dan Yohanes Bagong
Kompas.com
Dalang Ki Sih Agung Prasetyo dalam pementasan wayang Wahyu di GKJ Magelang 

Tribunnews.com — Kebaktian dan perayaan malam Natal di Gereja Kristen Jawa (GKJ) Plengkung Kota Magelang, Jawa Tengah, berlangsung cukup unik. Pengurus gereja menggelar wayang kulit dengan latar belakang cerita dari dari kitab suci Injil, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.

Tokoh-tokoh yang ditampilkan pun sesuai dengan tokoh dalam kitab suci umat Kristen, seperti Daud, Samuel, dan Yeremia. Namun, pagelaran tetap memunculkan tokoh Punakawan dalam sesi "Gara-gara", tetapi nama Petruk, Gareng, dan Bagong digabung dengan nama murid-murid Yesus Kristus, jadilah nama Punakawan menjadi Markus Gareng, Matius Petruk, dan Yohannes Bagong.

Pergelaran wayang ini lantas disebut Wayang Wahyu. Selayaknya ergelaran wayang kulit umumnya, Wayang Wahyu tetap menggunakan pengiring musik tradisional dari gamelan dengan tembang-tembang dari Kidung Pujian umat Kristen. Salah satu ciri yang membedakan wayang kulit biasa dengan Wayang Wahyu ialah bentuk "gunungan" yang digunakan dalam "jejer" pada awal dan akhir pementasan.

Sang dalang, Sih Agung Prasetyo, menjelaskan, salah satu ciri khas Wayang Wahyu juga terletak pada gunungan wayang yang terdapat tanda salib. "Wayang ini dulu diciptakan oleh seorang pemuka agama Katolik Bruder Timotheus Wignyo Subroto SJ pada tahun 1960 di Surakarta, Jawa Tengah," kata Agung.

Sebelum pergelaran dimulai, dipentaskan sendratari yang diambilkan dari Kejadian (Kitab Injil Perjanjian Lama) yang menceritakan tentang manusia jatuh ke dalam dosa, yakni kisah manusia pertama Adam dan Hawa yang hidup di Taman Eden. Namun, mereka jatuh ke dalam dosa akibat bujuk rayu dari ular yang merayu agar Hawa memakan buah terlarang yang ada di Taman Eden.

Suasana khidmat begitu terasa pada malam Natal itu. Jika biasanya firman Tuhan atau khotbah disampaikan oleh pendeta, tapi malam itu semua dilakukan oleh Ki dalang Sih Agung Prasetyo. Sementara pendeta Gledis Yunia Debora Angelita hanya melayani votum dan salam pada awal dan akhir kebaktian tersebut.

Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito mengapresiasi GKJ Plengkung atas pagelaran Wayang Wahyu dalam rangkaian kegiatan kebaktian kelahiran Yesus Kristus. "Pagelaran ini patut diapresiasi. Karena selain melestarikan kesenian asli Jawa, pagelaran ini mempunyai pesan moral serta tuntunan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Kristen," tutur Sigit.

BERITA REKOMENDASI
Tags:
Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas