Dunia Terasa Seperti Kiamat
Christian Maramis (26) warga Kecamatan Eris, Minahasa menjadi satu diantara puluhan saksi hidup bencana longsor di Tinoor
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Christian Maramis (26) warga Kecamatan Eris, Minahasa menjadi satu diantara puluhan saksi hidup bencana longsor di Tinoor, Rabu (15/1/2014) silam. Beruntung tak sedikit pun raganya terluka, namun jiwa itu tak seberuntung sang raga. Kepada Tribun Manado, Selasa (21/1/2014) Christian kembali mengisahkan hari yang tak bisa ia lupakan itu.
Derasnya hujan dan angin yang terjadi Rabu itu tak mengurungkan niat Christian untuk masuk kantor di Manado. Sepeda motor, helm, jaket hujan dan tekad yang kuat ia melaju dari rumahnya. Di area sekitar jalan menuju Tinoor, Christian kemudian menjumpai longsoran-longsoran kecil. "Karena lalulintas masih berjalan, saya melanjutkan perjalan," kenangnya.
Belum lama ia berjalan, ia kemudian bertemu dengan titik longsor lainnya yang lebih besar dari yang pertama. Perjalanannya pun terhenti, menunggu sesaat. "Berhenti sebentar, saya kemudian berniat berbalik arah. Namun tiba-tiba dapat kabar jalan sebelumnya juga sudah putus," ujarnya.
Saat itu ia mulai khawatir, bagaimana cara keluar dari situ dan bagaimana jika ia tertimpa longsor. Ia kemudian memarkir motornya, beserta pengendara lainnya dan berjalan dengan jiwa yang harap-harap cemas, ke arah Manado. "Saya harus ke Manado, makanya saya tak berbalik. Padahal waktu itu banyak orang yang berjalan kembali ke arah Tondano," tuturnya.
Melewati longsor, ia berjalan. Tak berapa lama, tiba-tiba ia dikejutkan dengan longsoran besar di depan matanya. Ia bahkan nyaris tertimpa. "Tanah, batu dan pepohonan jatuh, jalanan dan rumah di pinggirnya ambruk dan melenyapkan beberapa kendaraan. Orang-orang berlarian menghindar. Saya langsung lari secepat mungkin, dan longsoran itu hanya sekitar lima meter di belakang saya," ujarnya.
Pemandangan itu sangat mengagetkan dirinya, karena baru kali itu ia melihatnya. Selama itu, Christian mengaku melihat 8 kali longsoran baik kecil maupun besar. "Saat itu saya terbayang film 2012. Suasana saat itu seperti mau kiamat, terjadi berulang-ulang. Orang-orang berlarian dengan teriakan histeris dan air mata, sungguh menakutkan," tuturnya.
Christian terus melanjutkan perjalanannya ke Manado. Berjalan menyusuri longsor, dengan doa yang terus dipanjatkan, akhirnya ia memasuki Pineleng. "Saya harus menempuh perjalanan yang jauh, tapi syukur bisa lolos dari maut. Dari Pineleng, saya minta tumpangan hingga Winangun, baru naik mikro ke kos," tuturnya.
Sejak saat itu, Christian mengaku belum bisa tidur nyenyak. Bayangan peristiwa itu terus menghias. Bahkan sesekali dadanya sesak jika terbayang. "Masih selalu terbayang, bagaimana alam mengamuk saat itu. Saya trauma dengan kejadian itu. Semoga itu takkan pernah terjadi lagi," ungkapnya. (finnekewolajan)