UGM Kirim Mahasiswa Bantu Pengungsi Sinabung
Pada masa tanggap darurat bencana erupsi gunung Sinabung, UGM akan mengirimkan mahasiswa KKN PPM.
Laporan Wartawan Tribun Jogja Gaya Lufityanti
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Universitas Gadjah Mada (UGM) akan mengirimkan mahasiswa KKN PPM ke daerah bencana erupsi Gunung Sinabung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, pada masa tanggap darurat.
Mahasiswa ini, nantinya akan lebih banyak melakukan kegiatan pendampingan pendidikan, bantuan kesehatan, logistik, sosial ekonomi dan pendampingan psikologi berupa trauma healing bagi anak-anak yang tinggal di lokasi pengungsian.
Pengalaman DERU UGM saat membantu penanganan korban bencana eruspi gunung Merapi pada 2010 lalu, diakui Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Suratman, bisa menjadi modal untuk membantu penananganan bencana Sinabung.
"UGM juga akan membantu tugas pemetaaan daerah rawan bencana untuk perubahan pembangunan tata ruang pasca erupsi Sinbabung. Sudah menjadi tugas keilmuan kita di bidang akademik," katanya pada Kamis (23/1/2014).
Langkah Sembiring, satu anggota Tim Peneliti yang diberangkatkan mengatakan, situasi di Sinabung semakin mengkhawatirkan. Ia menceritakan, erupsi Sinabung terjadi tiga kali letusan setiap harinya, bahkan jarak pandang hanya berkisar 1-2 meter.
"Ada 42 titik pengungsian dengan total pengungsi lebih 40 ribuan jiwa. Warga sudah tinggal di tempat pengungsian lebih dari empat bulan," kata pria kelahiran Karo Sumatera Utara, 54 tahun lalu ini.
Meski tidak ada korban jiwa, tapi menurutnya tekanan psikologis dan trauma warga yang kini tinggal di lokasi pengungsi perlu segera mendapat pendampingan. Sebelumnya sempat terjadi konflik antar warga.
"Saya kira perlu semacam ide kreatif agar ada aktivitas warga yang tinggal di tenda pengungsian. Seperti warga korban Merapi yang diajarkan membuat kerajinan tangan," ujarnya.
Dosen Fakultas Biologi ini menjelaskan, warga sinabung tidak memiliki pengalaman dan ingatan kolektif mengenai erupsi Gunung Sinabung. Pasalnya erupsi Sinabung terjadi 400 tahun yang lalu.
"Makanya mereka tidak punya istilah wedhus gembel seperti halnya warga Merapi. Masyarakat di sana sangat takut saat Sinabung meletus. Saking takutnya tidak ada yang jadi korban, karena lebih mudah diajak evakuasi," tutupnya.