Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Terkena PHK, Ribuan Pekerja Tambang Tuntut Pesangon

Sekitar 14.000 pekerja tambang dari 47 perusahaan yang berproduksi di Sulawesi Tenggara, dirumahkan tanpa mendapat pesangon

Editor: Budi Prasetyo
zoom-in Terkena PHK, Ribuan Pekerja Tambang Tuntut Pesangon
KOMPAS. COM/ Kiki Andi Pati
Ribuan pekerja tambang di Kendari yang terkena PHK turun jalan mendesak pemerintah untuk membayar pesangon mereka. PHK massa itu menyusul pemberlakuan aturan larangan ekspor mineral mentah oleh pemerintah 

 
TRIBUNNEWS.COM KENDARI,  - Sekitar 14.000 pekerja tambang dari 47 perusahaan yang berproduksi di Sulawesi Tenggara, dirumahkan tanpa mendapat pesangon. Pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal itu menyusul pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2014 tentang larangan ekspor mineral mentah sejak 12 Januari lalu.

Koordinator Solidaritas Pekerja Tambang Nasional (Spartan) Sultra, Halim Alkaf usai menggelar aksi unjuk rasa menolak pemberlakuan PP nomor 1 tahun 2014 mengatakan, Pemerintah harus membayarkan pesangon dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi pekerja tambang yang di-PHK.

“Selain dampak langsung yang diterima para karyawan, dampak juga dirasakan warga yang berusaha di sekitar perusahaan tambang termasuk perusahaan penyuplai kebutuhan perusahaan tambang,“ terangnya, Rabu (5/2/2014).

Menurutnya, 14.000 karyawan itu baru di perusahaan tambang nikel yang telah berproduksi. Belum lagi di perusahaan yang tengah melakukan eksplorasi dan perusahaan sub kontraktor.

Oleh karena itu, kata dia, Pemerintah Provinsi Sultra harus mengeluarkan rekomendasi pada pemerintah pusat untuk mengambil langkah untuk menghidupkan kembali kegiatan perekonomian masyarakat.

Sebelumnya, Gubernur Sultra Nur Alam mengungkapkan PHK massal terhadap pekerja tambang di Sultra bersifat sementara. Pihaknya akan mengidentifiksi penduduk lokal yang kehilangan lapangan kerja dan perbedaan pro-material dan material yang sudah diproses.

“Begini, jangan terlalau emosional menyikapi persoalan ini. Pertama, secara jujur yang ingin saya katakan, coba identifikasi berapa banyak penduduk lokal yang kehilangan lapangan kerja. Jangan sampai lebih banyak orang kehilangan pekerjaan, adalah warga di luar Sulawesi Tenggara, dan tenaga kerja yang datang ini merugikan segmen lapangan kerja penduduk lokal,” tegas Nur Alam.

Berita Rekomendasi

Menurutnya, pemberlakuan PP Nomor 1 tahun 2014 sebuah proses yang harus dilalui, untuk peningkatan kapasitas, baik dunia usaha dari trading pro-material menjadi pengusaha industri.

Dikatakan, PHK hanya bersifat sementara. Sebab masih banyak lapangan kerja lain yang dapat menjadi kompensasi atau yang bisa dikompensikan dalam melakukan mata pencarian untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Ekspor sudah tutup, itu sikap pemerintah. Kalau ada aksi, itu hak setiap orang untuk menyampaikan aspirasi, tetapi tidak mungkin lagi ketentuan undang-undang akan dicabut, sebab undang-undang itu juga dibuat untuk kepentingan masyarakat,” jelasnya.

Nur Alam juga menyesalkan sikap pengusaha yang belum juga membangun pabrik seperti ketentuan UU Minerba nomor 4 tahun 2009.

“Sudah lima tahun disosialisasi, seharusnya para pengusaha dari lima tahun yang lalu, sudah bersiap-siap mengembangkan dan meningkatkan kapasitasnya, tetapi yang terjadi tidak demikian, seolah-olah pemerintah dianggap main-main dan mengira pada tahun 2014 ekspor akan dibuka, padahal tidak kan?” tegasnya.

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas