Dugaan Penyimpangan Pembangunan Rumah MBR
Ada kerugian negara yang belum dikembalikan oleh para kontraktor senilai Rp 35 miliar dalam proyek MBR tahun anggaran 2012.
Editor: Budi Prasetyo
* Tim Kejati NTT Turun ke Sembilan Kabupaten
* Kontraktor Masih Endapkan Rp 35 Miliar
Laporan Wartawan Pos Kupang, Muchlis Alawy
TRIBUNNEWS.COM, KUPANG--Hasil pemeriksaan terhadap Kepala Satuan Kerja (Satker) Proyek Pembangunan Perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di NTT, Hairul Sitepu, pekan lalu, terungkap ada kerugian negara yang belum dikembalikan oleh para kontraktor senilai Rp 35 miliar dalam proyek MBR tahun anggaran 2012.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT, Mangihut Sinaga, melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Hubungan Masyarakat (Kasi Penkum dan Humas), Ridwan Angsar, S.H, menyampaikan itu saat dihubungi Sabtu (8/3/2014). Tetapi, demikian Ridwan, kerugian sebenarnya dalam proyek itu Rp 45 miliar, namun rekanan atau kontraktor pelaksana sudah mengembalikan kepada negara Rp 10 miliar. "Jadi, sisanya Rp 35 miliar itu masih mengendap di tangan para kontraktor," ujarnya.
Ridwan mengatakan, sesuai temuan di lapangan kerugian itu terjadi karena rekanan mengerjakan pembangunan rumah MBR tidak sesuai dengan uang muka yang sudah diterima.
Ia mencontohkan, uang muka yang diterima kontraktor semestinya bisa membangun 200 unit rumah, tapi kenyataan di lokasi perumahan hanya 50 unit rumah yang dibangun. Menurut dia, fakta yang diungkap baru satu item pekerjaan pembangunan rumah baru pada tahun anggaran 2012 yang dikerjakan sekitar 28 rekanan di 28 lokasi pada sembilan kabupaten.
"Sementara kami masih konsentrasi satu item pekerjaan dari tiga item pekerjaan program Kemenpera yang diturunkan tiga tahun anggaran di NTT. Dua lainnya, peningkatan kualitas rumah dan peningkatan kualitas rumah baru," jelas Ridwan.
Ia menjelaskan, hasil penelusuran terhadap dugaan penyimpangan pembangunan perumahan bantuan pemerintah pusat melalui Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) MBR di tiga wilayah, yaitu Kota Kupang, Kabupaten Kupang dan Alor, menunjukkan banyak kondisi fisik perumahan yang rusak. Selain itu, banyak ditemukan rumah yang tidak sesuai dengan spesifikasi.
Terhadap fakta itu, demikian Ridwan, penyidik terus mengumpulkan data terkait jumlah rumah yang dibangun, alokasi dana, capaian fisik serta dana yang dicairkan kepada rekanan. Dari data itu dapat disimpulkan sementara kerugian negara yang terjadi dalam proyek tersebut.
Selain itu, kata Ridwan, satuan kerja, pejabat pembuat komitmen dan satuan kerja Perwakilan Kemenpera di NTT dimintai keterangannya. Keterangan itu untuk mengetahui kucuran dana yang sudah dicairkan kepada rekanan dan dokumen jumlah rumah, jumlah bantuan yang tersebar di sembilan kabupaten.
Ridwan mengatakan, untuk menelusuri dugaan penyimpangan pembangunan rumah MBR, maka tim penyidik Kejati NTT turun ke sembilan kabupaten di NTT yang mendapat alokasi bantuan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dalam beberapa pekan.
Ridwan menjelaskan, tim menyelidiki kondisi fisik dan capaian pembangunan fisik perumahan MBR selama tahun anggaran 2011, 2012 dan 2013 senilai Rp 1 triliun lebih. "Kami turun ke sembilan kota/kabupaten, yakni Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), Belu, Alor, Flores Timur, Ngada dan Sumba Tengah. Dari sembilan kabupaten penerima bantuan, sudah tiga wilayah kami cek keberadaannya, yaitu Kota Kupang, Kabupaten Kupang dan Alor," kata Ridwan.
Untuk mempercepat penyidikan kasus ini, kata Ridwan, tim meminta bantuan kejaksaan negeri di masing-masing kabupaten. Pasalnya, sembilan kabupaten penerima bantuan MBR tersebar di empat pulau di NTT, yakni Timor, Alor, Flores dan Sumba. *