Dijemput Intel, Dedek Khairudin Empat Bulan Hilang
Setelah dijemput anggota Intel Korem 011 Lilawangsa, Sumatera Utara, Dedek Khairudin (30) tidak pulang ke rumahnya sejak 28 November 2013.
Editor: Budi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM MEDAN — Setelah dijemput anggota Intel Korem 011 Lilawangsa, Sumatera Utara, Dedek Khairudin (30) tidak pulang ke rumahnya sejak 28 November 2013. Staf Divisi Hak Sipil dan Politik Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Alex Argo Hernowo, menyatakan, hingga Selasa (11/3) Dedek belum juga pulang.
Menurut dia, Dedek dijemput Sersan Dua Mardiansyah, anggota Intel Korem Lilawangsa, dan beberapa anggota marinir dari Pangkalan Brandan pada dini hari di rumahnya.
”Berdasarkan keterangan pihak keluarga disebutkan, penjemputan dilakukan karena Dedek Khairudin dianggap mengetahui keberadaan Fendi Tato, tersangka pembacokan terhadap anggota marinir. Fendi membacok anggota marinir berinisial Jul karena diduga berselingkuh dengan istri Fendi Tato,” kata Alex. Argo.
Selanjutnya, Dedek, nelayan warga Dusun I Aman, Desa Perlis, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, dipaksa ikut rombongan Serda Mardiansyah untuk mencari Fendi Tato.
Akhirnya keluarga memberanikan diri melapor ke Sub Detasemen Polisi Militer (Sub Denpom) Pangkalan Brandan tanggal 31 Desember 2013 karena Dedek tidak kunjung pulang dan telepon genggamnya tidak bisa dihubungi. Namun, lanjut Alex Argo, laporan keluarga ditolak dengan dalih harus menunggu Serda Mardiansyah kembali.
Istri Dedek, Sarrul Bariah, juga sudah mendatangi kesatrian korps marinir setempat. Adapun Fendi Tato yang dicari pihak militer kini sudah ditahan Kepolisian Daerah Sumatera Utara.
Alex Argo menambahkan, ketika melapor ke Polisi Militer, keluarga Dedek tidak mendapat kepastian penanganan kasus. Keluarga nelayan yang sederhana itu justru diminta melengkapi laporan, termasuk di antaranya identitas lengkap dari Mardiansyah beserta pangkat, kesatuan, dan foto Mardiansyah.
Upaya mengadukan kasus tersebut ke Jakarta mendapat tanggapan positif dengan adanya penjadwalan audiensi antara Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal (TNI) Budiman dan keluarga Dedek. Namun, hingga saat ini belum dipastikan kapan keluarga Dedek dan Kontras akan diterima KSAD.
Kasus Dedek Khairudin merupakan penghilangan orang secara paksa yang diatur Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 33 Ayat (2) dan Konvensi Internasional tentang Penghilangan Orang secara Paksa yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia tanggal 27 September 2010.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigadir Jenderal (TNI) Andika Perkasa yang dihubungi pekan lalu mengaku belum mendengar laporan dugaan penghilangan paksa Dedek Khairudin oleh anggota intel Korem Lilawangsa.
”Kami belum mendengar detail laporan tersebut. Yang jelas, kalau ada dugaan tentara berbuat macam-macam dan melanggar hukum pasti ditindak. Saat mendapat laporan dugaan tentara menjadi backing preman di Monas pun langsung ditindaklanjuti KSAD,” kata Andika Perkasa.
Menurut dia, TNI AD tidak main-main dalam menegakkan disiplin dan reformasi militer. Dia mencontohkan kasus kekerasan dalam rumah tangga dengan terdakwa Kolonel Yakraman Yagus akan ditindak tegas.
”Dalam waktu dekat yang bersangkutan akan dijatuhi hukuman berat. Itu akan kita sampaikan terbuka kepada publik,” kata Kadispenad yang lama bertugas di Komando Pasukan Khusus TNI AD.