HMI Tetap Bersikap Netral Meski Alumninya 'Nyapres'
Ketua Umum PB HMI, Arief Rosyd Hasan, menegaskan organisasi yang dipimpinnya akan bersikap netral dalam Pemilu 2014.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Syaiful Syafar
TRIBUNNEWS.COM, BALIKPAPAN - Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Arief Rosyd Hasan, menegaskan organisasi yang dipimpinnya akan bersikap netral dalam pemilihan umum (Pemilu) 2014.
Kendati sejumlah alumni HMI tampil sebagai Calon Presiden (Capres) dan banyak terlibat di partai politik, HMI akan tetap memposisikan diri sebagai organisasi yang independen.
"Secara institusi kita ada aturan main. Dalam AD/ART HMI ada poin independensi organisatoris dan independensi etis. Tentu kita secara institusi tidak bakalan berpihak pada calon manapun. Tapi yang terpenting adalah bagaimana kita melakukan seruan moral," ujarnya kepada Tribun Kaltim (Tribunnews.com Network) seusai melantik Pengurus Cabang HMI Balikpapan, di Hotel Mega Lestari, Kamis (20/3/2014) malam.
Arief mengungkapkan, dalam waktu dekat pihaknya akan melempar kriteria Capres yang tepat untuk dipilih. Saat ini, kriteria itu masih digodok dan akan diumumkan sebelum pelaksanaan Pilpres 2014. Namun sebagai bocoran, salah satu kriteria yang paling vital adalah melihat track record calon.
"Integritas seseorang bisa diukur dari situ. Bagaimana rekam jejaknya, bagaimana mereka selama ini berkarir, apakah ada terjerat masalah korupsi atau persoalan lain di dalam dirinya. Kemudian mereka (Capres) juga harus punya visi jangka panjang dalam melihat masa depan bangsa ini," katanya.
Masyarakat, lanjut Arief, tidak mau lagi dibodohi dan dihadapkan dengan kondisi seperti sekarang, yang situasinya penuh ketidakpastian.
"Dalam kurun 5 sampai 10 tahun kita terus dihadapkan pada situasi yang tidak pasti. Naik tidaknya harga BBM, kebutuhan pangan, dan segala macam," paparnya.
PB HMI memberikan catatan terhadap kinerja pemerintahan SBY selama dua periode. Menurut Arief, yang paling mencolok adalah kesenjangan antara pembangunan di wilayah timur dan barat Indonesia. Provinsi Kalimantan Timur termasuk daerah yang selama ini kurang diperhatikan. Begitu pula halnya kawasan perbatasan, kurang menjadi perhatian pemerintah dalam mengambil kebijakan strategis.
"Padahal justru perbatasan inilah cermin ke-Indonesia-an kita. Kaya tidaknya suatu bangsa, ukurannya dari situ, karena daerah perbatasan," jelasnya.
Lantas, nilai apa yang pas diberikan bagi pemerintah? "Hmmm… karena ini sudah terlalu panjang dan hampir persoalannya itu-itu saja, mungkin layak kita kasih rapor merah," kata Arief.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.