Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Melanie Subono Laporkan Derita TKI ke PBB

Melanie Subono, putri dari promotor kondang Adrie Subono, sejak tujuh tahun lalu juga menjadi aktivis pembelaan buruh migran.

zoom-in Melanie Subono Laporkan Derita TKI ke PBB
Tribun Jateng/Wahyu Sulistiyawan
Duta Migrant Care, Melanie Subono memberikan keterangan kepada awak media saat tiba di Bandara Internasional Ahmad Yani Semarang, Jateng, Rabu (2/4/2014). Kedatangan Melanie Subono ke Semarang dalam rangka penggalangan dana serta memberi motifasi kepada keluarga Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Ungaran, Sutinah yang terancam dihukum mati di Arab Saudi. (Tribun Jateng/Wahyu Sulistiyawan) 

Laporan Tim Liputan Khusus Surya

TRIBUNNEWS.COM - Melanie Subono selama ini lebih dikenal sebagai musikus. Padahal, putri dari promotor kondang Adrie Subono ini sejak tujuh tahun lalu juga menjadi aktivis pembelaan buruh migran.

Ia sangat lantang menyuarakan pembebasan Satinah dan Wilfrida Soik dari hukuman mati. Ternyata, teriakan untuk Satinah sudah dilakukan sejak 2009, ketika pemerintah dan lembaga-lembaga di Tanah Air masih membisu.

Kini, Melanie dipercaya menjadi Duta Anti-Perbudakan Modern untuk delapan negara.

Soal banyaknya kasus hukum yang menjerat TKI, perempuan kelahiran Jerman 37 tahun silam itu  mengkritik lambannya pemerintah dalam penyelamatan.

Berikut wawancara wartawan Harian Surya, Miftah Faridl dengan Melanie Subono

Menurut Anda, apa sebenarnya permasalahan pokok yang dihadapi tenaga kerja migran (TKI) kita?
 Tidak adanya hukum yang melindungi pe-kerja kita. Yang ada hanya penempatan. Orang yang dituntut karena melecehkan TKI kok besoknya jadi tim negosiator? Orang yang dipilih selalu berantakan. Orang yang dituntut melecehkan TKI kok besoknya bisa jadi tim negosiator. Dubes yang melecehkan TKI juga kok besoknya jadi Kepala BNP2TKI. Di sisi lain, pemerintah juga lamban (lelet) mengirim bantuan. Tidak ada yang (mau) bekerja. Selalu harus menunggu orang berteriak dulu baru difokuskan (penangananannya). Reaksinya lamban. Di dalam badan-badan ini terlalu banyak korupsi dan ketidakjelasan.

Berita Rekomendasi

Selama ini bagaimana peran pemerintah?
Ada kok, tapi belakangan ini. Pemerintah rajin dalam menerima uang tahunan dari mereka (TKI). Tetapi tidak bergerak ketika ada masalah. Sekarang saya tanya balik, kalau saya tidak berteriak masalah Wilfrida atau Satinah. Ada kalian (media massa) menulis? Ada rakyat yang dengar? Kita membawa kasus Satinah ke Kemenlu (Kementerian Luar Negeri) pada Oktober 2009. Tetapi tidak ada tanggapan sampai 2011. Padalah, saat itu sudah vonis.

Ada anggapan pemerintah lemah dalam diplomasi dengan negara tujuan TKI?
Pastilah. Sekarang ada di posisi yang lemah. Wong lelet (lambat). Contoh kasus Satinah. Saat uang diyatnya hanya 1,250 miliar, kenapa tidak langsung dibayar?

Selama ini, upaya pembelaan buruh migran lebih banyak digerakkan masyarakat ketimbang institusi pemerintah. Apa pendapat Anda?
Tidak apa-apa. Toh mereka itu juga bisa duduk di kursi pemerintahan karena suara kita kok. Artinya mereka bisa turun karena suara kita juga.

Setiap ada kabar buruh migran terancam hukman mati, baru ada gerakan untuk mencegahnya. Kenapa tidak ada upaya preventif, misalnya pendampingan sejak dalam pemeriksaan polisi?

Saya juga shock dengan fakta bahwa mereka yang sudah divonis mati tidak didampingi pengacara atau penerjemah. Nah, jadi jangan marah kalau sudah terlambat. Akhirnya negosiasi menjadi alot dan uang diyat menjadi mahal. Apa sih yang dikerjakan orang yang kita gaji di sana? Bagaimana Konjen? Dubes? KBRI? Tetapi, minggu ini semuanya akan resmi terdengar. Jadi, saya membawa kasus ini ke PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa).

Apakah perlu pemerintah benar-benar menghentikan pengiriman TKI di negara-negara yang konstitusinya melemahkan kemanusiaan warga asing?
Memangnya mereka (pemerintah) mau berhenti terima uang yang nyaris Rp 100 triliun setiap tahun dari devisa TKI?

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas