Sekolah Disegel, Ujian SD akan Dijaga Polisi
Mengantisipasi adanya penyegelan kembali terhadap SDN 38 Boro, Kecamatan Rumbia, Jeneponto, Pemerintah Daerah Jeneponto
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribun Timur Uming
TRIBUNNEWS.COM, JENEPONTO -- Mengantisipasi adanya penyegelan kembali terhadap SDN 38 Boro, Kecamatan Rumbia, Jeneponto, Pemerintah Daerah Jeneponto akan menyiagakan polisi dalam pelaksanaan ujian sekolah dasar, Senin (19/5/2014).
Hal ini diutarakan Kabag Hukum dan Perundangan Sekda Jeneponto, Hal Syamsi, saat dihubungi tribun, Kamis (15/5). Menurutnya, pihak kepolisian akan melakukan penjagaan saat ujian berlangsung.
"Saya sudah melaporkan hal ini ke Sekda. Dan Sekda juga sudah melapor ke Polres Jeneponto. Nanti kepolisian sektor Kellara yang menjaga sekolah ketika ujian," paparnya.
Penjagaan ini dilakukan agar pihak Syahrung Bin Turu yang mengklaim pemilik lahan seluas 25 are tersebut tidak lagi menyegel ruang kelas SDN 38 Boro. Setelah Rabu (14/5), melalui kuasa hukumnya, Hj. Sona, mengunci semua kelas, sehingga murid tidak dapat mengikuti pelajaran.
Sengketa lahan sekolah tersebut sudah berlangsung sejak 2013. Syahrung Bin Turu menggugat kepala sekolah SDN 38 Boro yang waktu itu dijabat oleh Djabbar. Gugatannya tidak diterima karena kurang cukup bukti.
2014, Syahrung kembali menggugat kepala sekolah SDN 38 Boro yang dijabat oleh Hj. Sumiaty. Dan hingga saat ini masih berlangsung di pengadilan negeri Jeneponto. Namun menurut Hal Syamsi, Syahrung salah sasaran menggugat. Sebab yang seharusnya digugat adalah pemkab Jeneponto selaku pemilik aset daerah sejak 1964.
"Lahan sekolah itu memang milik ayah dari Syahrung Bin Turu, tapi sudah dihibahkan kepada pihak pemerintah. Dan dulu ini Syahrung sudah berjanji tidak akan menggugat lagi. Kalau dia menggugat dia siap dipenjara, dan itu ada surat pernyataan dia sama saya," katanya.
Tahun lalu, Syahrung juga menyegel sekolah yang dibangun sejak 1946 menjelang ujian. Dan itu dia lakukan hampir sebulan yang menyebabkan murid sekolah tidak dapat belajar. Syahrung juga meminta ganti rugi kepada pemerintah Rp 500 juta. Namun menurut Hal Syamsi, nilai sekolah itu saat ini hanya mencapai Rp 70 juta.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.